Gamelan merupakan salah satu alat musik tradisional Indonesia asal Jawa. Alat musik gamelan diduga sudah ada sejak tahun 404 masehi. Belakangan, gamelan berkembang ke sejumlah daerah di Indonesia seperti Madura, Bali, Lombok, tentu saja banyak dimainkan di Yogyakarta. Di tiga daerah terakhir, gamelan tidak hanya dimainkan oleh masyarakat Indonesia, tetapi juga lihai dimainkan oleh turis-turis dari mancanegara.
Sejak era awal penyebaran Islam di Nusantara, Wali Songo, terutama Sunan
Kalijaga menggunakan gamelan sebagai instrumen dakwah Islam. Wali bernama asli
Raden Mas Said, putera Tumenggung Arya Wilatikta (Adipati Tuban VIII) itu tak
hanya mahir menjadi dalang wayang kulit, tetapi juga bisa memainkan gamelan.
Antusiasme warga terhadap tradisi wayang kulit dan gamelan membuat Sunan
Kalijaga tertarik untuk menginternalisasikan nilai-nilai Islam ke dalam budaya
masyarakat.
Pertemuan tradisi musik gamelan dan ajaran Islam ada pada nilai-nilai universal
yang terkandung di dalamnya. Tanpa memberangus tradisi dan budaya, ajaran Islam
lebih mudah diterima oleh masyarakat. Tradisi dan budaya berbasis kehidupan
sosial-masyarakat dipertahankan betul oleh ulama-ulama pesantren, termasuk
melalui gamelan.
Kisah salah seorang ulama pesantren, yaitu KH Chudlori Tegalrejo, Magelang
terkait gamelan cukup menggambarkan bagaimana dakwah dan pesan-pesan Islam
perlu disampaikan secara ‘arif dan bijak.
Disampaikan Nur Kholik Ridwan (2018), KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang
pernah nyantri kepada Kiai Chudlori pada tahun 1957-1959 mengisahkan saat
gurunya itu dihadapkan pada dua pilihan, membeli gamelan atau membangun masjid.
Kedua hal tersebut merupakan tuntutan masyarakat. Tetapi Gus Dur menyaksikan
Kiai Chudlori menyarankan untuk membeli gamelan dulu daripada membangun masjid
yang besar.
Pada saat itu, Gus Dur menyaksikan penduduk kampung yang mendatangi Kiai
Chudlori di pesantrennya. Mereka sebelumnya sudah melakukan musyawarah, tapi
belum menemukan titik temu terkait pembagian dana kas desa.
Sebagian masyarakat menginginkan dana itu digunakan untuk membangun renovasi
masjid dan sebagian menginginkan untuk membeli alat-alat kebudayaan, yaitu
gamelan. Setelah mereka sampai dan diterima Kiai Chudlori, masing-masing
kelompok yang berbeda pendapat itu kemudian menuturkan keinginannya.
Setelah itu, Kiai Chudlori pun memberikan pendapatnya. Kelompok yang setuju
agar dana itu digunakan untuk renovasi masjid sangat senang karena mengira Kiai
Chudlori, sebagai seorang kiai, akan memberikan fatwa bahwa dana itu sebaiknya
untuk pembangunan masjid.
Namun, apa yang disampaikan Kiai Chudlori sungguh tak disangka. Kiai Chudlori
justru mengatakan bahwa sebaiknya dana itu digunakan untuk membeli gamelan.
Karena, menurut Kiai Chudlori, kalau gamelannya sudah ada dan masyarakatnya
rukun, nanti dengan sendirinya dana untuk masjid akan ada.
Ada juga versi yang menjelaskan, KH Chudlori kemudian mengatakan, “kalau kita
tidak ngemong (mengayomi) kepada masyarakat yang senang gamelan, nanti
yang sholat di masjid siapa.”
Rombongan tamu itu akhirnya menerima keputusan Kiai Chudlori, dan Gus Dur
melihat tamu-tamu itu, dan argumen-argumen mereka, juga melihat keputusan Kiai.
Sebuah keputusan yang dapat merekonsiliasikan antara kebutuhan kebudayaan dan
masjid, kedua-duanya dapat terakomodasi tanpa terjadi perpecahan. Hal ini yang
di kemudian hari juga mengilhami aksi-aksi dan pemikiran kebudayaan Gus Dur,
dan rekonsiliasi kebudayaan-Islam.
Dan benar, setelah membeli gamelan masyarakatnya pun kompak dan mulai bergotong
royong membangun masjid yang besar. Dari cerita tersebut dapat diambil suatu
nilai bahwa Islam tidak hanya simbolik untuk bangunan, tapi lebih kepada
pendekatan nilai-nilai. Apa gunanya masjid berdiri megah, tapi masyarakatnya
terpecah belah dan tak pernah bersatu.
Gamelan kini menjadi warisan budaya dunia dari Indonesia ke-12 yang tercatat
dalam daftar Warisan Budaya Tak Benda Indonesia UNESCO. Beberapa budaya
Indonesia lainnya yang telah dulu masuk daftar tersebut antara lain wayang,
keris, batik, pendidikan dan pelatihan batik, angklung, tari saman, noken, tiga
genre tari tradisional di Bali, seni pembuatan kapal pinisi, pencak silat, dan
pantun.
Gamelan resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Cultural
Heritage) oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
(UNESCO) atau Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan
Bangsa-Bangsa. Keputusan tersebut ditetapkan pada Rabu 15 Desember 2021 dalam
sidang UNESCO sesi ke-16 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of
Intangible Cultural Heritage. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar