Tiga Makna Hijrah
Ada tiga makna utama dari momentrum hijrah
Rasulullah saw yang dapat diterapkan dalam kehidupan masa kini. Pertama,
memaknai hijrah Rasulullah sebagai Hijrah Insaniyyah, Hijrah Tsaqafiyyah, dan
Hijrah Islamiyyah.
الحمد
لله على نعمه فى أول الشهر من السنة الهجرة التامة, الذى جعل هذا اليوم من أعظم
الأيام الرحمة, أحمده حمد الحامدين, واستعينه أنه خيرالمعين, وأتوكل عليه انه ثقة
المتوكلين أشهد أن لااله الا الله وحده لاشريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
المجتبى وسيد الورى رحمة للعالمين. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه
اجمعين وسلم تسليما كثيرا...اما بعد.
Marilah pada jum’at kedua bulan Muharram ini
kita lebih memanfaatkan berbagai keutamaan yang disediakan oleh Allah guna
meningkatkan ketaqwaan kita kepada-Nya. Karena sesungguhnya Muharram adalah
salah satu bulan yang istimewa dan dimuliakan.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Bulan Muharram dalam tradisi Islam memiliki
keistimewaan dan sisi kesejarahan yang panjang. Diantara kelebihan bulam
Muharram terletak pada hari ‘asyura atau hari kesepuluh pada bulan Muharram.
Karena pada hari ‘asyura’ itulah (seperti yang termaktub dalam I’anatut
Thalibin) Allah untuk pertama kali menciptakan dunia, dan pada hari yang sama
pula Allah akan mengakhiri kehidupan di dunia (qiyamat). Pada hari ‘asyura’
pula Allah mencipta Lauh Mahfudh dan Qalam, menurunkan hujan untuk pertama
kalinya, menurunkan rahmat di atas bumi. Dan pada hari ‘asyura’ itu Allah
mengangkat Nabi Isa as. ke atas langit. Dan pada hari ‘asyura’ itulah Nabi Nuh
as. turun dari kapal setelah berlayar karena banjir bandang. Sesampainya di
daratan Nabi Nuh as. bertanya kepada pada umatnya “masihkah ada bekal pelayaran
yang tersisa untuk dimakan?” kemudian mereka menjawab “masih ya Nabi” Kemudian
Nabi Nuh memerintahkan untuk mengaduk sisa-sisa makanan itu menjadi adonan
bubur, dan disedekahkan ke semua orang. Karena itulah kita mengenal bubur suro.
Yaitu bubur yang dibikin untuk menghormati hari ‘asyuro’.
Bubur suro merupakan pengejawentahan rasa
syukur manusia atas keselamatan yang Selma ini diberikan oleh Allah swt. Namun
dibalik itu bubur suro (jawa) selain simbol dari keselamatan juga pengabadian
atas kemenangan Nabi Musa as, dan hancurnya bala Fir’aun. Oleh karena itu
barang siapa berpuasa dihari ‘asyura’ seperti berpuasa selama satu tahun penuh,
karena puasa di hari ‘asyura’ seperti puasanya para Nabi. Intinya hari ‘syura’
adalah hari istimewa. Banyak keistimewaan yang diberikan oleh Allah pada hari
ini diantaranya adalah pelipat gandaan pahala bagi yang melaksanakan ibadah
pada hari itu. Hari ini adalah hari kasih sayang, dianjurkan oleh semua muslim
untuk melaksanakan kebaikan, menambah pundi-pundi pahala dengan
bersilaturrahim, beribadah, dan banyak sedekah terutama bersedekah kepada anak
yatim-piatu.
Jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah
Semua itu adalah sejarah. Masalalu yang
tersisa ceritanya untuk kita di masa kini. Sejarah memang perlu diingat dan
dipelajari demi kemaslahatan masa depan. Dalam rangka menjaga ingatan yang
telah melewati bentangan waktu yang bergitu panjang. Manusia membutuhkan
tradisi. Yaitu segala macam tata nilai yang masih tersisa hingga kini dari masa
lalu. Merawat tradisi sama artinya dengan usaha menghadirkan masa lalu dalam
kerangka kehidupan masa kini. Oleh karena itu kita sering merasakan kehadiran
tradisi di tengah-tengah kita sebagai sesuatu yang aneh dan lain. Maklum saja
karena tradisi merupakan potongan masa lalu yang dihadirkan kembali di masa
kini.
Maka menjadi wajar jika orang masa kini
terheran-heran melihat munculnya tradisi yang nampak arkaik dan kuno. Banyak
sekali orang masa kini yang mengacuhkan dan menyepelekan tradisi, karena
dianggap sebagai sesuatu yang mubadzir atau tidak rasional. Perayaan haul,
maulidan, baca diba’, dan shalawat lengkap dengan hadrohnya juga syuro-an
dianggap sebagai bid’ah dan khurafat. Hal ini sesungguhnya menunjukkan betapa
kesedaran orang tersebut akan sejarah sangat dangkal. Mereka tidak mau mengerti
dan memahami masa lalunya.
Namun, di sisi lain, tidak baik juga apabila
manusia selalu menjunjung dan terlalu silau dengan zaman keemasan masa lalu.
Karena sesungguhnya kita hidup pada masa kini. Oleh karena itu manusia masa
kini harus mampu menempatkan tradisi agar tidak menggunakannya hanya sebagai
asesoris kehidupan. Maka menjadi perlu bagi kita orang muslim merawat tradisi
dan juga memaknainya kembali untuk kontekstual masa kini. Begitu pula
pentingnya memaknai momentum hijrah Rasulullah saw yang dijadikan pedoman
penghitungan masa dalam Islam.
Jama’ah yang berbahagia
Ada tiga makna utama dari momentrum hijrah
Rasulullah saw yang dapat diterapkan dalam kehidupan masa kini. Pertama,
memaknai hijrah Rasulullah sebagai Hijrah Insaniyyah. Sebagai transformasi
nilai-nilai kemanusiaa. Perubahan paradigma masyarakat Arab setelah kedatangan
Islam dan pola pikir mereka menunjukkan betapa sisi-sisi kemanusiaan dijadikan
materi utama dakwah Rasulullah saw. bahwa semua manusia memiliki derajat yang
sama, hanya Allahlah satu-satunya Zat yang memiliki perbedaan dengan manusia.
Itulah inti kalimat Syahadat أشهد أن لا اله الا الله bahwa
tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah.
Pernyataan syahadat ini secara langsung mengeliminir
segala macam perbudakan dan penguasaan atas seseorang. Dan inilah yang paling
ditakutkan oleh para bangsawan Makkah semacam Abu Jahal pada waktu itu. Karena
misi kemanusiaan ini dapat merobohkan dominasi mereka atas para budak belian.
Dengan demikian, sungguh Islam telah meletakkan sebuah pondasi tata nilai
kemanusiaan. Sebagaimana dengan tegas disampaikan Rasulullah saw dalam
khutbahnya ketika haji wada’:
إن
دمائكم وأموالكم وأعراضكم عليكم حرام
"Sesungguhnya darahmu, hartamu dan
kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim).
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Kemudian kita harus memaknai momentum hijrah
ini sebagai Hijrah Tsaqafiyyah, yaitu hijrah kebudayaan. Hijrah dari kebudayaan
jahiliyyah menuju kebudayaan madaniyah. Kebudayaan yang sarat dengan makna dan
kemuliaan sebagaimana diperlihatkan oleh Rasulullah dalam tata krama
keseharian. Dalam pergaulannya, beliau menghargai dan menggauli semua orang
dengan cara yang sama tanpa ada perbedaan. Bahkan lebih dari itu, beliau selalu
bertindak sopan dan ramah kepada semua orang tidak pernah pandang bulu.
Sebagaimana sabda beliau:
إنما
البعثت لأتمم مكارم الأخلاق
Bahwasannya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlaq.
Inilah sejatinya fondasi kebudayaan dalam
kacamata Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemuliaan. Termasuk di
dalamnya adalah kebersamaan, gotong royong dan kesetia kawanan. Inilah
nilai-nilai yang kini mulai lenyap dari kehidupan kita digantikan dengan
individualism dan kapitalime.
Yang ketiga, Jama’ah Jum’ah yang Dimuliakan
Allah
Adalah memaknai hijrah sebagai Hijrah
Islamiyyah, yaitu peralihan kepeasrahan kepada Allah secara total. Momentum
hijrah ini harus kita maknai sebagai upaya peralihan diri menuju kepasrahan
total kepada Allah Yang Maha Kuasa. Artinya setelah modernism menggiring kita
kepada rasionalisme yang tinggi, hingga menyandarkan kehidupan kepada
teknologi. Dan mengandalkan struktur sebuah system. Maka kini saatnya kita
berbalik kepada Allah Yang Maha Pencipta. Sadarlah bahwasannya berbagai
pertunjukan modernisme semata merupakan hasil kreatifitas manusia belaka.
Oleh karenanya, marilah di awal tahun baru
ini kita memulai hidup baru dengan paradigma yang baru sesuai dengan makna
hijrah tersebut.
اللهم
ربنا اصرف عنا عذاب جهنم إن عذابها كان غراما, إنها سائت مستقرومقاما, ربنا هب لنا
من أزواجنا وذرياتنا قرة أعين واجعلنا للمتقين إماما, بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ
فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ
وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ
السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ
وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ
عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ
بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا
اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ
بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا
اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ
اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ
وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ
اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ
اللهِ اَكْبَرْ
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar