Rabu, 31 Mei 2017

(Ngaji of the Day) Pentingnya Memperhatikan Niat Puasa



Pentingnya Memperhatikan Niat Puasa

Amalan-amalan itu tergantung pada niatnya. Begitu pelajaran dari para guru di madrasah, pesantren, majelis ta’lim dan lainnya, mengutip sabda Baginda Nabi Muhammad SAW.

Ya, niat memang sangat menentukan nilai dari amalan yang dilakukan seseorang. Niat juga menentukan kualitas suatu perbuatan. Dengan niat perbuatan seseorang akan dinilai sebagai ibadah atau hanya kebiasaan belaka. Dengan niat pula akan ditentukan seseorang akan mendapatkan ganjaran atau tidak dan seberapa besar ganjaran yang akan ia terima.

Begitu pula niat dalam ibadah puasa. Ia mengambil peranan yang cukup penting untuk diperhatikan oleh setiap Muslim yang hendak melakukan ibadah pantang makan dan minum ini. Terlebih bila puasa yang akan dilakukan adalah puasa wajib, lebih-lebih puasa wajib bulan Ramadhan, maka niat menjadi sangat vital dalam menentukan sah dan tidaknya puasa yang dijalani. Tidak sampai di sini, akibat kelalaian dalam hal niat juga akan mengakibatkan banyak “kerugian” bagi pelakunya.

Dalam madzhab Imam Syafi’i niat puasa wajib harus dilakukan pada malam hari, yakni waktu setelah terbenamnya matahari (maghrib) sampai dengan sebelum terbitnya fajar shadiq (belum masuk waktu shalat subuh). Berdasarkan sabda Rasulullah SAW (Lihat: Hasan Sulaiman Nuri dan Alwi Abas al-Maliki, Ibanatul Ahkam fii Syarhi Bulughil Maram, juz 2, hal. 376):

مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ

“Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari maka tak ada puasa baginya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Untuk puasa wajib, termasuk puasa bulan Ramadhan, niat yang demikian itu harus dilakukan setiap malam karena puasa dalam tiap-tiap harinya adalah satu ibadah tersendiri (Nawawi al-Bantani, Kaasyifatus Sajaa [Jakarta: Darul Kutub Islamiyah, 2008],hal. 192). Dengan demikian bila seseorang lupa belum berniat pada malam hari maka puasa pada siang harinya dianggap tidak sah.

Pertanyaannya kemudian adalah bila sudah jelas puasa pada hari tersebut tidak sah karena pada malam harinya lupa belum berniat, maka apakah diperbolehkan bila pada hari itu orang tersebut tidak berpuasa? Toh bila pun ia berpuasa sudah jelas puasanya tidak sah.

Menurut Syekh Nawawi al-Bantani, hukum fiqih tetap mewajibkan orang tersebut berpuasa pada hari itu meskipun sudah jelas puasanya tersebut tidak sah. Tidak berhenti sampai di situ, orang tersebut juga harus mengganti (mengqadla) puasa hari tersebut di hari lain di luar bulan Ramadlan. Barangkali inilah yang dimaksud dengan “kerugian” sebagaimana disebut di atas. Hanya karena teledor dan lalai dalam memperhatikan niat seseorang harus tetap berpuasa, namun puasanya itu dianggap tidak sah dan harus melakukan puasa ulang untuk menggantinya. Terlebih bila melihat dari sisi kemuliaan bulan Ramadhan maka jelas puasa sehari yang dilakukan di bulan Ramadhan jauh lebih bernilai dari pada puasa yang dilakukan di luar bulan Ramadhan. Ini juga menjadikan orang yang lupa niat semakin mengalami kerugian yang lebih besar.

Imam Qalyubi dalam kitab Hasyiyah¬-nya menyampaikan satu solusi sebagai langkah kehati-hatian. Bahwa agar puasanya orang yang lupa berniat pada malam harinya tetap sah maka dianjurkan pada malam pertama bulan Ramadhan untuk berniat akan berpuasa Ramadhan satu bulan penuh. Bila ini dilakukan maka seandainya seseorang lupa berniat pada malam tertentu puasanya akan tetap dianggap sah dan tidak ada kewajiban untuk menggantinya. Niat yang demikian itu dapat dilakukan dengan merujuk pada apa yang diajarkan oleh Imam Maliki (Syihabuddin al-Qalyubi,Hasyiyataa Qalyubi wa ‘Umairah [Kairo: Darul Hadis, 2014], juz 2, hal. 129). Namun demikian Imam Maliki juga memberi syarat, niat berpuasa untuk satu bulan penuh itu berlaku bila puasanya tidak terputus. Bila puasanya terputus karena sakit, haid atau perjalanan maka wajib berniat kembali untuk hari-hari yang tersisa (Hasan Sulaiman Nuri dan Alwi Abas al-Maliki, hal. 377).

Adalah sebuah kenikmatan yang besar bagi kaum Muslimin di Indonesia di mana para ulamanya membudayakan niat berpuasa bersama-sama pada setiap malam hari seusai shalat tarawih berjama’aah di masjid-masjid dan mushala-mushala. Kiranya perlu dibudayakan pula niat berpuasa sebulan penuh secara bersama-sama pada malam pertama bulan Ramadhan sebagai langkah kehati-hatian sebagaimana diajarkan oleh Imam Maliki di atas. []

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar