Ada Brigade 200K di
Pertamina
Senin, 26 November
2012
Malam Minggu kemarin
bukan malam untuk hura-hura bagi direksi Pertamina. Malam itu mereka berkumpul
di suatu tempat untuk menandai dimulainya pekerjaan besar yang rumit: menaikkan
produksi minyak 200.000 barel per hari dalam waktu dua tahun!
Tekad itu seperti
mengada-ada. Seperti menggantang asap. Tapi, Dirut Pertamina Karen Agustiawan,
Direktur Hulu Muhamad Husen, Komisaris Utama Sugiharto, Komisaris Luluk
Sumiarso, Dirut Pertamina EP Syamsu Alam, dan hampir 200 generasi muda
Pertamina sudah membulatkan satu tekad: kerja keras mewujudkannya.
Mereka sudah bertekad
untuk membuat Pertamina menjadi perusahaan kelas regional dalam waktu dua
tahun! Mereka pun beramai-ramai membubuhkan tanda tangan di panggung dan
berkomitmen untuk melaksanakannya.
Sebagai pelaksana di
lapangan, direksi Pertamina membentuk apa yang mereka sebut “Brigade 200K” dan
“Brigade 100K”. Brigade ini sepenuhnya terdiri atas anak muda Pertamina yang
umurnya paling tua 29 tahun! Bahkan, ada di antaranya yang umurnya baru 25
tahun. Tujuh orang, seperti juga Dirut Pertamina: perempuan!
Brigade 200K
sepenuhnya bertanggung jawab terhadap kenaikan produksi minyak 200.000 (200K)
barel per hari. Sedangkan Brigade 100K bertanggung jawab akan lahirnya energi
terbarukan melalui percepatan proyek geotermal sebesar (equivalen) 100.000
barel per hari.
Dengan tambahan
produksi itu, Pertamina sudah bisa dibilang memasuki level perusahaan minyak
kelas regional. Memang harus bekerja sangat keras. Keras sekali. Di situlah
kuncinya. Tapi, mereka juga tahu bahwa capaian yang diraih melalui kerja keras
akan tinggi nilainya. Tidak sama dengan sukses yang didapat dengan melimpahnya
fasilitas.
Selama ini Pertamina
memang ketinggalan jauh. Jauh sekali. Itu juga disadari dengan sesadar-sadarnya
oleh insan Pertamina sendiri. Mereka pun bertekad sudah saatnya Pertamina
berusaha menjadi kebanggaan rakyatnya. Sebagai perusahaan yang -Malaysia pun dulu
belajar ke Pertamina- bisa diandalkan sebagai jagoan Indonesia di dunia
internasional.
Tentu banyak sekali
dalih yang bisa dikemukakan tentang mengapa Pertamina ketinggalan jauh dari
perusahaan minyak negara tetangga. Banyak sekali kambing hitam yang bisa
disajikan. Banyak juga salah-menyalahkan yang bisa dilakukan.
Tapi, saya tidak mau
berputar-putar di situ. Hambatan adalah untuk diatasi, bukan untuk dikeluhkan.
Halangan adalah untuk diloncati, bukan untuk diratapi. Rintangan adalah untuk
diberantas, bukan untuk ditakuti.
Memang ada beberapa
pilihan untuk membuat Pertamina bisa meningkatkan produksi minyaknya. Bahkan,
ada pilihan yang mudah. Tidak perlu berbelepotan. Bisa dikerjakan sambil
makan-makan di hotel bintang lima. Yakni, membeli perusahaan-perusahaan minyak
asing. Atau membeli ladang-ladang yang sudah produksi di luar negeri. Semua itu
bisa dilakukan di ruang-ruang ber-AC. Tawaran seperti itu banyak.
Tapi, harganya juga
mahal-mahal. Belum tentu keuangan Pertamina bisa menjangkaunya. Risikonya pun
besar. Bahkan, waktu sering habis terbuang karena hasilnya yang sulit diharap.
Apalagi sering juga harus melewati tender “yang belum tentu Pertamina bisa memenangkannya.
Pikiran mengembangkan
sayap ke luar negeri seperti itu boleh terus diupayakan. Tapi, upaya di dalam
negeri juga tidak boleh kendur. Pertamina baru memegang peran 20 persen di
dalam negeri. Yang 80 persen masih asing. Malaysia sudah 40 persen dan bahkan
Brasil sudah 90 persen.
Pemerintah sudah tahu
kondisi itu dan tentu akan ikut mengupayakan agar Pertamina bisa mendapat porsi
yang lebih besar. Tapi, Pertamina tidak boleh hanya menggantungkan diri kepada
apa yang akan diberikan oleh pemerintah.
Pertamina sendiri
harus menunjukkan kerja kerasnya. Setidaknya dengan apa yang sudah ada dan
sudah dimiliki. Kian kelihatan kerja keras Pertamina, kian mudah bagi
pemerintah untuk memberikan kepercayaan yang lebih besar. Kian terbukti
Pertamina mampu mendayagunakan kemampuannya, kian besar kepercayaan pemerintah
untuk membesarkannya.
Saya sangat
menghargai tekad baru Pertamina untuk menengok kembali kekayaan lamanya itu.
Memang harus kerja keras, belepotan, dan mandi keringat. Tapi, itulah inti sebuah
kebangkitan. Pembentukan Brigade 200K adalah kebangkitan Pertamina. Karena itu,
hasil kerja Brigade 200K akan ikut menentukan bisa atau tidak Pertamina
mendapatkan kepercayaan yang lebih besar.
Dengan Brigade 200K
Pertamina akan menengok kembali sumur-sumur lamanya. Pertamina memiliki ribuan
sumur tua seperti itu. Mereka akan bisa menjawab, mengapa sumur-sumur itu
hasilnya tidak bisa maksimal dan bagaimana cara meningkatkannya.
Teknologi yang
dipergunakan di sumur-sumur itu adalah teknologi zaman Belanda. Dengan
pemikiran dan teknologi baru, mestinya bisa ditingkatkan hasilnya. Ini sudah
terbukti di Sungai Lilin, Sumsel. Produksi sumur tua peninggalan Belanda itu
berhasil ditingkatkan menjadi lima kali lipatnya! Dalam dua tahun produksinya
naik dari 80 barel per hari menjadi 450 barel per hari.
Inilah sumur tua yang
diusahakan Belanda pada 1936. Kini, dengan teknologi baru masih bisa
ditingkatkan begitu besar.
Pertamina memiliki
banyak sumur seperti itu. Ribuan jumlahnya. Salah satu anak perusahaannya saja,
Pertamina EP, punya lebih 200 sumur sejenis. Sumur-sumur itu pasti lebih baik
dari apa yang ada di Tiongkok Utara. Atau dalam istilah para ahli perminyakan,
sumur-sumur lama Pertamina itu seperti gadis desa yang cantik, tapi belum
dimasukkan salon.
Dengan menggunakan
teknologi baru sumur-sumur itu akan bisa mendongkrak produksi minyak Pertamina.
Biaya dan risiko tidak sebesar kalau melakukan drilling di ladang-ladang baru.
Waktunya pun bisa lebih singkat karena tidak dimulai dari nol.
Jauh sebelum menjadi
orang pemerintah, lebih dari 10 tahun lalu, saya sering sekali berkunjung ke
Daqing di Provinsi Heilongjiang dan Panju di Provinsi Liaoning. Inilah dua
provinsi yang disebut “Kuwait”-nya Tiongkok. Mereka dengan telaten, kerja
keras, dan gemi mendayagunakan ribuan sumur tua.
Kondisi sumur-sumur
minyak di sana umumnya jauh lebih jelek daripada yang dimiliki Pertamina.
Apalagi di musim salju. Mereka harus memanasi sumur-sumur dan pipa-pipa itu.
Alangkah sulitnya.
Bahkan, ada sumur yang minyaknya habis disedot dalam enam jam. Tidak layak lagi
hasilnya disalurkan melalui pipa. Hasil sedotan enam jam itu ditampung di mobil
tangki yang sengaja didatangkan. Mobil itu pergi setelah enam jam menunggu di
situ.
Besoknya, setelah
minyaknya mengumpul lagi, baru disedot enam jam lagi. Begitu seterusnya.
Alangkah sulitnya. Alangkah repotnya. Tapi, mereka menekuninya. Setetes demi
setetes. Itulah inti pelajaran dasar entrepreneur. Hemat pangkal kaya.
Negara yang begitu
kaya saja masih melakukan usaha yang begitu gigih. Apalagi, kita yang masih
harus berjuang keras untuk maju. Prinsip “bagaimana bisa mengerjakan yang
besar-besar dengan baik kalau yang kecil-kecil tidak tertangani” adalah prinsip
manajemen sehari-hari yang harus dipegang. Banyak orang yang setelah mimpi
besar melupakan detail-detail yang kecil.
Pengusaha-pengusaha
besar yang kukuh tidak ada yang pernah melupakan detail-detail kecil di bidang
usahanya!
Kalau saja Brigade
200K berhasil dengan kerja kerasnya, alangkah bersejarahnya. Meningkatkan
produksi 200.000 barel dalam dua tahun luar biasa nilainya. Itu juga berarti
akan mengurangi impor minyak mentah 200.000 barel per hari. Alangkah
menghematnya devisa negara.
Tentu saya akan memonitor
Brigade 200K ini. Sambil mendoakannya dalam setiap malam-malam saya. (*)
Dahlan Iskan, Menteri
BUMN
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar