KHUTBAH JUMAT
Inspirasi Bulan Safar, Raih Rahmat Dunia Akhirat
Khutbah I
اَلْحَمْدُ
للهِ الَّذِىْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدىْ وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ
عَلى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلهَ
إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى خَاتَمِ اْلاَنْبِيَآءِ
وَالْمُرْسَلِيْنَ مُحَمَّدٍ وَّعَلى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجْمَعِيْنَ. أَمَّا
بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ
اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ
مَخْرَجًا. وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى
اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗۗ اِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ
لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
Di awal khutbah, mari kita tingkatkan ketakwaan terhadap Allah dengan sebenar-benarnya, yaitu dengan berupaya optimal menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
Sekarang kita telah masuk bulan Safar yang memiliki arti kosong. Disebut Safar karena dahulu pada bulan ini orang-orang Arab mengumpulkan makanan dari berbagai tempat, sehingga tempat itu kosong dari makanan. Adapula yang mengatakan, disebut Safar karena dahulu pada bulan ini kota Makkah menjadi kosong ditinggalkan bepergian oleh penduduknya.
Ada juga yang mengatakan, karena dahulu pada bulan ini orang Makkah memerangi
suku-suku di sekitarnya dan mereka membiarkan orang-orang yang mereka temui
dalam kondisi kosong tak punya harta. Demikian dijelaskan oleh Imam Murtadha
az-Zabidi dalam kitab Tajul ‘Arusy juz XII halaman 330.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
Lalu inspirasi apa yang dapat kita ambil dari bulan Safar yang bermakna kosong ini?
Tentu, bulan Safar yang bermakna kosong ini jangan sampai hanya lewat saja.
Jangan sampai bulan Safar ini kita kosong dari amal kebaikan. Kebaikan yang
bersifat ibadah ritual kepada Allah swt maupun ibadah sosial kepada sesama
manusia dan seluruh alam.
Nabi Muhammad saw sendiri bersabda:
إِنَّ
أَصْفَرَ البُيُوتِ من الخَيْرِ البَيْتُ الصِّفْرُ من كتابِ اللَّهِ
Artinya, “Sungguh rumah yang paling kosong dari kebaikan adalah rumah yang
kosong dari bacaan kitabullah Al-Qur’an.” (HR at-Thabarani)
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
Selain itu, bagi orang yang merasa sudah banyak amal kebaikannya, juga jangan sampai lengah dan kelak di akhirat justru menjadi orang yang kosong tanpa amal, karena tidak diterima di sisi Allah. Terlebih di era kemajuan teknologi informasi ini, yang memanjakan manusia untuk memamerkan segala amal kebaikannya di berbagai platform media sosial, di status WhatsApp, Facebook, Instagram, Youtube, TikTok dan selainnya.
Bisa jadi amal kebaikan yang telah dilakukan, karena dipamer-pamerkan, justru
menjadi amal kosong yang tidak diterima Allah swt.
Karena itu, sebenarnya tidak elok menampakkan amal kebaikan kecuali bagi
orang-orang khusus yang sudah mampu mengendalikan hawa nafsu, seperti para
ulama, wali, dan orang-orang saleh lainnya. Adapun bagi umumnya orang, maka
terkadang ia menampakkan amal kebaikan, sementara maksud hati sebenarnya adalah
memamerkannya dan mencari popularitas di mata manusia. Lalu nafsunya tak
henti-henti membisikinya:
أَنْتَ
بِحَمْدِ اللهِ مِنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَإِنَّمَا تَظْهَرُ هَذِهِ الْعِبَادَةِ
لِيَقْتَدِيَ بِكَ النَّاسُ
Artinya, “Kamu Alhamdulillah termasuk orang yang ikhlas. Niscaya kamu
menampakkan ibadah ini hanya agar orang-orang mengikutimu.”
Umumnya orang seperti kita ini hendaknya menguji maksud hati sebenarnya, ketika
menampakkan amal kebaikan kepada orang lain. Apakah kita termasuk orang yang
ikhlas dalam melakukan amal kebaikan, atau justru sebenarnya hanya sedang
melakukan pansos, panjat sosial, hanya sedang mencari popularitas semata di
hadapan manusia?
Lalu bagaimana cara menguji hati kita? Yaitu, andaikan ada orang lain melakukan
amal kebaikan seperti itu dan orang-orang justru mengikutinya, atau justru
lebih banyak yang mengikuti orang lain itu daripada yang mengikuti kita. Apakah
hati kita senang dengan orang tersebut atau justru susah merasa tersaingi?
Bila hati kita lapang dengan orang tersebut, bahkan sangat senang terhadapnya,
karena merasa ada orang lain yang justru telah mewakilinya melakukan amal
kebaikan itu, maka kita termasuk orang yang telah ikhlas dalam melakukan amal
kebaikan.
Sementara bila hati kita justru susah dan merasa tersaingi olehnya, maka
hakikatnya kita adalah orang yang pamer atau riya' karena merasa tersaingi.
Dalam kondisi seperti ini, bila hati kita justru berbisik bahwa kamu merasa
tersaingi karena khawatir kehilangan kesempatan mendapatkan pahala amal
kebaikan, maka hendaknya perasaan seperti ini dilawan dengan ucapan:
إِنِّي
مُعْتَمِدٌ عَلَى فَضْلِ اللهِ لَا عَلَى الْأَعْمَالِ. فَإِنْ دَخَلْتُ
الْجَنَّةَ، فَإنما هو برحمة الله تعالى لا بعملي
Artinya, “Sungguh aku mengandalkan anugerah Allah, bukan amal kebaikan yang aku
lakukan. Bila nanti masuk surga, maka itu murni karena rahmat Allah Ta’ala,
hanya karena kasih sayang-Nya. Bukan karena amal kebaikan yang aku lakukan.”
Demikian sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Ali al-Khawash sufi agung asal Mesir
dalam kitab Lawaqihul Anwar halaman 17-18.
Karena itu, sudah semestinya kita abaikan bisikan-bisikan nafsu yang menghasut,
yang mengatakan bahwa kita adalah orang yang ikhlas. Bukankah orang ikhlas
tidak akan pernah mengatakan dirinya ikhlas, apalagi memamerkan keikhlasannya
di hadapan orang banyak?
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
Walhasil, menampakkan amal kebaikan bagi selain orang-orang khusus yang sudah mampu mengendalikan hawa nafsu, seperti para ulama, wali dan orang-orang saleh lainnya, benar-benar sebuah amal yang membahayakan. Di akhirat kelak, pamer amal justru akan membuat kita menjadi orang yang kosong tanpa amal. Semoga datangnya bulan Safar yang berarti kosong ini, menginspirasi kita agar tidak kosong dari amal kebaikan, di dunia hingga akhirat kelak. Amin.
بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ
(2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ
وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3). بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ بِاْلقُرْآنِ
اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَةِ وَذِكْرِ
الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ، إِنَّهُ
هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلحمْدُ
للهِ حَمْدًا كما أَمَرَ. أَشْهدُ أَنْ لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيكَ لَهُ، إِرْغامًا لِمَنْ جَحَدَ بِه وكَفَرَ، وأَشْهَدُ أَنَّ سَيّدَنا
محمَّدًا عَبدُهُ ورسُولُهُ سَيِّدُ الْإِنْسِ والْبَشَرِ. اللَّهمَّ صَلِّ
وَسَلِّمْ على سيِّدِنَا محمَّدٍ وآلِه وصَحْبِه مَا اتَّصَلَتْ عَينٌ بِنَظَرٍ
وأُذُنٌ بِخَبَرٍ أَمَّا بَعْدُ: فيَآ أَيُّهاالنّاسُ، اتَّقُوا اللهَ تَعَاَلى.َقَالَ
اللهُ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَ مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ
يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللَّهمَّ صَلِّ وسَلِّمْ عَلَى سيِّدِنا محمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا محمَّدٍ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ والْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِناتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ والْأَمْواتِ، بِرَحْمَتِكَ يَا وَاهِبَ الْعَطِيَّاتِ. اَللَّهمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ والوَباءَ وَالرِّبَا وَالزِّنَا والزَّلَازِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْها وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً، وعَنْ سائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يا رَبَّ الْعَالَمِينَ. رَبَّنا آتِنا في الدّنيا حَسَنَةً وَفي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبادَ
اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ والْإِحْسان وإِيتاءَ ذِي الْقُرْبَى
ويَنْهَى عَنِ الْفَحْشاءِ والْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ على
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَاسْئَلُوهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ
أَعَزَّ وَأَجَلَّ وَأَكْبَرُ
Ahmad Muntaha AM, Founder Aswaja Muda dan Redaktur Keislaman NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar