Bani Israil merupakan kaum yang dilalui oleh banyak Nabi. Allah SWT mengutus sejumlah Nabi untuk membimbing kaum Bani Israil. Selain Nabi Yaqub, Nabi Yusuf, dan Nabi Musa, nabi-nabi lainnya juga diutus kepada Bani Israil ialah Nabi Harun, Nabi Ilyas, Nabi Ilyasa, Nabi Yunus, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Nabi Zakaria, Nabi Yahya, hingga Nabi Isa. Total sejak Nabi Yaqub, ada 12 nabi yang diutus oleh Allah SWT kepada Bani Israil.
Israil sendiri merupakan nama lain Nabi Yaqub. Dia adalah anak dari Nabi Ishaq.
Ishaq AS adalah anak kedua dari Nabi Ibrahim AS yang dijuluki
sebagai Bapak Para Nabi. Dari garis keturunan inilah lahir kaum Bani Israil
atau keturunan-keturunan Yaqub AS.
Nabi Yaqub memiliki beberapa anak, di antaranya adalah Yusuf AS.
Kisah Nabi Yusuf tidak bisa dilepaskan dari kisah Bani Israil, karena berawal
dari kisah Yusuf inilah Bani Israil sempat mendiami Mesir dalam kurun
waktu yang sangat panjang di bawah kepemimpinan Firaun.
Kaum Bani Israil atau anak-anak Israil mulai berdatangan ke Mesir, berdiam dan
menempati wilayah Mesir secara turun-temurun, diperbudak, sampai diutus Nabi
Musa AS, seorang yang juga keturunan Bani Israil untuk membebaskan Bani Israil
dari cengkeraman Firaun.
Muhammad Husain Haekal dalam Sejarah Hidup Muhammad (1980) mencatat bahwa dalam pangkuan Firaun, Musa dibesarkan dan diasuh. Di tangan para pendeta dan pemuka-pemuka agama kerajaan, Musa mengetahui keesaan Tuhan dan rahasia-rahasia alam.
Setelah datang izin Tuhan kepadanya supaya ia membimbing umat di tengah-tengah
Firaun yang berkata kepada rakyatnya: “Akulah tuhanmu yang tinggi”, Musa pun
akhirnya berhadapan dengan Firaun sendiri beserta tukang-tukang sihirnya.
Melihat kondisi dan ancaman terhadap diri dan kaumnya, Nabi Musa as bersama
orang-orang Israil yang lain pindah menuju negeri Palestina.
Kala itu, tidak hanya perbudakan dan kerja paksa yang diterapkan oleh Firaun
kepada Bani Israil. Firaun juga berlaku kejam dengan membunuh semua bayi laki-laki
Bani Israil, karena adanya ramalan bahwa akan lahir bayi laki-laki dari Bani
Israil yang akan meruntuhkan kekuasaan Firaun.
Meskipun berkali-kali mendapat nikmat dan perlindungan Allah SWT melalui Nabi
Musa, Bani Israil tidak pernah merasa bersyukur bahkan terus melakukan
pembangkangan terhadap Allah dan Nabi Musa.
KH Saifuddin Zuhri dalam memoarnya Berangkat dari Pesantren (LKiS, 2013: 687) juga menjelaskan bahwa setelah membawa orang-orang Bani Israil meninggalkan Mesir lalu menyeberangi Laut Merah, Nabi Musa bermunajat kepada Allah SWT di Gunung Thur Sina (Sinai).
KH Saifuddin Zuhri menyebut bahwa akhirnya Nabi Musa menghabiskan masa tuanya
untuk memimpin kaum Bani Israil yang keras kepala, suka memberontak
(membangkang), dan tak pandai mensyukuri nikmat Allah SWT.
Dalam beberapa literatur sejarah, Bani Israil yang telah diselamatkan oleh Nabi
Musa as atas izin Allah SWT melakukan pembangkangan. Saat itu, setelah sampai
di seberang Laut Merah dari pengejaran Firaun dan tentaranya, bahkan ketika kondisi
kaki belum kering dari air laut, mereka mulai menunjukkan pembangkangan
terhadap perintah Allah SWT dan perintah Nabi Musa.
Mereka meminta kepada Nabi Musa untuk membuatkan mereka patung berhala
anak sapi agar bisa mereka sembah, seperti halnya bangsa Samiri (bangsa di
seberang Laut Merah) menyembah patung anak sapi. Tentu saja permintaan yang
bersifat menyekutukan Allah SWT itu ditolak oleh Nabi Musa.
Penolakan Nabi Musa tidak diindahkan. Hal itu terjadi ketika Nabi Musa sementara meninggalkan Bani Israil untuk sejenak bermunajat, memohon petunjuk Allah SWT. Untuk itu, Nabi Musa menitipkan tanggung jawab pembimbingan kepada Nabi Harun AS untuk mengurus Bani Israil. Tetapi hanya dalam waktu 40 hari saja, sekembalinya Nabi Musa, Bani Israil telah kembali berlaku syirik.
Mereka telah kembali menyembah patung-patung anak sapi yang mereka buat. Tentu
saja Nabi Musa dibuat murka atas perbuatan kaumnya yang membangkang itu. Saking
marahnya hingga batu tulis yang dibawa Nabi Musa dari hasil bermunajat kepada
Allah SWT hancur berkeping-keping. Batu tulis tersebut berisi Taurat dalam
wujud aslinya.
Pembangkangan Bani Israil selanjutnya ialah ketika Nabi Musa mengajak kaumnya
untuk berangkat menuju ‘tanah yang dijanjikan’ Allah SWT kepada mereka, yaitu
Kota Yerusalem (sekarang menjadi rebutan antara Palestina dan Israel yang
konfliknya meluas karena Israel memperluas wilayah-wilayah dudukannya secara
ilegal di negeri Palestina).
Yerusalem kelak menjadi tempat suci, rumah bagi tiga agama besar di dunia:
Yahudi, Nasrani, dan Islam. Nabi Musa as memerintahkan mereka untuk menuju ke
tanah tersebut secara terang-terangan, karena Allah SWT telah menjanjikan
kemenangan bagi mereka. Namun, mereka menolak dan malah meminta agar Nabi Musa
dan Allah SWT saja yang berangkat ke kota tersebut, karena mereka takut
terhadap raja kejam yang sedang berkuasa di Yerusalem.
Atas pembangkangan yang berulangkali itu, kemarahan Nabi Musa tidak lagi terbendung. Allah SWT akhirnya memberikan ketetapan, bahwa selama 40 tahun tanah tersebut haram bagi Bani Israil. Selama 40 tahun mereka akan tersesat dan berputar-putar di gurun. Perjalanan mereka tak akan membuat mereka sampai ke tanah yang dijanjikan tersebut, sampai masa waktu yang ditentukan tadi usai.
Atas ketetapan tersebut, selama 40 tahun Bani Israil selalu berjalan
berputar-putar di gurun tanpa pernah sampai di tanah yang dijanjikan. Sampai
akhir hayatnya, Nabi Musa pun tidak pernah sampai di tanah yang dijanjikan
tersebut. Bani Israil mencapai Yerusalem setelah masa hukuman dari Allah SWT
telah habis. Di tempat itu mereka kembali membentuk koloni-koloni baru dan
mulai menguasai Yerusalem.
Di luar sifat-sifat buruknya itu, Bani Israil memang kaum yang diberikan
kelebihan dibanding kaum lain, yaitu berupa pengetahuan dan kecerdasan, serta
kemampuan berpikir lebih maju. Kecerdasan mereka ini yang kemudian dimanfaatkan
oleh Firaun untuk mulai membangun monumen-monumen kemegahannya kala itu. Bani
Israil pun diperbudak dan menjalani kerja paksa.
[]
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar