Rumah tangga, sebagai institusi kecil dan hubungan yang sengaja dibentuk serta dipelihara, memiliki misi agung tertentu, salah satu dari tujuan utama membangun rumah tangga adalah menciptakan ketenangan, ketentraman dan kesejahteraan, sebagaimana dalam surat ar-Rum ayat 21:
وَمِنْ
اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا
اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً، اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ
لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
Artinya, “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran) Allah ialah Dia menciptakan
pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan Dia (Allah) menjadikan di antaramu rasa kasih dan
sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
Berkaitan ayat tersebut Imam al-Maraghi menjelaskan:
أي
من آيته الدالة على البعث والإعادة أن خلق لكم أزواجا من جنسكم لتأنسوا بها، وجعل
بينكم المودة والرحمة لتدوم الحياة المنزلية على أتم نظام
Artinya, “Termasuk tanda kekuasaan Allah yang menunjukkan atas hari kebangkitan
dan kembalinya manusia adalah diciptakannya pasangan-pasangan hidup dari jenis
yang sama agar saling mengasihi, dan Allah menciptakan kasih sayang di antara
meraka agar kehidupan rumah tangga menjadi langgeng dalam kondisi terorganisir
secara lebih sempurna.” (Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsîrul Marâghi, [Beirut,
Darul Kutubil ‘Ilamiyyah: 2015], juz VII, halaman 269).
Prinsip kesejahteraan rumah tangga dalam Islam ini kemudian akrab disebut dengan istilah sakinah, mawadah wa rahmah, artinya keluarga yang tenang, penuh cinta, dan penuh kasih sayang.
Perlu kita sadari, yang sangat fundamental dalam membangun hubungan sehat
adalah terbentuknya relasi yang baik (relationship) di antara para pihak.
Begitu pula dalam rumah tangga, bahkan lebih dari sekedar relationship,
hubungan antara pasangan juga harus dibangun berdasar prinsip
partnership atau basis kemitraan, di mana pasangan tidak hanya menjadi sebatas
teman hidup belaka, namun pasangan harus diperlakukan sebagai partner, artinya
suami tidak bertindak sewenang-wenang tanpa mempertimbangkan kepentingan,
kondisi, perasaan dan atau pendapat sang istri. Istri juga berhak memberikan
kontribusi tertentu dalam rumah tangga. Hal ini bisa kita sederhanakan dengan
istilah, suami harus bergaul dengan istri dengan cara yang baik atau
mu’âsyarah bil ma’rûf. Begitu pula sebaliknya.
Bergaul yang Baik terhadap Istri
Dalam mendefinisikan mu’âsyarah bil ma’rûf, Imam Ibn Katsir menyampaikan:
أن
العشر بالمعروف تتضمن طيب الكلام وحسن الأفعال والهيئات بين الزوجين
Artinya, “Sesungguhnya bergaul dengan baik terhadap istri meliputi, ucapan yang
baik, tingkah laku yang baik, dan juga sikap-sikap baik (lainnya) di antara
suami dan istri.” (Ibnu Katsir, Tafsîrul Qur-ânil Adhîm, [Beirut, Darul Fikr:
2000], juz II, halaman 212).
Sementara Sayyid Alawi al-Maliki menjelaskan, termasuk salah satu bentuk pergaulan yang baik terhadap istri adalah dengan mengajaknya bercanda dan menggodanya, karena menurutnya tindakan suami seperti itu dapat menghibur hati istri, membuatnya merasa tenang, dan membuat fikirannya lebih rileks. Artinya bergaul secara baik terhadap istri, tidak hanya dipenuhi dengan hal-hal yang bersifat materil saja, seperti memenuhi kebutuhan nafkah sehari-hari, namun juga berbentuk hal immaterial, yakni menjaga perasaan istri, membuat hatinya senang, dan membuatnya merasa nyaman.
Dalam menggambarkan pola hubungan suami istri ini Hujjatul Islam al-Ghazali
mencontohkan:
فينبغى
أن تسلك سبيل الاقتصاد فى المخالفة والموافقة وتتبع الحق فى جميع ذالك
Artinya, “Dan hendaknya anda (suami) memilih cara yang seimbang dalam menolak
dan menuruti, serta mengikuti rambu-rambu kebenaran dalam segala hal itu (dalam
hal menggauili istri dengan baik, dan memenuhi keinginanya).” (Al-Ghazali,
Ihyâ’ Ulûmiddîn, [Al-Haramain: 1999], juz II, halaman 46).
Menurut Imam al-Ghazali, salah satu bentuk relasi ideal antara suami istri yang
dapat menjadi salah satu pilar penyangga keharmonisan rumah tangga adalah
dengan memperlakukan istri secara baik dan menghormati posisinya,
mempertimbangkan keinginan, perasaan, dan pendapatnya. Namun demikian, suami
juga tidak boleh sampai lengah dan lepas kendali, atau bahkan hanyut dalam
dominasi serta keinginan istrinya.
Bersikap Baik terhadap Pasangan
Pada dasarnya kita memahami bahwa Islam mengamini adanya hubungan timbal balik antara suami dan istri. Istri harus menghormati suami dan mematuhi perintahnya sebagai kepala rumah tangga. Namun sebaliknya suami tidak dapat bertindak sewenang-wenang terhadap istrinya, dan harus memperlakukannya dengan baik serta menjaga perasaannya, dengan pola hubungan yang saling menghormati dan saling menghargai. Tentu dengan demikian cita-cita pembentukan keluarga Islami untuk menghadirkan keluarga yang sakinah mawaddah warahmah, dapat terwujudkan. Wallâhu a’lamu bis shawâb. []
Ning Shofiyatul Ummah, Pengajar PP. Nurud Dhalam Sumenep.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar