Kamis, 04 Juni 2020

Khofifah: Sementara, Lebaran Online Dulu

Sementara, Lebaran Online Dulu

Oleh: Khofifah Indar Parawansa

 

BISA jadi, sebagian besar umat Islam di Indonesia merasa prihatin dengan perayaan Idul Fitri tahun ini. Rutinitas berkumpul dengan sanak keluarga, bersalaman, dan bersilaturahmi sebagaimana Lebaran tahun-tahun sebelumnya harus tertunda. Pemerintah mengeluarkan imbauan untuk sementara tetap berada di rumah dulu.

 

Kebijakan yang mungkin sulit diterima masyarakat. Tapi, ini bertujuan untuk kebaikan bersama. Sesuai kaidah fikih, mencegah mafsadat harus didahulukan daripada mengambil manfaat. Saat ini, berkerumun menjadi satu aktivitas yang memiliki tingkat risiko yang sangat tinggi. Persebaran virus Covid-19 sangat besar muncul dari kerumunan tersebut.

 

Saya meyakni bahwa sebagian besar orang kecewa ketika dilarang berkumpul. Silaturahmi sangat penting. Silaturahmi memperpanjang usia dan melancarkan rezeki. Tapi, silaturahmi menjadi persoalan jika kemudian memunculkan masalah baru.

 

Semua tahu bahwa pandemi Covid-19 belum rampung. Tidak ada yang tahu kapan pandemi ini rampung. Standar protokol pencegahan penularan Covid-19 menyatakan cara paling efektif memutus rantai persebaran virus adalah menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Karena itu, langkah yang terbaik saat ini adalah inisiatif kita untuk menunda silaturahmi secara langsung.

 

Namun, langkah itu tidak berarti silaturahmi tersebut dilarang. Hanya, metode silaturahmi yang diubah. Allah telah mengaruniakan kecerdasan kepada manusia sehingga muncul teknologi informasi, yang di dalamnya ada kecanggihan internet yang memungkinkan silaturahmi secara virtual. Mereka yang jauh bisa menjadi dekat. Teknologi tersebut menjawab kebutuhan masyarakat di masa pandemi ini. Sementara, Lebaran online dulu.

 

Menghindari kerumunan adalah bagian dari ikhtiar manusia menghadapi Covid-19. Dan, ikhtiar adalah tahapan yang harus dijalani manusia saat ingin mendapatkan sesuatu. Tahapan untuk berproses. Semua orang ingin pandemi Covid-19 selesai. Ikhtiar harus dijalankan siapa pun.

 

Langkah ikhtiar sudah jelas. Social dan physical distancing harus diterapkan. Keperluan untuk silaturahmi dilaksanakan secara virtual. Semua itu menjadi bagian dari ikhtiar. Di dalamnya, terdapat upaya menghindari kemudaratan.

 

Saya meyakini bahwa menjalani ikhtiar akan membawa hasil yang bermanfaat. Entah kapan manfaat itu diturunkan Allah. Yang jelas, tahapan manusia saat ini adalah ikhtiar. Setelah ikhtiar dilaksanakan, tahap selanjutnya adalah tawakal. Berserah diri kepada Allah.

 

Banyak contoh kerumunan membawa dampak negatif di masa ini. Klaster yang muncul dari kerumunan orang di pasar adalah bukti nyata. Saya meyakini bahwa semua orang tidak ingin fenomena klaster pasar muncul kembali. Karena itu, mari berikhtiar sejenak. Menahan dan menunda keinginan untuk bertemu saudara secara langsung.

 

Di sisi lain, menunda aktivitas silaturahmi secara langsung sangat menghargai tenaga medis yang sedang menjalankan tugasnya merawat pasien Covid-19 di sejumlah rumah sakit. Saat ini, mereka berjuang menyelamatkan ribuan nyawa manusia yang terkonfirmasi positif. Sejenak mereka lupa bahwa nyawanya juga terancam.

 

Tenaga medis lebih fokus pada penyembuhan pasien. Mereka mengesampingkan urusan keluarga. Mereka, baik dokter, perawat, maupun lainnya, juga menunda untuk bertemu dengan keluarga. Sama-sama merasakan kerinduan yang mendalam.

 

Perilaku social dan physical distancing memberi angin segar bagi mereka. Setidaknya, tenaga medis merasa bahwa masyarakat memberikan dukungan moral yang luar biasa. Masyarakat menjunjung tinggi kesadaran untuk mencegah persebaran virus Covid-19. Secara tidak langsung, masyarakat membantu tenaga medis menyelesaikan tugasnya.

 

Ini penting. Sinergisitas sangat diperlukan. Masing-masing memiliki peran dalam mengatasi wabah ini. Dan, peran itu harus dimaksimalkan sesuai dengan bidang kita masing-masing. Pemerintah pusat dan daerah tidak bisa bekerja sendiri. Begitu juga dengan masyarakat dan tenaga medis, mereka tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Harus bersinergi dan berkolaborasi untuk kepentingan bersama.

 

Allah Maha Mengetahui apa yang diinginkan hamba-Nya. Dan, Allah tidak akan membebankan cobaan kepada hamba-Nya melebihi kemampuannya. Ini tertuang pada ayat terakhir surah Al-Baqarah. Janji Allah, dan Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya.

 

Saya mengajak diri saya dan seluruh umat Islam di Indonesia merenungkan fenomena yang sedang terjadi. Semua merasakan. Ini wabah membawa dampak kepada seluruh manusia. Upaya mengatasinya pun harus bersama-sama. Kita akan kuat kalau kita berjuang bersama-sama.

 

Memang sulit. Tapi, mari bersama memahami bahwa di balik kesulitan yang Allah berikan, akan disertakan juga kemudahan. Yakinlah atas apa yang difirmankan Allah pada Alquran. Saya yakin, ada hikmah di balik semua ini.

 

Lebaran melalui online tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Semua orang pasti ingin merasakan indahnya kebersamaan dan kehangatan di tengah keluarga pada masa Lebaran. Semua orang ingin membuat kenangan saat mudik ke kampung halaman. Tapi, untuk ikhtiar bersama, mari tunda keinginan itu. Ikhtiar untuk kebaikan bersama.

 

Saya juga meyakini bahwa semua orang ingin menjadi manusia yang baik. Islam pun sudah mengajarkan itu. Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat untuk orang lain.

 

Nah, menahan diri, menghindari kerumunan, social dan physical distancing adalah perilaku yang membawa manfaat untuk orang lain. Menjalankan prosedur tersebut sama halnya menjadikan kita sebagai manusia yang baik. Sebab, perilaku kita membawa manfaat untuk orang lain.

 

Marilah memahami bahwa fenomena yang terjadi tidak lepas dari kehendak Allah. Sebagai manusia yang mengimani kitab Allah, pasti memahami jika Allah menghendaki, semua bisa terwujud. Tidak bisa dihindari. Kun fayakun.

 

Begitu pula ketika Allah mengendaki umat-Nya berkumpul bersama keluarga, seketika itu pula semua umat-Nya bisa berkumpul dengan keluarga.

 

Pandemi Covid-19 adalah kesempatan bagi kita sebagai masa untuk merenung. Manusia dihadapkan pada situasi menunda aktivitas saling bertemu dan silaturahmi. Hikmah yang bisa dipetik di kemudian hari, manusia menghargai momentum dan kesempatan yang diberikan Allah bersama keluarga, sahabat, serta kolega.

 

Karena itu, sambil menunggu masa pandemi Covid-19 reda, saya mengajak semua untuk berdoa. Memohon ampun kepada Allah dan senantiasa memberikan petunjuk kepada kita semua. Dengan begitu, kita semua masyarakat Indonesia menjadi bagian dari hamba yang dikasihi Allah. Semoga. Wallahu a’lam bi showab. []

 

JAWA POS, 23 Mei 2020

Khofifah Indar Parawansa | Gubernur Jawa Timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar