Sayyidah Aisyah RA adalah istri Rasulullah SAW. Ia dinikahi saat gadis oleh Rasulullah SAW. Ia satu-satunya istri Rasulullah yang dinikahi saat gadis. Selain Sayyidah Aisyah RA, tidak ada istri nabi yang dinikahinya dengan status gadis.
Sayyidah Aisyah RA adalah istri nabi paling cerdas dan paling kuat hafalannya
dibandingkan istri-istri nabi lainnya. Bahkan ia lebih cerdas daripada umumnya
laki-laki di zamannya. Tidak heran kalau ia menjadi tempat bertanya ulama-ulama
terkemuka di kalangan sahabat Rasulullah SAW. (Lihat Syekh M Ali
As-Shabuni,Rawa‘iul Bayan Tafsiru Ayatil Ahkam minal Qur’an, [Kairo, Darul
Alamiyyah: 2015 M/1436 H], juz II, halaman 274).
At-Tirmidzi meriwayatkan keutamaan Sayyidah Aisyah RA dari sahabat Abu Musa
Al-Asy‘ari yang mengatakan, “Tidaklah terjadi sebuah problem (kemusykilan) di
tengah kami, sahabat rasul, perihal sebuah hadits kecuali kami menanyakannya
kepada Sayyidah Aisyah RA dan kami menemukan ilmu baru darinya.”
Kealiman Sayyidah Aisyah RA diakui oleh bukan seorang, tetapi banyak orang baik
dari kalangan sahabat maupun generasi tabi’in. Abud Dhuha meriwayatkan dari
Masruq yang mengatakan, “Aku melihat orang-orang tua di kalangan sahabat
bertanya banyak hal kepada Sayyidah Aisyah RA.”
Pengakuan atas kealiman Sayyidah Aisyah RA juga disampaikan oleh Urwah bin
Zubair. Urwah mengatakan, “Aku tidak pernah melihat perempuan yang lebih cerdas
dalam bidang kedokteran, fiqih, dan syair selain Sayyidah Aisyah RA.”
Tidak heran kalau kitab-kitab hadits menjadi saksi atas keluasan ilmu Sayyidah
Aisyah RA dan kecerdasannya yang istimewa. Tidak ada seorang pun yang melebihi
periwayatan hadits Sayyidah Aisyah RA di kitab-kitab shahih selain dua orang,
yaitu Abu Hurairah RA dan Abdullah bin Umar RA. (Lihat Syekh M Ali As-Shabuni,
2015 M/1436 H: II/274-275).
Sayyidah Aisyah RA dicintai oleh Rasulullah SAW melebihi istri-istri lainnya.
Meski demikian, Rasulullah SAW tetap bertindak adil dalam pembagian giliran
bermalam. “Ya Allah, ini pembagian (giliran bermalam) yang aku mampu. Janganlah
kau menyiksaku pada soal (kecenderungan hati) yang aku tidak mampu.”
Ketika turun ayat takhyir (pilihan bagi para istri nabi untuk tetap bertahan
atau mengambil kehidupan duniawi plus perceraian) pada Surat Al-Ahzab ayat 28,
Rasulullah memulai pilihan tersebut dengan Sayyidah Aisyah RA.
“Aku akan menyebutkan sesuatu kepadamu. Janganlah kamu tergesa-gesa sehingga
kau meminta pertimbangan kedua orang tuamu,” kata Nabi Muhammad SAW.
“Padahal ia (suaminya) sudah tahu kalau kedua orang tuaku pasti takkan
mengizinkan apalagi memerintahkanku untuk bercerai dengannya,” kata Sayyidah
Aisyah RA dalam hati sambil menunggu apa yang akan disampaikan suaminya.
Nabi Muhammad SAW kemudian membacakan Surat Al-Ahzab ayat 28 di hadapan
Sayyidah Aisyah RA.
يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ إِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ
الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا
جَمِيلًا
Artinya, “Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, ‘Jika kalian
menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka mendekatlah niscaya
kuberikan (itu) kepada kalian dan kuceraikan kalian dengan perceraian yang
baik.” (Surat Al-Ahzab ayat 28).
Selesai mendengar ayat pilihan tersebut dibacakan suaminya, Sayyidah Aisyah RA
menjawab, “Apakah hanya karena masalah ini aku akan meminta izin kedua orang
tuaku? Aku hanya menginginkan Allah, rasul-Nya, dan kehidupan akhirat.” []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar