Pembubaran HTI, Ada Apa?
Oleh: As'ad Said Ali
PEMERINTAH mengambil keputusan untuk membubarkan organisasi
kemasyarakatan (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melalui suatu proses
hukum. Artinya, keputusan itu melalui proses peradilan, berbeda cara pada era
sebelumnya pembubaran ormas dan bahkan partai politik (parpol) cukup melalui
keputusan pemerintah. Terlepas pro dan kontra dalam kasus pembubaran HTI ini,
proses hukum merupakan langkah yang sesuai dengan prinsip pemerintahan demokratis
yang menjunjung supremasi hukum. Para pemimpin HTI mempunyai kesempatan untuk
membela diri di pengadilan, beradu argumen hukum dengan pemerintah.
Meskipun akan ada pro dan kontra di publik, masyarakat
mengharapkan tidak menimbulkan terjadinya gangguan terhadap ketertiban dan
keamanan masyarakat. Hasil proses peradilan nanti, apakah terjadi pembubaran
atau sebaliknya, akan menentukan arah politik Indonesia ke depan, tetap dalam
koridor Pancasila atau menuju ke arah lain, yakni negara kekhalifahan. Dari nama,
Hizbut Tahrir Indonesia, sekalipun didaftarkan sebagai ormas, tetapi frasa
politiknya sangat kental. Hizbut berarti partai dan tahrir berarti pembebasan.
Organisasi sejenis di luar negeri diperlakukan berbeda.
Beberapa negara liberal seperti Inggris dan Amerika Serikat
mengizinkan dengan alasan hak asasi manusia. Sebagian melarang, misalnya
Jerman, dengan alasan utama, tidak berakar pada budaya, yang berarti HTI tidak
menjadi elemen kolektivitas bangsa Jerman karena bersumber pada budaya asing.
Hampir semua negara Arab dan Timur Tengah melarang kegiatan HTI karena alasan
politik. Mesir dan Yordania melarang HTI dengan alasan politik dan keamanan
karena terlibat dalam kudeta.
Sering saya ditanya, kenapa HTI tidak dilarang? Saya selalu
menjawab, itu masalah politik dan hukum. Artinya, kalau pemerintah menganggap
HTI bertentangan dengan Pancasila, dengan sendirinya hak hidupnya
dipermasalahkan di pengadilan dan pemerintah harus membuktikan secara hukum.
Bagaimana proses peradilan nanti, mari kita tunggu bersama dengan sabar dan
tidak emosional. Ketika saya masih berbakti di lembaga intelijen nasional juga
sering ditanya kolega sesama intelijen sejumlah negara Arab, kenapa tidak
dilarang. Bahkan sering mereka mengatakan, "Anda memelihara anak harimau."
Ada juga yang menanyakan, kenapa HTI kok diadili, bukankah ormas
itu bergerak dalam bidang dakwah? Saya yakin pemerintah tidak gegabah mengadili
ormas tersebut karena soal keyakinan agama. Setahu saya, pengikut HTI melakukan
ibadah sesuai dengan umumnya umat Islam di Indonesia sehingga tidak ada alasan
untuk itu. Alasan politik dan keamanan tentu menjadi landasan keputusan
pemerintah tersebut. Beberapa kejadian dalam beberapa tahun terakhir ini
menunjukkan adanya keresahan masyarakat terhadap sepak terjang HTI yang secara
berani berpromosi terhadap gagasan khilafah.
Secara formal cita-cita khilafah itu tidak tertulis hitam putih di
dalam anggaran dasar dan rumah tangga. Tetapi, secara materiil bisa dibuktikan
dengan penyelenggaran konggres atau konferensi khilafah, nasional bahkan
internasional tentang khilafah, termasuk dihadiri utusan dari Malaysia yang
sudah melarang organisasi sejenis. Hizbut Tahrir merupakan organisasi
transnasional yang menurut berbagai sumber berpusat di Inggris dan bergerak
secara tertutup di Palestina. Tentu saja gagasan khilafah itu memang pernah
exist di dunia Islam sampai 1924. Upaya dunia Islam untuk melakukan kesepakan
internasional tentang khilafah sebanyak tiga kali pertemuan di Kairo dan Mesir
yang juga dihadiri utusan Indonesia pada 1924 dan 1925 gagal menyepakati suatu
keputusan. Walhasil, setiap negara berijtihad untuk negara masing masing.
Di Indonesia, kaum nasionalis religius dan kaum religius
nasionalis menyepakati negara Pancasila, yakni bukan negara teokrasi, bukan
negara sekuler, tapi negara yang berketuhanan. Sistem khilafah yang digagas
Hizbut Tahrir tentu saja bertentangan dengan Pancasila karena bersifat
teokratis, antidemokrasi, totaliter, jejaring internasional. Seandainya
terbukti dan dibubarkan, akan banyak anggotanya terkena dampaknya dan tidak
sedikit yakni pegawai negeri yang sudah diketahui aparat keamanan. Untuk itu,
alangkah baiknya ada komunikasi antara pemerintah dan pengurus HTI, sebelum
pengadilan berlangsung. []
MEDIA INDONESIA, 10 May 2017
As'ad Said Ali | Wakil ketua Umum PBNU 2010-2015; Wakil Ketua
Badan Inteligen Negara 1999-2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar