Kamis, 18 Mei 2017

Azyumardi: AS, Trump, dan Islam (2)



AS, Trump, dan Islam (2)
Oleh: Azyumardi Azra

Meski masih pertengahan musim semi, temperatur di Washington DC sudah seperti musim panas. Padahal summer sebenarnya mulai secara resmi pada mid Juni. Dengan cuaca seperti musim panas, lazimnya orang-orang bergegas menikmati cuaca menyenangkan itu.

Sekali lagi, belum jelas benar kebijakan pemerintahan Donald Trump tentang Islam dan kaum Muslim. Masih harus ditunggu kebijakan tidak bias dan ngebyah uyah seperti pelarangan masuk bagi warga tujuh negara berpenduduk mayoritas Muslim.

Namun, di lapangan—bukan di bandara yang kian ketat—nampak hampir tak ada perubahan. Masyarakat Muslim tetap beraktivitas seperti biasa; dinamika Islam tetap tak berkurang.

Kesan seperti ini tidak hanya berdasarkan pengamatan langsung di jalanan Washington DC. Muslimah berjilbab tetap lalu lalang di jalanan, di toko dan di hotel. Ketika penulis bertanya apakah belakangan ini mereka mengalami harassment (pelecehan), mereka menjawab tidak ada.

Hal sama juga ditemukan dalam kunjungan ketiga masjid besar di lingkungan wilayah DC (District of Capital, yang mencakup Ibu Kota Washington, Virginia dan Maryland). Masyarakat Muslim dari berbagai negara, bangsa, etnis, budaya sungguh beruntung memiliki tiga masjid besar yang relatif baru.

Bersama sesepuh masyarakat Muslim Indonesia di DC Area, Duta Mardin Umar, kunjungan bermula ke Masjid Darul Hijrah. Ini masjid cukup besar beserta lapangan parkir dengan arsitektur bangunan yang memang masjid beneran sejak dari awal. Suasana Ahad pagi belum ramai; hanya sedikit jamaah—termasuk beberapa remaja putri lengkap dengan jilbabnya sedang ngobrol.

Jamaah jauh lebih ramai ada di ADAMS Center—sudah menjelang waktu zhuhur. ADAMS (‘All Dulles Area Muslim Society) menyebut masjid mereka sebagai ‘Center’. Masjid ‘ADAMS Center’ dengan arsitektur masjid sepenuhnya merupakan masjid terbesar di lingkungan DC Area. Berlantai tiga, masjid ini baru saja memperbesar bangunannya. Masjid dilengkapi halaman parkir yang luas.

Masjid besar ketiga adalah ‘IMAAM Center’. IMAAM (Indonesian Muslim Association in America) dibentuk masyarakat Muslim Indonesia di kawasan tiga negara bagian AS, Washigton D.C., Virginia dan Maryland pada 21 Desember 1993. Niat dan tujuan mereka tercapai dengan berdirinya ‘IMAAM Center’ yang tak lain adalah Masjid Indonesia’ dan Muslimin lain diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Jumat 26 September 2014. Masjid ini bertingkat dua dengan halaman parkir cukup luas. Belum lama ini, pengurus IMAAM Center menambah luas kompleks masjid dengan membeli rumah di sampingnya.

Presiden SBY dalam sambutan peresmian ‘IMAAM Center’ menekankan pentingnya masjid ini sebagai ‘rumah Allah dan rumah untuk perdamaian-kedamaian, cinta dan toleransi serta sekaligus guna mempersatukan umat yang beragam sehingga Islam terwujud sebagai rahmatan lil ‘alamin’.

Masjid IMAAM Center semula adalah gereja. Setelah ditawarkan selama sekitar tiga tahun tapi tidak ada peminat, akhirnya dibeli masyarakat Muslim Indonesia untuk diubah fungsinya jadi masjid. Tak banyak perubahan yang harus dilakukan karena sejak semula gereja ini tidak ada menara salibnya. Pengurus dan jamaah Masjid IMAAM Center juga tidak menambahkan bulan sabit atau simbol Islam lain pada bangunan.

Karena itu, mengubah gereja jadi masjid dilakukan hanya dengan mengeluarkan seluruh kursi dari lantai 2 dan menggantinya dengan karpet untuk shalat. Deretan shaf juga tidak perlu menceng karena dinding yang ada sudah kebetulan selaras dengan arah kiblat.

Masjid IMAAM Center bisa dipastikan menimbulkan rasa syukur dan kebanggaan Muslim Indonesia. Datang dari negara Muslim terbesar di dunia, sepatutnya Muslim Indonesia memiliki masjid representatif untuk menampilkan aktualisasi Islam wasathiyah rahmatan lil ‘alamin di manca negara.

Inilah masjid khas Indonesia bener. Ada beduknya; ada pula kaligrafi besar kayu jati ukiran Jepara. Lalu ada pula Imamnya Fahmi Zubir yang memakai kain sarung. Imam asal Pariaman, Sumatera Barat, jebolan Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar Kairo.

Masjid IMAAM Center lebih ramai sejak Jumat dan akhir pekan. Ibadah Jum’atan dilakukan dua shift, dengan khutbah dan shalatnya masing-masing. Juga ada bazaar Jumat yang diadakan Muslimah Indonesia—ajang kulinari Nusantara.

Dalam pembicaraan pengurus dan jamaah Indonesia, penulis Resonansi ini menekankan pentingnya posisi Masjid IMAAM Center dalam menampilkan citra Islam Indonesia yang damai dan inklusif di antara para jamaahnya yang berasal bukan hanya dari Nusantara, tetapi juga dari berbagai kawasan Dunia Muslim lain.

Tak kurang pentingnya, Muslimin Masjid IMAAM Center juga dapat hidup damai dengan masyarakat lingkungannya. Di tengah meruyaknya kebijakan Presiden Trump yang menyudutkan Islam, pimpinan dan umat lintas agama—Kristiani dan Yahudi—bersama-sama di IMAAM Center menandatangani dua spanduk solidaritas yang berbunyi: “We love our Muslim Neighbors’ dan ‘We are one community’. []

REPUBLIKA, 18 May 2017
Azyumardi Azra | Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mantan Anggota Dewan Penasihat Undef (New York) dan International IDEA (Stockholm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar