KHOTBAH JUM'AT
Pantaskah Kita Masuk Surga?
Khutbah I
الحَمْدُ
للهِ الّذِي خَلَقَ الخَلْقَ لِعِبَادَتِهِ، وَأَمْرُهُمْ بِتَوْحِيْدِهِ
وَطَاعَتِهِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَكْمَلُ الخَلْقِ
عُبُودِيَّةً للهِ، وَأَعْظَمَهُمْ طَاعَةً لَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ. اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا
الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ
وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ
اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ
فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
Barangkali di antara kita pernah membuat
peghakiman orang lain sebagai ahli neraka ketika orang itu memang benar-benar
terlihat sedang melakukan perkara maksiat. Tak harus dengan tuduhan secara
terang-terangan, getaran di dalam benak pun sudah sah disebut sebagai
penghakiman.
Tahukah kita, secara sadar maupun tak sadar
penghakiman yang demikian ini lazimnya didorong oleh perasaan diri yang lebih
unggul. Seperti dalam sebuah perlombaan, seorang anggota dewan juri akan
memosisikan dirinya sebagai orang yang lebih paham ketimbang para peserta
lomba. Posisi ini adalah tuntutan profesi karena untuk kemudian mendapatkan
otoritas sebagai pihak yang menilai orang lain.
Saat seseorang dengan mudahnya berprasangka
orang lain masuk neraka, perasaan bahwa dirinya tidak akan masuk neraka atau
sudah layak masuk surga biasanya secara otomatis mengiringi. Perasaan tersebut
timbul karena efek membanding-bandingkan antara jumlah dosa dari orang yang
kita tuduh dengan kuantitas ibadah yang pernah kita kerjakan. Munculah
anggapan, misalnya: saya rajin ke masjid tentu masuk surga, mereka gemar
maksiat tentu masuk neraka.
Jamaah shalat jum’at hafidhakumullah,
Pertanyaan paling dasar yang patut diajukan
adalah pantaskah kita mengandalkan amal ibadah untuk keselamatan kehidupan
kelak di akhirat? Allah berfirman, wa mâ khalaqtul jinna wal insa illâ li
ya‘budûni (Tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk menghamba
kepada-Ku). Lantas, seberapa besar penghambaan kita selama ini?
Jika kita lebih gemar menggunakan pendekatan
matematis, baiklah mari kita hitung jumlah ibadah kita. Allah telah
menganugerahi manusia waktu 24 jam. Dalam rentang waktu tersebut manusia
memikul kewajiban melaksanakan shalat lima waktu. Anggaplah tiap shalat kita
membutuhkan waktu enam menit, maka dalam hari semalam kita menggunakan total
waktu 30 menit alias setengah jam saja untuk shalat.
Bandingkan waktu tersebut dengan jumlah tidur
kita yang rata-rata mencapai delapan jam. Ini artinya waktu untuk tidur 16 kali
lipat dari keseluruhan waktu kita untuk shalat dalam sehari semalam. Delapan
jam adalah sepertiga dari 24 jam. Sementara setengah jam adalah seperempat
puluh delapan dari 24 jam. Bila waktu produktif seseorang untuk ibadah sejak
akil baligh hingga meninggal adalah 60 tahun, maka waktu tidur yang dihabiskan
orang tersebut mencapai 20 tahun, sedangkan shalatnya 1,25 tahun.
Bagi orang-orang yang ibadahnya sekadar
shalat, alangkah amat sedikitnya waktu untuk memenuhi tujuan utama penciptaan
manusia, yakni menghamba kepada Allah. Beruntunglah bentuk ibadah ternyata
bukan hanya shalat. Jenisnya sangat luas. Sayangnya waktu tersebut kerap tidak
dimanfaatkan dengan baik.
Jamaah shalat jum’at hafidhakumullah,
Dari ilustrasi tadi menjadi bahan refleksi
kita bersama, pantaskah kita mendapatan tiket ke surga? Apa yang kita dapat
kita simpulkan ketika kita membandingkan antara jumlah ibadah dan karunia Allah
yang demikian besar di dunia ini?
Rasulullah pernah mengingatkan bahwa amal
ibadah seseorang tak bisa menjadi andalan untuk mencapai surga Allah yang
begitu megah. Bila seseorang masuk surga maka itu bukan karena amal ibadahnya
melainkan semata-mata rahmat dari Allah.
Baginda Nabi bersabda:
لَنْ
يُدْخِلَ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ، قَالُوا : وَلَا أَنْتَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ؟ ، قَالَ : وَلَا أَنَا إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللَّهُ
مِنْهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ
“Tidak seorang pun masuk surga karena
amalnya. Sahabat bertanya “Engkau pun tidak?” Beliau menjawab, “Saya pun tidak,
kecuali berkat rahmat Allah kepadaku.”
Hadits ini memberi pesan bahwa urusan surga
dan neraka adalah hak prerogatif Allah SWT. Sehingga menjadi aneh bila kita
merasa bangga dengan segenap prestasi ibadah, apalagi hingga berani menilai
orang lain sebagai ahli neraka atau surga.
Imam al-Ghazali dalam Bidayatul Hidayah
menyebut orang yang merasa lebih baik ini sebagai salah satu bentuk kebodohan.
Bahkan kepada orang kafir pun Imam al-Ghazali mengajurkan kita untuk
berprasangka baik: tidak menutup kemungkinan orang yang kafir hari ini akan
berujung dengan ketaatan kepada Allah di akhir hidupnya, namun siapa yang
menjamin kalian yang ahli ibadah hari ini bakal mati dalam keadaan husnul
khatimah?
Jamaah shalat jum’at hafidhakumullah,
Tentang orientasi ibadah yang ingin meraup
kenikmatan surgawi, kisah seorang ulama sufi, Fudlail ibn ‘Iyadl bisa menjadi
pelajaran. Dalam kitab Raudlatuz Zâhidîn karya ‘Abdul-Malik ‘Alî al-Kalib
disebutkan, suatu kali Fudlail ibn 'Iyadl berkata, "Seandainya saya
diminta memilih antara dua hal, yakni dibangkitkan lalu dimasukkan surga atau
tidak dibangkitkan sama sekali, saya memilih yang kedua."
Fudlail menunjukkan perasaan malu. Ia merasa
tidak pantas menerima ganjaran pahala seandainya ia memang mendapatkannya.
Kecintaan Fudlail yang memuncak kepada Tuhannya menghilangkan angan-angan akan
pamrih apapun. Kebaikan yang ia lakukan tak ada bandingnya dengan anugerah-Nya
yang melimpah. Bahkan kesanggupannya berbuat baik sesungguhnya adalah secuil
dari anugerah itu sendiri. Sebagaimana manusia, surga dan neraka adalah
makhluk. Fudlail berpandangan, Allah adalah hakikat tujuan hidup.
بَارَكَ
الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ
بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا
فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ
وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ
عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ
بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا
أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا
وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ
ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar