Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi NU Online, saya mau bertanya. Sebagian makanan dan minuman enaknya dinikmati dalam keadaan hangat seperti bubur, sup, atau kopi panas. Sedangkan kita dilarang untuk meniup makanan atau minuman panas. Mohon penjelasannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
(Hamba Allah/Jakarta Selatan)
Jawaban:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Sebagian orang lebih menyukai untuk mengonsumsi makanan atau minuman serba hangat. Sedangkan sebagian makanan atau minuman memang lebih nikmat dikonsumsi dalam keadaan hangat bahkan agak panas.
Terkait pertanyaan di atas, kami akan mengutip sebuah hadits dan sejumlah
pandangan ulama. Imbauan agar kita menghindari meniup makanan dapat ditemukan
pada riwayat Abu Dawud dan At-Tirmidzi berikut ini:
وعن
ابن عباس رضي اللّه عنهما أن النبي نهى أن يتنفس في الإناء أو ينفخ فيه
Artinya: “Dari Ibnu Abbas RA, bahwa Nabi Muhammad SAW melarang pengembusan
nafas dan peniupan (makanan atau minuman) pada bejana,” (HR Abu Dawud dan
At-Tirmidzi).
Dari imbauan ini, ulama Syafi’iyah kemudian memasukkan ke dalam adab
mengonsumsi makanan, salah satunya tidak mengonsumsi makanan atau minuman dalam
keadaan panas. Seseorang dianjurkan mengonsumsi makanan atau minuman setelah
agak dingin.
وَلَا
يَأْكُلَهُ حَارًّا حَتَّى يَبْرُدَ
Artinya: “Ia tidak memakannya dalam keadaan panas sampai agak dingin,” (Abu
Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib).
Dalam hemat kami, kita memang sebaiknya menghindari makanan atau minuman panas
karena tentu membawa mudharat bagi kesehatan, setidaknya membuat iritasi lidah
sehingga tidak dapat merasakan makanan atau minuman secara maksimal.
Solusinya tentu menunggu sampai suhu makanan atau minuman, kopi, berkurang
sehingga dirasa agak hangat. Kalau memerlukan waktu cepat, kita dapat
meniupnya, menggunakan kipas, atau merendam wadahnya untuk menurunkan suhu
makanan atau minuman lebih cepat.
Sebagian ulama Mazhab Hanbali menyatakan bahwa peniupan makanan atau minuman
pada dasarnya dimakruh untuk mendinginkan hidangan tersebut karena dapat
menghilangkan berkah. “Meniup makanan dan minuman panas agar dingin dimakruh.
Di dalam Kitab Mustau’ib disebutkan, ‘Meniup makanan, minuman, dan buku
dilarang.’”
“Al-Amidi mengatakan, meniup tidak dimakruh ketika makanan itu masih panas. Di
dalam Al-Inshaf disebutkan, ini pendapat yang benar, yaitu (meniup makanan)
ketika di sana ada kepentingan untuk mengonsumsinya ketika itu.” (Lihat Manshur
Al-Bahuti, Kasysyaful Qina ‘an Matnil Iqna, [Beirut, Alamul Kutub: 1997 M/1417
H], cetakan pertama, juz IV, halaman 153-154).
وَ
يُكْرَه (التَّنَفُّسُ فِي إنَاءَيْهِمَا) لِأَنَّهُ رُبَّمَا عَادَ إلَيْهِ مِنْ
فِيهِ شَيْءٌ (وَأَكْلُهُ حَارًّا) لِأَنَّهُ لَا بَرَكَةَ فِيهِ كَمَا فِي
الْخَبَرِ (إنْ لَمْ تَكُنْ حَاجَةٌ) إلَى أَكْلِهِ حَارًّا فَيُبَاحُ
Artinya: “Meniup wadah keduanya (makanan atau minuman) dimakruh karena sering
kali sesuatu (racun/karbon dioksida) di mulut kembali ke wadah. Demikian juga
makruh mengonsumsinya dalam keadaan panas karena tidak mengandung keberkahan di
dalamnya sebagaimana di hadits jika tidak ada hajat untuk mengonsumsinya dalam
keadaan panas. (Tetapi jika ada hajat), maka itu dimubah,” (Al-Bahuti, 1997
M/1417 H: IV/154).
Demikian jawaban kami, semoga dipahami dengan baik. Demikian jawaban singkat
ini. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran
dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
(Alhafiz Kurniawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar