Spirit Hijrah
Oleh: Sholihin Hasan
Tahun hijriyah yang merupakan tahun baru bagi umat Islam kembali hadir. Tahun baru hijriyah kali ini jatuh pada hari Ahad, 1 Muharram 1434 H, yang bertepatan dengan 15 November 2012.
Kalender hijriyah dimulai dari peristiwa hijrahnya Nabi Muhamad dari Makkah menuju Madinah. Perjalanan hijriyah menjadi pilihan karena di tempat yang lama (Makkah), sudah tidak kondusif lagi untuk membangun peradaban yang yang lebih maju. Madinah menjadi pilihan karena mayoritasnya masyarakatnya menghendaki bagi berkembangnya peradaban modern. Khususnya dari suku Aus dan Khazraj.
Rencana hijriyah Nabi yang didasarkan atas sinyal wahyu ternyata tercium intelijen Quraiys. Pada malam 1 Muharram tahun 1 Hijriyah, Nabi Muhamad diperintahkan Allah melakukan perjalanan dari Makkah ke Madinah. Kaum Quraisy malam itu berusaha menghadang dan menghalangi rencana hijrah tersebut. Mereka mengirim 12 orang algojo dengan senjata lengkap untuk mengepung rumah Nabi. Ke-12 algojo itu ditugasi mengintai dan mengawasi gerik-gerik Nabi. Mereka diperintah membunuh Muhamad begitu keluar dari rumahnya.
Kendati kondisi sekitar rumah nabi cukup genting, namun Nabi Muhamad tetap bersikap tenang. Beliau memerintahkan Ali bin Abi Thalib yang malam itu berada bersama Nabi agar memakai selimutnya dan tidur di tempat tidur beliau. Sesaat kemudian, Nabi mengambil segenggam debu untuk ditaburkan ke arah 12 orang algojo yang malam itu bersiap menyergap dan membunuh Nabi. Tak lama kemudian mengantuklah para algojo itu. Selanjutnya Nabi keluar rumah rumah untuk melakukan perjalanan menuju Madinah.
Sebelum menuju Madinah, Nabi terlebih dahulu singgah di Gua Tsur bersama sahabatnya setianya Abu Bakar. Setelah keadaan dirasa aman, Nabi melanjutkan perjalanan menuju Madinah dengan menyusuri bebatuan yang tandus dan hamparan padang pasir yang luas. Perjalanan hijrah Nabi menempuh jarak sekitar 400 kilometer atau menempuh waktu dua bulan lebih.
Atas dasar peristiwa heroik itu, Khalifah Umar bin Khatthab menetapkan malam peristiwa hijriyahnya Nabi sebagai permulaan dimulainya perhitungan tahun baru hijriyah. Dimana, saat Nabi keluar rumah menuju Madinah bertepatan dengan tanggal 1 Muharram.
Peristiwa hijriyahnya Nabi dari Makkah menuju Madinah itulah yang hingga kini diperingati sebagai tahun baru Islam. Dan pada 1 Muharram nanti akan memasuki tahun yang ke-1434 Hijriyah. Di Indonesia, 1 Muharram termasuk hari besar Islam yang diakui pemerintah. Sehingga pada hari itu, kegiatan resmi pemerintahan diliburkan.
Tahun baru hijriyah diperingati dengan maksud agar umat Islam mampu mengambil i’tibar atau pelajaran dari peristiwa tersebut. Baik i’tibar secara tekstual maupun secara kontekstual atau maknawi.
Secara tekstual, peristiwa hijriyah mengandung makna bahwa umat Islam bisa melakukan perjalanan fisik dari satu daerah ke daerah lain. Hijriyah fisik menjadi pilihan manakala di tempat lama umat Islam kesulitan mengembangkan inovasi, kreasi dan membangun peradabannya.
Sedangkan secara kontekstual, peristiwa hijriyah mengandung makna akan adanya keharusan bagi umat islam berhijriyah dalam totalitas. Tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi hijriyah dalam bentuk cita-cita, ucapan, sikap dan perbuatan. Totalitas dalam berhijriyah meliputi segala aspek kehidupan.
Dalam konteks berbangsa dan bernegara, totalitas dalam berhijriyah amat sangat diperlukan. Karena, saat ini setidaknya ada empat masalah besar yang mengharuskan bangsa ini segera berhijrah dalam totalitas. Yakni, kemiskinan, kebodahan, keterbelakangan dan krisis moralitas.
Pemerintah harus terus didorong untuk secepat mungkin mengatasi problem kemiskinan. Masyarakat harus dipacu agar cepat-cepat berhijrah menuju kondisi berkecukupan atau sejahtera. Karena hingga saat ini, masih ada puluhan juta rakyat kita yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kondisi berkecukupan atau sejahtera dapat ditempuh dengan bekerja keras dan kebijakan yang pro rakyat miskin.
Problem kebodohan juga tidak kalah menariknya. Kendati pemerintah terus berupaya mengejar ketertinggalannya di bidang pembangunan SDM, namun hingga saat ini Indonesia masih berada di urutan bawah dalam hal indek kualitas manusia.
Badan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) merilis indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia pada tahun 2011 berada di urutan ke-124 dari 187 negara yang disurvei. IPM Indonesia hanya 0,617, jauh di bawah Malaysia di posisi 61 dunia dengan angka 0,761. Jika laporan ini sesuai kenyataan di lapangan, maka Indonesia harus segera berhijrah dengan lari kencang. Lari kencang diperlukan agar bangsa bisa menyalip negara lain dalam IPM nya.
Namun, laporan badan dunia itu ditanggapi pemerintah secara biasa-biasa saja. Saat menggelar jumpa pers di Kantor Wapres, Jl Medan Merdeka Selatan, pada Jumat (18/11/2011) Wapres Budiono menyebutkan, bahwa IPM Indonesia mengalami peningkatan dari 0,423 pada tahun 1980 menjadi 0,613 pada tahun 2010. Sedangkan tahun 2011, IPM Indonesia kembali terkerek ke angka 0,617.
Adapun berdasarkan ranking, pada tahun 2010, Indonesia berada di urutan 108 dari 169 negara. Tahun 2011 ini, jumlah negara yang disurvei UNDP bertambah menjadi 187 negara. Indonesia bertengger di urutan ke 124 atau dapat dikatakan masih seimbang.
Di sisi lain, masyarakat juga harus terus didorong agar tidak menjadi masyarakat yang awam dalam banyak hal. Masyarakat harus diyakinkan bahwa investasi terbaik adalah memintarkan anaknya. Selain itu, upaya pemerintah yang akan meningkatkan pendidikan dasar dari sembilan tahun menjadi dua belas tahun layak didukung semua pihak.
Momentum hijriyah mengajarkan bahwa Islam adalah agama yang luhur, mulia, dan membawa kedamaian. Hijriyah yang dilakukan Nabi Muhamad bertujuan membangun masyarakat yang berperadan tinggi dan mulia serta membawa kedamaian bagi seluruh alam.
Bagi mereka yang masih merasa bodoh agar cepat-cepat berhijrah menjadi orang pintar atau orang berilmu. Yaitu, dengan belajar, melakukan penelitain atau reseach. Begitu juga, bagi yang masih merasa terbelakang, agar secepatnya berhijrah menuju pada kemajuan dan kemulyaan.
Agama memerintah untuk bekerja keras, tujuannya tidak lain adalah agar umat manusia bisa sejahtera. Agama memerintah untuk belajar sejak lahir hingga masuk ke liang lahat, tujuannya agar umat berkualitas SDM nya, dan agama juga mendorong umatnya untuk menjadi umat yang maju dan tidak terbelakang.
Selain itu, salah satu krisis yang menjadi persoalan bangsa ini adalah krisis moralitas atau krisis akhlak. Seperti korupsi, kolusi, nepotis, pergaulan bebas, mabuk-mabukkan, dan narkoba. Karena itu, bagi yang merasa di posisii itu ada baiknya untuk secepatnya berhijrah. Yaitu, meninggalkan perbuatan yang menyimpang dan beralih menuju ke perbuatan yang diridhoi Allah.
Krisis moral juga melanda pelajar dan para mahsiswa kita. Berdasarkan hasil penelitian Prof Dr Masrukhi, guru besar Unnes Semarang pada 2011, menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa di kota-kota besar perilakunya cukup mengkhawatirkan. Karena, 90 persennya cenderung berorientasi pada gaya hidup. Kegiatan sehari-harinya didominasi acara rekreatif dan konsumtif. Mereka cenderung meninggalkan tugas utamanya. Yaitu, menimba ilmu. Karena itu, sudah saatnya para mahasiswa dan pelajar yang waktunya dipenuhi kegiatan rekreatif dan konsumtif agar segera berhijrah. Yaitu, berhijrah dari tidak sungguh-sungguh dalam mencari ilmu menjadi bersungguh-sungguh dalam menimba ilmu.
Bagi para pejabat dan pemangku kepentingan, saat ini juga rawan tertulari virus korupsi, kulosi, nepotisme dan gila hormat. Bahkan, sebagian kalangan menyebut bahwa perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme sudah membudaya di tengah-tengah masyarakat. Karena itu, sikap segera berhijrah menjadi keharusan bagi segenap komponen bangsa ini. Sebab, perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme tidak akan membawa kebaikan dan keberkahan bagi masyarakat dan bangsa ini.
Nabi Ibrahim meninggalkan rumahnya di Ur untuk “hijrah” ke Kan’an. Di situlah Ibrahim membangun peradabannya. Zaman kebesaran Nabi Yusuf dimulai ketika beliau hijrah ke negeri Mesir. Di situ pula Yusuf mengukir kebesarannya. Dan, hijriyahnya Nabi Muhamad juga dalam rangka membangun peradaban Islam yang lebih modern, maju dan bermartabat.
Tak hanya itu, beberapa ulama sahabat nabi, tabiin dan tabiit tabiin juga melakukan langkah yang sama. Imam Syafii, Imam Al-Ghozali, Imam Bukhori, Imam Muslim juga meninggalkan negerinya untuk mengembangkan peradaban. Begitu juga, Syekh Nawawi Al-Bantani dan Syekh Yusuf al-Makassari juga meninggalkan negeri nusantara ini untuk membangun peradaban di tempat lain.
Totalitas dalam berhijriyah mengandung makna tentang pentingnya berhijrah dari perbuatan buruk ke perbuatan baik, dari perilaku menyimpang ke perilaku yang lurus, dari perilaku haram ke perilaku halal, dari perilaku bathil ke perilaku haq, dan perilaku negatif ke perilaku positif.
Dalam Surat Al-Bqarah ayat 195, Allah mengingatkan umatnya agar selalu berbuat baik dan tidak menjatuhkan ke jurang kebinasaan. “Dan Belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.
Momentum hijriyah ada baiknya dijadikan kesempatan merenungi diri dan mengevaluasi amal perbuatan yang telah berjalan setahun lalu. Kalau hasil evaluasi menunjukkan lebih baik dari tahun sebelumnya, berarti termasuk orang yang beruntung. Sebaliknya, kalau amal perbuatan sama seperti tahun sebelumnya, berarti termasuk orang yang merugi.
Bagi yang sudah beruntung, maka tinggal meningkatkan amal perbuatan itu. Tujuannya agar di akhir tahun berikutnya tetap dicatat oleh Malaikat sebagai orang yang beruntung. Sebaliknya, jika masih di posisi sebagai orang yang merugi, segera berhijrah menuju kepada amal kebaikan bisa menjadi solusinya. Dan, semangat hijriyah hendaknya dijadikan pemicu menuju pada kondisi yang lebih baik. []
* Penulis adalah alumnus Pascasarjana
Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta, kini staf pengajar di STAI
Almuhamad Cepu & kontributor NU Online.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar