Pondok Pesantren dan
Sanad Keilmuan Islam Nusantara
Pondok Pesantren
dalam pendidikan Islam sejak zaman dahulu mempunyai peran signifikan. Belakangan
ini di tengah tantangan global, sekurangnya pesantren mempunyai peran penting
pada tiga hal.
Pertama, untuk
pendidikan agama/akhlak (tafaqquh fiddin); kedua, penguatan agama dan bahasa
Asing (modern); ketiga, persiapan kompetisi global dengan dunia Barat (Islam
dan sains).
Satu hal yang
acapkali dilupakan orang tua atau wali para santri/peserta didik adalah sanad
(jaringan) keilmuan dalam pendidikan (pembelajaran) Islam hingga sebuah
pesantren itu masih tetap berdiri dan berlangsung. Tentu saja, hal itu hanya
berlaku bagi pesantren yang berusia cukup tua.
Berkaitan dengan itu,
penulis punya pengalaman menarik, yang penulis temukan pada saat ikut dalam
rombongan kegiatan Anjangsana Islam Nusantara Program Pascasarjana Magister
STAINU Jakarta pada 23-28 Januari 2016 di Pulau Jawa.
Khususnya ketika
silaturahim di beberapa pondok pesantren, yaitu di Kanzus Shalawat Pekalongan
(Habib Luthfi), At-Taufiqy Wonopringgo Pekalongan (Kiai Taufiq), Kaliwungu
Kendal (Kiai Dimyati Rois), Raudlatut Thalibin Rembang (Kiai Mustofa Bisri/Gus
Mus), Al-Anwar Rembang (Kiai Maemun Zubair, Mbah Mun), Amanatul Ummah Pacet
Mojokerto (Kiai Asep Saifuddin Chalim), Tebuireng (Gus Sholah) dan Al-Munawwir
Krapyak Yogyakarta (Kiai Nadjib Abdul Qadir).
Dari
pesantren-pesantren di atas, semuanya mempunyai silsilah (sanad) keilmuan yang
jelas dengan ulama-ulama di Nusantara, wabil khusus keterkaitannya dengan para
pendiri Nahdlatul Ulama. Tulisan tangan atau naskah kuno juga menjadi bukti
lain dari sanad keilmuan tersebut.
Sebagai contoh salah
satunya, pesantren Amanatul Ummah milik Kiai Asep Saifuddin Chalim. Sebelum
mendirikan pesantren yang sangat modern dari sisi pengelolaan dan materi
pendidikannya, Kiai Asep ini adalah salah satu putra Kiai Abdul Chalim
Leuwimunding Majalengka, Jawa Barat, Kiai Chalim pernah nyantri dengan
Hadlratussyekh Hasyim Asy’ari dan berguru kepada Kiai Wahab Hasbullah.
Pesantren Amanatul
Ummah adalah di antara sedikit pesantren NU yang telah mendesain sejak awal
untuk menyongsong peradaban pendidikan global dengan tetap pada tradisi NU,
mulai dari Aswaja hingga keindonesiaan-nya. Tradisi tahqiq (filologis) juga
dikenalkan sejak dini, hampir setiap hari oleh para pengasuhnya.
Oleh karena itu,
apabila para alumninya yang telah belajar di perguruan tinggi ternama di
Indonesia seperti UGM, UI, UNDIP, UIN, maupun di Eropa, Amerika, Asia, Timur
Tengah, dan negara-negara lain, sudah dapat dipastikan mempunyai jalur sanad
keilmuana Islam Nusantara. Hal itu tidak perlu diragukan lagi.
Sanad keilmuan
melalui pesantren semacam itu sangat penting saat ini di tengah budaya
pragmatisme umat yang hanya belajar melalui google tanpa mau belajar langsung
dengan para kiai atau guru yang mempunyai sanad keilmuan yang tersambung dengan
Nabi Muhammad SAW.
Di situlah salah satu
pentingnya memilih pesantren yang mempunyai sanad keilmuan yang jelas, bukan
semata-mata hanya untuk kepentingan kompetisi global, tetapi juga tafaqquh
fiddin tetap dijaga. []
Mahrus EL-Mawa, Wakil
Ketua PP LP Ma'arif NU, Koordinator Diklat Masyarakat Pernaskahan Nusantara
(Manassa) Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar