Jumat, 10 Februari 2023

(Ngaji of the Day) Hukum Minum Kopi Panas

Pertanyaan:

 

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Redaksi NU Online, saya mau bertanya. Sebagian makanan dan minuman enaknya dinikmati dalam keadaan hangat seperti bubur, sup, atau kopi panas. Sedangkan kita dilarang untuk meniup makanan atau minuman panas. Mohon penjelasannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

 

(Hamba Allah/Jakarta Selatan)


Jawaban
:


Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Sebagian orang lebih menyukai untuk mengonsumsi makanan atau minuman serba hangat. Sedangkan sebagian makanan atau minuman memang lebih nikmat dikonsumsi dalam keadaan hangat bahkan agak panas.


Terkait pertanyaan di atas, kami akan mengutip sebuah hadits dan sejumlah pandangan ulama. Imbauan agar kita menghindari meniup makanan dapat ditemukan pada riwayat Abu Dawud dan At-Tirmidzi berikut ini:


وعن ابن عباس رضي اللّه عنهما أن النبي نهى أن يتنفس في الإناء أو ينفخ فيه


Artinya: “Dari Ibnu Abbas RA, bahwa Nabi Muhammad SAW melarang pengembusan nafas dan peniupan (makanan atau minuman) pada bejana,” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).


Dari imbauan ini, ulama Syafi’iyah kemudian memasukkan ke dalam adab mengonsumsi makanan, salah satunya tidak mengonsumsi makanan atau minuman dalam keadaan panas. Seseorang dianjurkan mengonsumsi makanan atau minuman setelah agak dingin.


وَلَا يَأْكُلَهُ حَارًّا حَتَّى يَبْرُدَ


Artinya: “Ia tidak memakannya dalam keadaan panas sampai agak dingin,” (Abu Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib).


Dalam hemat kami, kita memang sebaiknya menghindari makanan atau minuman panas karena tentu membawa mudharat bagi kesehatan, setidaknya membuat iritasi lidah sehingga tidak dapat merasakan makanan atau minuman secara maksimal.


Solusinya tentu menunggu sampai suhu makanan atau minuman, kopi, berkurang sehingga dirasa agak hangat. Kalau memerlukan waktu cepat, kita dapat meniupnya, menggunakan kipas, atau merendam wadahnya untuk menurunkan suhu makanan atau minuman lebih cepat.


Sebagian ulama Mazhab Hanbali menyatakan bahwa peniupan makanan atau minuman pada dasarnya dimakruh untuk mendinginkan hidangan tersebut karena dapat menghilangkan berkah. “Meniup makanan dan minuman panas agar dingin dimakruh. Di dalam Kitab Mustau’ib disebutkan, ‘Meniup makanan, minuman, dan buku dilarang.’”


“Al-Amidi mengatakan, meniup tidak dimakruh ketika makanan itu masih panas. Di dalam Al-Inshaf disebutkan, ini pendapat yang benar, yaitu (meniup makanan) ketika di sana ada kepentingan untuk mengonsumsinya ketika itu.” (Lihat Manshur Al-Bahuti, Kasysyaful Qina ‘an Matnil Iqna, [Beirut, Alamul Kutub: 1997 M/1417 H], cetakan pertama, juz IV, halaman 153-154).


وَ يُكْرَه (التَّنَفُّسُ فِي إنَاءَيْهِمَا) لِأَنَّهُ رُبَّمَا عَادَ إلَيْهِ مِنْ فِيهِ شَيْءٌ (وَأَكْلُهُ حَارًّا) لِأَنَّهُ لَا بَرَكَةَ فِيهِ كَمَا فِي الْخَبَرِ (إنْ لَمْ تَكُنْ حَاجَةٌ) إلَى أَكْلِهِ حَارًّا فَيُبَاحُ


Artinya: “Meniup wadah keduanya (makanan atau minuman) dimakruh karena sering kali sesuatu (racun/karbon dioksida) di mulut kembali ke wadah. Demikian juga makruh mengonsumsinya dalam keadaan panas karena tidak mengandung keberkahan di dalamnya sebagaimana di hadits jika tidak ada hajat untuk mengonsumsinya dalam keadaan panas. (Tetapi jika ada hajat), maka itu dimubah,” (Al-Bahuti, 1997 M/1417 H: IV/154).


Demikian jawaban kami, semoga dipahami dengan baik. Demikian jawaban singkat ini. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.


Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,

Wassalamu ’alaikum wr. wb.

 

(Alhafiz Kurniawan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar