Momentum Hari Pahlawan dan
Krisis Kepemimpinan
Oleh Zainal Fanani*
Para pahlawan bangsa adalah orang-orang yang paling berjasa dalam merebut kemerdekaan Indonesia dari kekuasaan penjajah. Mereka rela mengorbankan jiwa raganya demi Indonesia. Kalau dipikir-pikir hampir tidak mungkin pasukan yang bersenjatakan bambu runcing bisa mengalahkan tentara musuh yang bersenjata lengkap dan serba canggih. Semboyannya kala itu adalah “mati dalam keadaan mulia atau hidup penuh kehinaan”. Berkat kegigihan para pahlawan inilah akhirnya Indonesia dapat merdeka.
Mengapa mengenang jasa para pahlawan menjadi penting? Karena hal itu merupakan sebuah bentuk rasa syukur kita terhadap usaha mereka dalam membebaskan Indonesia dari tangan penjajah. Kita tidak merasakan penderitaan dan kesulitan yang dihadapi mereka di medan tempur, pemaksaan kerja rodi, dan berbagai bentuk penganiayaan yang tidak manusiawi lain. Singkatnya, sekarang kita tinggal menikmati buahnya yang berupa ‘kemerdekaan’.
Pertanyaan selanjutnya, bagaimanakah kita merefleksikan ungkapan terima kasih kita kepada para pahlawan yang telah gugur dalam medan tempur? Apakah hanya cukup dengan acara upacara tahunan, yang setelah acara selesai, selesai pula rasa hormat kita. Ataupun dengan menyematkan ‘gelar pahlwan’ kepada mereka. Yang ironisnya penyematan gelar itu, pada saat sekarang, kerap kali ditumpangi oleh kepentingan politik orang-orang yang berada di Senayan.
Menurut hemat penulis, cara mengungkapkan rasa balas budi kita kepada para pahlawan adalah tidak dengan cara-cara seperti di atas. Penulis berkeyakinan bahwa para pahlawan tidak membutuhkan semuanya itu. Karena para pahlawan berjuang melawan kolonialis atas dasar keikhlasan dan karena mereka ingin bangsa Indonesia tidak menjadi bangsa yang terjajah. Para pahlawan justru lebih bangga kalau para penerusnya juga mempunyai semangat yang tinggi untuk meneruskan perjuangannya dalam mengisi kemerdekaan ini.
Jika seandainya mereka berjuang karena ingin mendapatkan imbalan, niscaya bangsa ini selamanya tidak akan merdeka. Seperti krisis kepercayaan yang sedang terjadi saat ini, dimana banyak orang ingin maju menjadi anggota dewan dengan motif untuk menyampaikan aspirasi rakyat. Alih-alih menyampaikan aspirasi rakyat, yang diperlihatkan sekarang justru aksi-aksi korupsi yang merugikan negara dan rakyat.
Hal ini terjadi karena ia maju menjadi anggota dewan bukan berangkat dari rasa keikhlasan dan cenderung memakai cara-cara yang tidak terpuji. Dengan cara money politic misalnya. Akibatnya, ketika sudah menjadi anggota dewan maka ia dengan berbagai cara akan mengambil modal yang telah ia keluarkan pada saat kampanye dan pemilihan. Dan bukan aspirasi rakyat lagi yang dipikirkan.
Masih banyak PR yang harus diselesaikan oleh pemerintah saat ini. Seperti kasus pertikaian antar suku kemarin, yang melibatkan suku Lampung melawan Suku Bali dinilai oleh sebagian pengamat juga karena kelalaian pemerintah. Masalah ini jika tidak diselesaikan secara tegas akan mengancam kebhinekaan dan keberagaman Indonesia yang telah dipertahankan ratusan tahun lamanya. Karena sebagaimana diketahui, isu-isu seputar SARA adalah isu yang paling sensitive di Negeri Indonesia. Oleh karenanya, pemerintah mempunyai peranan dan tanggung jawab yang sangat besar dalam usaha-usaha penyelesaian isu-isu SARA tersebut.
Sebagai generasi penerus perjuangan para pahlawan kita mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mempertahankan kemerdekaan ini dari berbagai bentuk penjajahan. Entah itu berbentuk serangan-serangan dari luar yang ingin mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia, budaya asing yang membodohkan, dan produk luar yang merugikan rakyat. Atau datang dari dalam negeri sendiri yang berbentuk usaha-usaha memecah belah NKRI, korupsi yang merugikan Indonesia, dan sebagainya.
Dengan adanya momentum hari pahlawan ini berarti mengingatkan memori kita kepada perjuangan para pahlawan pada tanggal 10 Nopember 1945 silam. Setidaknya ada rasa semangat yang diwariskan oleh para pahlawan. Kita semua tentunya tidak ingin bangsa kita menjadi bangsa yang terjajah, baik dari segi sosial, budaya, politik dan ekonomi. Jika demikian, mari kita berjuang bersama-sama meneruskan para pahlawan untuk mempertahankan bangsa ini dengan kemampuan yang kita miliki masing-masing. Yang masih sekolah atau kuliah dengan belajar yang sungguh-sungguh, yang menjadi wakil rakyat dengan mengabdikan dirinya dengan sepenuh jiwa, bukan malah menjadikan kedudukannya sebagai piranti untuk memperkaya diri.
* Mahasiswa Universitas Al-Ahgaff, Hadhramaut-Yaman. Sekarang menjabat sebagai Kepala Departemen Pendidikan dan Dakwah DPW Hadramaut PPI Yaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar