KHUTBAH JUMAT
Mengajak kepada Kebaikan tapi Diri Sendiri Tak Melakukan?
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ
أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّيْ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصّٰدِقِيْنَ (التوبة: ١١٩)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Mengawali khutbah pada siang hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah subhanahu wata’ala, dengan senantiasa berupaya melakukan semua kewajiban dan meninggalkan semua larangan.
Kaum Muslimin yang berbahagia, Allah subhanahu wata’ala mencela sekelompok kaum yang mengajak berbuat baik namun tidak mengerjakannya dalam firman-Nya:
اَتَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ اَنْفُسَكُمْ وَاَنْتُمْ تَتْلُوْنَ الْكِتٰبَ ۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ (البقرة: ٤٤)
Maknanya: “Mengapa kalian menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri, padahal kalian membaca Kitab (Taurat)? Tidakkah kalian mengerti?” (QS al-Baqarah: 44).
Ayat ini konteksnya adalah mengingatkan Bani Isra’il akan beragam nikmat yang Allah anugerahkan kepada mereka dan menjelaskan keadaan mereka. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menjelaskan makna ayat di atas bahwa para pemuka agama Yahudi menyuruh pengikut-pengikut mereka untuk mengikuti Taurat sedangkan mereka sendiri menyalahinya, yaitu dengan mengingkari sifat-sifat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Diriwayatkan bahwa suatu ketika umat Islam pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: Seandainya kita diperintahkan untuk melakukan sesuatu, niscaya akan kita laksanakan. Lalu turunlah ayat:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لَا تَفْعَلُوْنَ، كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ (الصف: ٢-٣)
Maknanya: “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci oleh Allah jika kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan” (QS ash-Shaff: 2-3).
Dari Abu Shalih, ia berkata: Telah sampai berita kepadaku bahwa ayat ini turun berkaitan dengan perintah jihad. Seseorang berkata: “Aku telah berperang dan berjihad,” padahal ia tidak melakukannya. Kemudian Allah menurunkan ayat di atas sebagai nasihat yang sangat keras kepada mereka. Allah subhanahu wata’ala menceritakan perkataan Nabi Syu’aib ‘alaihis salam:
وَّمَآ اُرِيْدُ اَنْ اُخَالِفَكُمْ اِلٰى مَآ اَنْهٰىكُمْ عَنْهُ ۗاِنْ اُرِيْدُ اِلَّا الْاِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُۗ (هود: ٨٨)
Maknanya: “Aku tidak akan melarang kalian dari suatu perkara lalu aku melakukannya. Aku tidaklah bermaksud kecuali mendatangkan perbaikan bagi kalian sekuat yang aku mampu, (yaitu menyampaikan wahyu kepada kalian bukan memaksa kalian)” (QS Hud: 88)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
يُؤتَى بِالرَّجُل يَومَ القِيَامَة فَيُلْقَى في النَّار، فَتَنْدَلِقُ أَقْتَاب بَطْنِه فَيدُورُ بِهَا كَمَا يَدُورُ الحِمَارُ فِي الرَّحَى، فَيَجْتَمِع إِلَيه أَهلُ النَّارِ، فَيَقُولُون: يَا فُلاَنُ، مَا لَكَ؟ أَلَم تَكُ تَأمُرُ بِالمَعرُوف وَتَنْهَى عَن المُنْكَر؟ فيقول: بَلَى، كُنتُ آمُرُ بِالمَعرُوف وَلاَ آتِيهِ، وَأَنهَى عَن المُنكَر وَآتِيهِ (متفق عليه)
Maknanya: “Pada hari kiamat nanti akan didatangkan seseorang, lalu ia dilemparkan ke dalam neraka sehingga usus-usus dalam perutnya terburai. Lalu ia berputar-putar seperti keledai berputar-putar pada penggilingannya. Para penghuni neraka mengerumuninya seraya bertanya, “Wahai fulan! Kenapa kamu? Bukankah engkau dulu memerintahkan perbuatan baik dan mencegah perbuatan mungkar?” Ia menjawab, “Benar, dulu aku memerintahkan kebaikan tapi tidak melaksanakannya, dan aku mencegah kemungkaran tapi justru melakukannya.” (Muttafaq ‘alaih)
Ketika perjalanan Isra’ dan Mi’raj, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melewati sekumpulan orang yang digunting bibir dan lisan mereka dengan gunting dari api. Nabi pun bertanya kepada Jibril. Jibril menjawab: Mereka adalah para penceramah dari umatmu yang mengatakan sesuatu yang tidak mereka lakukan (HR Ibnu Hibban)
Seorang ulama besar di kalangan tabi’in, Abul Aswad ad-Du’ali rahimahullah berkata:
لَا تَنْهَ عَنْ خُلُقٍ وَتَأْتِيَ مِثْلَهُ * عاَرٌ عَلَيْكَ إِذَا فَعَلْتَ عَظِيْمُ “
Janganlah engkau melarang perilaku, namun engkau juga melakukan semisalnya. Aib besar bagimu jika kau melakukan yang demikian.”
Kaum Muslimin yang berbahagia,
Banyak orang yang keliru dalam memahami ayat, hadits, dan maqalah di atas. Sehingga mereka tidak mau melakukan amar makruf nahi munkar dengan alasan masih belum bisa mengamalkan kebaikan yang akan ia perintahkan atau masih belum mampu meninggalkan kemungkaran yang akan ia larang. Mereka bahkan mencela habis-habisan orang yang mengajak kepada kebaikan yang tidak ia kerjakan atau orang yang mencegah dari dosa yang ia sendiri melakukannya.
Padahal sebenarnya yang dicela dengan keras oleh ayat, hadits, dan para ulama adalah sikap meninggalkan kewajiban atau melakukan kemaksiatan, bukan amar makruf nahi munkarnya. Meninggalkan kewajiban atau melakukan kemaksiatan adalah satu hal. Dan beramar makruf nahi munkar adalah hal yang berbeda. Kita diperintahkan dua hal: (1) melakukan kebaikan (2) memerintahkan orang lain berbuat kebaikan. Dan kita juga dilarang dari 2 hal: (1) melakukan kemungkaran (2) meninggalkan nahi munkar. Sesuatu yang tidak dapat dicapai seluruhnya, maka jangan tinggalkan semuanya. Seseorang yang tidak mampu khusyuk dalam shalat atau tidak mampu mengerjakan shalat secara berjamaah, maka ia tidak boleh meninggalkan shalat sama sekali.
Dengan demikian, orang yang mencegah orang lain berbuat maksiat, sedangkan ia sendiri masih melakukannya, maka dosanya satu. Yaitu dosa melakukan maksiat. Sedangkan nahi munkar yang wajib ia lakukan, telah ia tunaikan. Sedangkan seseorang yang tidak mau mencegah orang lain berbuat maksiat padahal ia mampu melakukannya dengan alasan ia sendiri masih mengerjakannya, maka dosanya dua. Yaitu dosa melakukan maksiat dan dosa meninggalkan nahi munkar.
Allah ta’ala berfirman:
لُعِنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْۢ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ عَلٰى لِسَانِ دَاوٗدَ وَعِيْسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۗذٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوْا يَعْتَدُوْنَ، كَانُوْا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُّنْكَرٍ فَعَلُوْهُۗ لَبِئْسَ مَا كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ (المائدة: ٧٨-٧٩)
Maknanya: “Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat melalui lisan (ucapan) Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka tidak saling mencegah perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat” (QS al-Ma’idah: 78-79).
Dalam ayat di atas, Allah ta’ala mencela orang-orang kafir dari Bani Israil dikarenakan tidak saling mencegah perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat. Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Para ulama mengatakan: seseorang yang melakukan nahi munkar tidak disyaratkan bersih dari maksiat. Bahkan para pelaku maksiat diwajibkan satu dengan lainnya saling mencegah dari kemaksiatan.
وَعَلَى مُدِيْرِ الْكَاسِ أَنْ يَنْهَى الْجُلَّاسَ
“Seorang penghidang khamar wajib baginya mencegah orang-orang dari minum khamar.”
Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah mengatakan:
فَلَا بُدَّ لِلْإنْسَانِ مِنَ الْأَمْرِ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ وَالْوَعْظِ وَالتَّذْكِيْرِ، وَلَوْ لَمْ يَعِظْ إِلَّا مَعْصُوْمٌ مِنَ الزَّلَلِ لَمْ يَعِظِ النَّاسَ بَعْدَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَحَدٌ، لِأَنَّهُ لَا عِصْمَةَ لِأَحَدٍ بَعْدَهُ
“Seseorang harus melakukan amar makruf nahi munkar, memberi nasihat dan mengingatkan. Seandainya tidak dibolehkan memberi nasihat kecuali orang yang ma’shum dari dosa, niscaya tidak akan ada seorang pun yang memberikan nasihat kepada manusia sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, karena tidak ada orang yang ma’shum dari dosa setelah beliau.”
Al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi rahimahullah mengatakan:
اِعْمَلْ بعِلْمِيْ وَإِنْ قَصَّرْتُ فِي عَمَلِيْ * يَنْفَعْكَ عِلْمِيْ وَلَا يَضْرُرْكَ تَقْصِيْرِيْ
“Amalkan ilmuku meski aku lalai dalam amalku, niscaya ilmuku bermanfaat bagimu dan kelalainku tidak membahayakanmu.”
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Terakhir, penting untuk disampaikan bahwa yang paling sempurna, paling utama dan paling mengena adalah jika seseorang melakukan apa yang ia amar makrufkan dan meninggalkan apa yang ia nahi munkarkan. Jika sebaliknya, maka keadaanya seperti apa yang ditegaskan oleh Imam ‘Abdurrahman ibn al-Jauzi rahimahullah:
وَمَتَى لَمْ يَعْمَلِ الْوَاعِظُ بِعِلْمِهِ زَلَّتْ مَوْعِظَتُهُ عَنِ الْقُلُوْبِ كَمَا يَزِلُّ الْمَاءُ عَنِ الْحَجَرِ
“Ketika seorang pemberi nasihat tidak mengamalkan ilmunya, maka nasihatnya menggelincir dari hati sebagaimana air menggelincir dari batu”
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
Ustadz Nur Rohmad, anggota tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar