Deklarasi PTKIN di UIN Ar Raniry 2017 (Lonceng Tanda Bahaya)
Oleh: Ahmad Syafii Maarif
Sebanyak 50 pimpinan Perguruan Tinggi keagamaan Islam Negeri
(PTKIN) pada 26 April 2017 di kampus UIN Ar Raniry, Banda Aceh, telah membuat
sebuah deklarasi yang berani dan tepat waktu tentang situasi politik keagamaan
di Indonesia terkini.
Bagi saya, deklarasi ini sangat strategis disuarakan oleh
perguruan tinggi Islam negeri yang berkumpul di Tanah Rencong pada tanggal di
atas. Karena pentingnya isi Deklarasi Aceh itu, Resonansi ini perlu mengutip seluruhnya,
kemudian diberi ulasan untuk penguatan.
Kami forum Pimpinan PTKIN dengan ini menyatakan:
1. Bertekad
bulat menjadikan empat pilar kebangsaan yang terdiri dari Pancasila,
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI
sebagai pedoman dalam berbangsa dan bernegara.
2.
Menanamkan jiwa dan sikap
kepahlawanan, cinta tanah air, dan bela negara kepada setiap mahasiswa dan anak
bangsa, guna menjaga keutuhan dan kelestarian NKRI.Menanamkan dan mengembangkan
nilai-nilai ajaran Islam yang rahmatan lil 'alamin, Islam inklusif, moderat,
menghargai kemajemukan, realitas budaya, dan bangsa.
3.
Melarang berbagai bentuk
kegiatan yang bertentangan dengan Pancasila, dan anti-NKRI, intoleran, radikal
dalam keberagamaan, serta terorisme di seluruh PTKIN.
4.
Melaksanakan nilai-nilai
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dalam seluruh
penyelenggaraan Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan penuh dedikasi dan cinta
tanah air.
Deklarasi
ini dibacakan di depan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, dihadiri oleh
3.500 mahasiswa dan ratusan anggota masyarakat setempat. Mengapa deklarasi ini
bernilai strategis dan tepat waktu? Tidak sukar untuk menjawabnya.
Gara-gara isu penistaan agama dalam proses Pilkada DKI yang
bergulir sejak September 2016 sampai hari ini, masyarakat Indonesia terbelah,
baik secara terbuka atau secara tertutup. Panasnya terasa sampai ke akar
rumput.
Keadaan semacam ini pasti berbahaya bagi keutuhan bangsa dan
negara Indonesia yang sama-sama kita cintai. Rupanya Deklarasi PTKIN di Aceh
ini menyadari benar akan bahaya itu, maka perlu disumbat dengan sebuah
deklarasi yang berani.
Kesadaran yang berasal dari PTKIN ini sungguh patut dipuji di
tengah-tengah perguruan tinggi yang lain sedang membisu dan tiarap, seakan-akan
negeri ini aman-aman saja. Publik juga dikejutkan oleh sebuah Deklarasi
Khilafah oleh HTI di kampus IPB baru-baru ini. Kebetulan saya belum lama ini
bertemu dengan rektor IPB, sahabat lama saya, di Bandara Soekarno-Hatta.
Sewaktu saya tanyakan masalah ini, hanya dijawab: masih di bawah kontrol. Saya
kira tidak sesederhana itu.
Sebuah gerakan transnasional yang dilarang di seluruh negara Arab,
di Indonesia malah mendapatkan status badan hukum di masa rezim yang lalu,
sebuah rezim yang memang mau berdamai dengan semua jenis gerakan, tidak peduli
siapa di belakangnya dan apa tujuannya. Jika sebuah kampus terkenal telah
dijadikan sarang gerakan transnasional ini, bukankah itu itu berarti negara
telah membiarkan dirinya mulai digerogoti oleh virus ganas yang bisa membawa
keruntuhan Negara Proklamasi 17 Agustus 1945?
Gerakan radikal lain dalam berbagai corak tumbuh sangat subur di
berbagai kampus perguruan tinggi Indonesia, bahkan di tingkat pelajar, sejak
beberapa tahun terakhir. Pertanyaan saya: apakah gerakan-gerakan yang berasal
dari peradaban Arab yang sedang bangkrut ini malah diboyong ke Indonesia?
Apa-apaan ini? Pakailah otak, jangan emosi buta. Ironisnya, gerakan-gerakan
radikal ini juga sedang dimanfaatkan oleh politisi sumbu pendek untuk kepentingan
politik sesaat.
Saya harapkan Deklarasi Aceh itu dipelajari dan dikembangkan lebih
jauh oleh semua perguruan tinggi di negeri ini. Sikap apatis dan berlagak pilon
sama artinya dengan sengaja membunuh kesadaran nasional kita yang telah dengan
susah payah dibangun dan diperjuangkan oleh para pendiri bangsa sejak permulaan
abad yang lalu.
Negeri ini milik semua, bukan hanya milik golongan tertentu! Cara
berpikir sektarianisme harus dilawan, jangan dibiarkan membinasakan hari depan
kita semua. Deklarasi PTKIN di Aceh harus dibaca sebagai lonceng tanda bahaya
bagi kelangsungan Negara Proklamasi Republik Indonesia. Jangan lengah! []
REPUBLIKA, 02 May 2017
Ahmad Syafii Maarif | Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar