Awal bulan hijriah yang ditetapkan Nahdlatul Ulama bisa berbeda dengan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan lainnya. Hal ini tidak terjadi sekali dua kali, tetapi sudah berkali-kali. Perbedaan ini dilatari dengan ketidaksamaan pemahaman dalam melihat suatu teks nash, baik dalam Al-Qur’an maupun hadits.
Peristiwa yang paling baru tentu saja adalah pada Ramadhan 1443 H. NU
mengikhbarkan, bahwa awal Ramadhan 1443 H jatuh bertepatan dengan Ahad, 3 April
2022. Namun, ada ormas keagamaan lain yang menetapkan, bahwa 1 Ramadhan 1443 H
terjadi pada Sabtu, 2 April 2022.
Penetapan awal bulan hijriah yang dilakukan NU tidak hanya berbeda dengan ormas
keagamaan, tetapi pernah juga beberapa kali mengalami perbedaan dengan
pemerintah.
Sejak pendirian Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) di tahun 1984, setidaknya ada empat peristiwa perbedaan penetapan awal bulan hijriah antara NU dan pemerintah, sebagaimana dilansir situs web resmi LF PBNU http://falakiyah.nu.or.id/OrganisasiSejarah.aspx.
Pertama, perbedaan Idul Fitri 1 Syawal 1412 H. Kala itu, LFNU yang dipimpin
duet KH Irfan Zidni dan KH A Ghazalie Masroeri itu memutuskan bahwa Idul Fitri
di tahun tersebut jatuh pada Sabtu, 4 April 1992.
Hal itu didasari pada keberhasilan perukyat di Cakung, Jakarta Timur melihat hilal. Karena hilal sudah terlihat, maka secara otomatis, Ramadhan 1442 H hanya berumur 29 hari, esok harinya sudah masuk bulan baru, 1 Syawal 1412 H.
Namun, keputusan pemerintah saat itu berbeda dengan yang ditetapkan NU.
Pemerintah melalui Menteri Agama saat itu, Moenawir Sjadzali, memutuskan untuk
menggenapkan bulan Ramadhan menjadi 30 hari (istikmal) sehingga hari raya Idul
Fitri, 1 Syawal 1412 H jatuh pada lusa, Ahad, 5 April 1992 M.
Hal demikian terulang di dua tahun berikutnya. Pemerintah melalui Menteri Agama
Tarmizi Taher memutuskan bahwa hari raya Idul Fitri, 1 Syawal 1413 H terjadi
pada Kamis, 25 Maret 1993 M. Sementara NU memutuskan, bahwa 1 Syawal 1413 H
jatuh pada Rabu, 24 Maret 1993 M, berbeda sehari dengan keputusan yang
ditetapkan pemerintah.
Pun pada Idul Fitri tahun 1414 H. Saat itu, NU memutuskan 1 Syawal 1414 jatuh pada Ahad, 13 Maret 1994 M. Sementara Menteri Agama Tarmizi Taher yang mewakili pemerintah memutuskan hari raya Idul Fitri terjadi pada satu hari berikutnya, yakni Senin, 14 Maret 1994 M.
Perbedaan demikian tidak hanya terjadi pada bulan Syawal untuk hari raya Idul
Fitri. NU juga pernah berbeda dengan pemerintah dalam menetapkan hari raya Idul
Adha. Bahkan, hal ini terjadi saat pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden KH
Abdurrahman Wahid dengan Menteri Agama KH M. Tolchah Hasan yang notabene
keduanya merupakan tokoh NU.
Perbedaan ini terjadi pada Idul Adha tahun 1420 H. Saat itu, NU melalui LF NU
di bawah komando KH Ahmad Ghazalie Masroeri memutuskan bahwa Idul Adha terjadi
pada Jumat, 17 Maret 2000.
Hal itu didasarkan pada laporan perukyat yang tidak berhasil melihat hilal pada Senin, 6 Maret 2000 M, atau bertepatan dengan 29 Dzulqa’dah 1420 H. Dengan begitu, bulan kesebelas itu digenapkan menjadi 20 hari (istikmal) sehingga 1 Dzulhijjah 1420 H terjadi pada lusanya, yakni Rabu, 8 Maret 2000 M.
Sementara itu, Kiai Tolchah sebagai menteri agama memutuskan, bahwa Idul Adha
1420 H terjadi pada Kamis, 16 Maret 2000. Keputusan ini didasarkan pada
terpenuhinya kriteria imkanur rukyat (kemungkinan hilal bisa
terlihat/visibilitas) pada hilal di akhir bulan Dzulqa’dah 1420 H itu. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar