Sarung Kiai Wahid
Hasyim di Pertemuan Tingkat Tinggi Tokoh Nasional
KH Saifuddin Zuhri
yang sangat dekat dengan KH Abdul Wahid Hasyim mengaku terkesima dengan cara
berpakaian dan filosofi penampilan putra Hadratussyekh Hasyim Asy'ari itu. Ia
menyebut Kiai Wahid memegang pendirian "tidak asal berpakaian".
Kiai Wahid sering
tampil necis dan harmonis. Di kalangan orang mengerti seni berpakaian, ia
termasuk well dressed, selalu tampil rapi. Kualitas maupun warna baju, kemeja,
dasi, celana hingga sepatu dan kaos kaki selalu serasi, sedap dipandang. Begitu
pula jika mengenakan sarung, kombinasi antara baju, kemeja dan sarung mempunyai
daya pikat dan rasa hormat. Warna-warna pakaian yang menjadi kegemarannya
selamanya kalem, meskipun sesekali ada variasi akan tetapi tidak menimbulkan
"kejutan".
Pernah suatu kali KH
Saifuddin Zuhri bertanya tentang "falsafah" berpakaian itu. Beliau
menjawab, "Tugas kita dalam menjalankan misi ini adalah menarik simpati
banyak orang. Jika mereka belum tertarik ide-ide atau gagasan-gagasan kita,
biarlah sekurang-kurangnya mereka tertarik pada kepribadian kita. Nah,
berpakaian yang menyenangkan dalam pandangan akan menimbulkan kesan mengenai
kepribadian kita."
Kiai Saifuddin
menilai, cara Kiai Wahid berpakaian disertai cita rasa dan daya insting yang
sangat kuat, tahu benar dalam keadaan bagaimana beliau mengenakan setelan
celana dan dalam keadaan apa mengenakan setelan sarung.
Pada suatu hari Kiai
Wahid diundang Bung Karno ke Istana Kepresidenan di Yogya. Di sana telah
berkumpul Dr Mohammad Hatta, Haji Agus Salim, Muhammad Yamin, dan tokoh-tokoh
nasional lainnya. Tiba di Istana, Kiai Wahid langsung bergabung dengan mereka
yang tengah menantikan kedatangannya. Kiai Saifuddin waktu itu duduk bersama
ajudan dan para pengawal Istana dalam jarak 20 meter. Tiap kali Kiai Wahid
mengemukakan pendapatnya dalam diakusi itu, saban itu pula gelak tawa berderai
dari para pemimpin nasional, tanda persetujuan dalam suasana gembira.
Satu jam kira-kira
pertemuan para pemimpin itu usai, Kiai Wahid cepat-cepat meninggalkan mereka
meskipun mereka hendak menahannya agar berada di antara mereka lebih lama lagi.
Kiai Wahid segera menuju mobil dan dalam kendaraan itulah Kiai Saifuddin
bertanya tentang pilihan beliau mengenakan sarung dalam menghadiri pertemuan
tingkat tinggi itu?
Jawab Kiai Wahid,
"Kedatangan saya bukan atas kemauan saya tetapi atas permintaan mereka.
Buat mereka tidak menjadi soal apa pakaian yang hendak saya kebakan. Kecuali
itu, sengaja saya memakai sarung untuk mengangkat harga kaum sarungan!"
"Para
kiai," sambungnya, "kadang-kadang kurang dihargai oleh mereka yang
sok intelektuil hanya karena sarungnya." Dengan mengenakan sarung Kiai
Wahid hendak mengikis citra miring terhadap orang NU dan pesantren waktu itu
dan menunjukkan bahwa kualitas seseorang tak terkait secara langsung dengan
simbol atau identitas yang melekat pada dirinya.
Sumber: Saifuddin
Zuhri, Kaleidoskop Politik di Indonesia (Jilid III), 1982 (Jakarta: Gunung
Agung)
[]
(Mahbib)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar