NU dan Mercon Lebaran
Masa Penjajahan Belanda
Mercon atau petasan,
tidak ada hubungannya dengan Islam. Penggunaannya pada hari Raya Idul Fitr atau
Lebaran oleh sebagian kalangan dianggap bid’ah sesat karena tidak diajarkan
Nabi Muhammad SAW serta tak berfaidah sama sekali.
Namun, Berita
Nahdlatul Oelama (selanjutnya BNO) berpendapat lain, mercon untuk semarak
Lebaran merupakan bagian syiar Islam. Tengok misalnya pada majalah yang
diterbitkan HBNO di Surabaya tersebut terbitan 7 November 1940 halaman
15:
Sampik sekarang masih banyak orang Islam yang berkelebihan sikep pada mertjon; ada jang anti dan ada jang keliwat dojan ja’ni sampik jang djenggoten, atau sampik meloepakan jang lebih perlu apa lagi sampik oetang atau gade-gade.
Keduanya menurut
pikiran Garagoesy, nama ini entah penulis entah kelompok atau majalah lain,
yang ada pada majalah itu, sama salahnya. Ia mengatakan,
Jang pertama hendak menghilangkan keramaiannya hari orang Islam memperlihatken hari besarnya. Jang pertama bilang: itoe mertjon boekan perintah agama. Itoe memang betoel.
Namun, kata penulis
itu, apa mercon saja yang bukan perintah agama yang dilakukan kalangan Muslimin
saat Idul Fitri? Kenapa mercon saja yang dimusuhi sedang perkara-perkara yang
memusuhi Islam 10 ribu persen dipelihara. Namun sayangnya penulis tidak merinci
perkara-perkara tersebut.
Lantas penulis
mengajak untuk mengkaji kembali tentang larangan membakar mercon tersebut waktu
itu.
Dari
mana asalja anti mertjon itoe? Kan kembali kepada orang-orang jang soedah
terkenal…nggak soeka sama Islam!!! Mereka bilang itoe pemborosan. Jah, itoe
betoel kalau kelewat bates. Tapi apa tidak ada lain matjem pemborosan jang
dipiara baik oleh mereka? Dan kaloek kita kritik kita dapat tjap ….kolot???
Sepertinya memang
mercon dilarang waktu itu. Pelarangnya tiada lain adalah pemerintah Hindia
Belanda. Kalaupun tidak dilarang, pemerintah jajahan waktu itu mengatur atau
membatasi penggunaan mercon. Majalah tersebut pada No 1 tahun 10 (diperkirakan
edisi Oktober 1940), mengutip berita dari Balai Pustaka.
Atas nama Legercommandant dikabarkan:
Berhoeboeng dengan larangan memasang petasan (mertjon) maka banjaklah timboel pertanyaan. Oleh sebab itoe diterangkan disini, bahwa larangan itoe mengenai segala matjam petasan dan jang sebangsanya. Djadi bukan petasan (mertjon atau bedil-bedil jang biasa sadja, melainkan djuga kembang api dan petasan banting).
Oleh
karena berhoeboeng dengan lebaran jang akan datang ini banjak permintaan jang
masoek, maka sekarang lagi dipertimbangkan diberi tidaknja izin orang memasang
petasan itoe, djadi diberi tidaknja atas larangan tersebut.
Tidak
lama lagi bisa rasajnadiberitakan poetoesan tentang itoe.
Pada edisi tahun
ke-10 BNO mengangkat berita berjudul “Mertjon Waktoe Lebaran” seperti
berikut:
Dengan memperloeas jang telah ditentoekan dalam beslitnya 28 Augustus 1941 Nr.4068/G.S. III-9, soedah diizinkan oleh Leggercommandant membakar mertjon pada malam sebeloem 1 Sjawal (21 Oktober) dan pada 1 Sjawal (22 Oktober) tetapi dalam hal itoe haroeslah diperhatikan djoega apa-apa jang ditentoekan dan atau jang dilarang oleh Bestuur.
(D.v.O. verstrekt)
Sekadar diketahui,
BNO memiliki moto “Majalah Islamiyah Umumiyah”. Terbit dua minggu. Pada tiap
jilid, dijelaskan Made Redacteuren j.m. K.H. Hasjim Asj’arie Teboeireng
Djombang, j.m. K.H. Abduwahab Chasbullah Soerabaja, j.m. K.H Bisri Denanjar
Djombang. []
(Abdullah Alawi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar