Kamis, 01 November 2012

(Ngaji of the Day) Menyoal Eksistensi Haji, antara Ibadah & Rekreasi


Menyoal Eksistensi Haji, antara Ibadah & Rekreasi

Oleh Mahrus Sholeh*

 

Bulan Dzulhijjah atau yang lazim disebut dengan bulan haji, merupakan sebuah bulan yang sangat berharga buat para calon jama’ah haji. Tak pelak kota yang menjadi tujuan utama yakni kota Makkah ini sangat ramai dikunjungi oleh para jama’ah dari segala penjuru. Hal ini pulalah yang menjadikan kota makkah yang merupakan tempat Ka’bah berada menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia.


Ibadah haji merupakan ibadah rukun Islam yang ke lima. Ibadah ini merupakan ibadah penuh dengan syarat pembelajaran moral. Sejarahnya ibadah haji merupakan perjalanan demi pembebasan diri dari penjara dunia ini yang tidak kekal. Dan merupakan pelengkap rukun Islam serta penjara penjara nafsu menuju kesempurnaan spiritualitas dan autentitas sebagai hamba yang bersyukur. Ibadaha haji bukan semata ritualitas fisik yang menguras tenaga tapi autentitas cinta ilahi yang memancarkan kedalaman spiritual dan keluhuran moral sebagai pembebas dari penjara dunia.


Namun, apa jadinya jika pelaksanaan ibadah haji ini hanya dilakukan untuk sekedar menghabiskan uang atau sekedar rekreasi belaka tanpa ada niatan ikhlas dan niatan utama yang sebenarnya adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini harus dicermati dengan lebih intensif, banyak jama’ah yang melaksanakan ibadah ini hanya sekedar menggugurkan kewajiban. Lebih parah lagi tak sedikit yang menjalankannya seolah wisata religi bahkan dihiasi dengan wisata belanja, membeli oleh-oleh untuk sanak keluarganya, serta hanya dijadikan tempat rekreasi, tempat untuk melepas penat setelah sekian lama bekerja. Hal ini tidak patut untuk ditiru. Hal ini pulalah yang harus dilakukan penegasan serta pemberitahuan secara ketat bagaimana seharusnya ibadah haji dilaksanakan.


Betul ibadah haji memang merupakan ibadah mahdhoh. Dalam pelaksanaannya mamang harus sangat kental dengan makna ruhiyah dan spiritual, tapi tentu saja tidak boleh hanya menjadi sekedar ritual belaka. Meski merupakan ibadah mahdhoh, namun bukan berarti tidak boleh dihiasi dengan makna selain makna ruhiyah seperti makna politis, ideologis dan perjuangan. Makna politis, ideologis dan perjuangan itu merupakan bagian dari apa yang disebut dengan “Hikmah Haji”, yaitu manfaat-manfaat yang dapat dipersaksikan oleh jama’ah haji saat mereka menunaikan haji.


Seiring dengan perjalanan pelaksanaan ibadah haji pada saat ini, yang sangat diharapkan adalah bagaimana kembali menata niat para jamaah untuk bisa meluruskan niatnya agar tidak salah niat dan kembali ke jalan yang benar dalam pelaksanaan ibadah hajinya. Niatan untuk melakukan rekreasi hendaknya dibuang jauh-jauh. Hendaknya juga bisa berpegang teguh terhadap ajaran agama serta patuh terhadap peraturan agama untuk bisa menciptakan kesempurnaan hidup. Jika demikian sudah direalisasikan, maka ibadah haji tersebut akan berkualitas dan akan bisa bermanfaat untuk sanak kerabat yang ditinggalkannya selama pelaksanaan haji dan yang paling penting adalah bisa menjadi haji yang mabrur menurut allah.


* Peneliti di Pusat Kajian Tafsir & Hadits IAIN Sunan Ampel Surabaya dan Pembina Tahfidz di UKM-Pengembangan Tahfidz Al-Qur’an IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar