Kamis, 27 April 2017

(Ngaji of the Day) Peringatan Bagi Orang yang Suka Becanda Berlebihan



Peringatan Bagi Orang yang Suka Becanda Berlebihan

Hidup, memang butuh sebuah guyonan, sebuah canda agar manusia tak terlalu sengsara akibat beban dunia. Dari obrolan ringan, gurauan bersama, atau pun hanya canda tawa memang dibutuhkan guna me-refresh otak yang lelah. 

Dari canda tersebut, diharapkan dapat meringankan sedikit akan beban otak. Dengan tertawa, masalah akan terlupakan sejenak. Sehingga, terjadi sedikit peregangan saraf yang berpengaruh pada kondisi fisik maupun mental seseorang. Akibat canda, orang tidak mudah marah. Jika terhindar dari marah, maka resiko darah tinggi akan berkurang.

Namun canda dan tawa harus tetap pada porsinya. Jika tidak, maka yang terjadi adalah hal yang buruk. Menyebabkan lupa akan karunia Allah. Bahkan, membuat hati menjadi keras. Benarkah? 

Simak kajian tafsir berikut ini: 

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِيْنَ اَمَنُوْا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوْبُهُمْ لِذِكْرِ اللهِ وَ مَا نَزَّلَ مِنَ الْحَقِّ وَ لَا يَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ اُوْتُوْا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوْبُهُمْ وَ كَثِيْرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُوْنَ (16) اِعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ يُحْيِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْاَيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ (17(

Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.

Ketahuilah bahwa Allah yang menghidupkan bumi setelah matinya (kering). Sungguh, telah kami jelaskan kepadamu tanda-tanda (kebesaran kami) agar kamu mengerti. (QS Al Hadid:16-17)

Dalam Kitab Tafsir Jalalain diterangkan:

نزلت في شأن الصحابة لما أكثروا المزاح

Bahwa ayat ini diturunkan ketika para sahabat itu banyak bercanda, bergurau, dan saling melempar tawa. Mereka sebegitu banyaknya bercanda, hingga lalai akan Allah Ta’ala. Kemudian Allah memperingatinya dengan menurunkan ayat:

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِيْنَ اَمَنُوْا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوْبُهُمْ لِذِكْرِ اللهِ وَ مَا نَزَّلَ مِنَ الْحَقِّ

Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka).

Allah mengingatkan dengan bertanya pada sahabat tentang waktu untuk mengingatNya. Tidakkah mereka sadar, bahwa waktu yang mereka habiskan hanyalah tersia-sia untuk bercanda. Padahal ciri orang beriman adalah selalu mengingat Allah dan menaati  segala perintahNya yang telah diwahyukan, yaitu Al-Qur'an.

وَ لَا يَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ اُوْتُوْا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ 

dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu

Lebih lanjut, Allah memerintah untuk tidak meniru keadaan orang-orang sebelum mereka. Orang-orang yang selalu bercanda, tertawa, dan menganggap semuanya hanyalah lelucon belaka. Bahkan, terhadap kebesaran Allah pun mereka menertawakannya, menganggap itu hanyalah sihir semata. Siapakah orang-orang tersebut?

هم اليهود و النصارى

Imam Jalaluddin Al Mahalli menjelaskan bahwa mereka adalah kaum yahudi dan nasrani. Dan memang telah maklum, bahwa mereka adalah kaum-kaum yang mendustakan rasulnya. Tak hanya kaum semasa rasulnya itu, melainkan anak cucu setelahnya pun mengikuti tabiat buruk pendahulunya, hal ini tersirat dalam firman Allah:

فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوْبُهُمْ وَ كَثِيْرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُوْنَ (16)

Kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.

Saking lamanya, saking mereka terus menerus bergurau dan bercanda tawa. Hati mereka pun menjadi keras, bebal, dan bahkan sulit untuk menerima kebenaran.

Dalm Tafsir Jalalain dijelaskan maksud hati keras tersebut adalah:

لم تلن لذكر الله

Hati mereka tidak dilemaskan dengan mengingat Allah, bertadabbur akan ciptaaNya, dan menyadari betapa agungnya karunia Allah. Sehingga, hati mereka bak batu, keras, dan stagnan. Dalam arti kata lain, terhadap tanda-tanda kebesaran Allah pun, baik besar maupun kecil. Dzahir maupun bathin. Tetap, mereka tetap lalai. Hal itu semua terjadi, karena mereka banyak bercanda. 

Syahdan, setelah trurunnya ayat tersebut para sahabat pun murung, mereka seakan putus asa, menganggap bahwa semua telah terlanjur, hati mereka sudah terlampau keras hingga turunklah peringatan keras melalui ayat tersebut. Allah lalu menyemangati mereka dengan memberikan perumpamaan dalam ayat berikutnya:

اِعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ يُحْيِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا

Ketahuilah bahwa Allah yang menghidupkan bumi setelah matinya (kering).

Lebih lanjut dalam Tafsir Jalalain:

بالنبات فكذالك يفعل بقلوبكم بردها إلي الخشوع  

Jika Allah saja mampu menghidupkan bumi setelah kematiannya dengan menumbuhkan tanaman. Maka begitu pula dengan memgembalikan hati manusia laiknya keadaan sebelum kelalainnya, yaitu keadaan khusyuk. Sungguh hal itu sangat mudah bagi Allah.

Kesimpulannya, kadang hidup memang butuh akan sisipan canda tawa. Namun harus sesuai dengan porsi jatahnya. Jikalau tidak maka akan mengakibatkan lalai terhadap Allah, sehingga hati akan menjadi keras, sulit berubah. Namun, yang peru digaris bawahi adalah, bahwa kita tidak boleh berputus asa. Adalah manusiawi jika manusia pernah lalai, namun bukan mustahil bagi Allah untuk kambali membuat hati menjadi khusyuk kembali selama manusia mau berusaha. 

Disarikan dari kajian Tafsir Jalalain oleh Pengasuh Pesantren Sirojuth Tholibin KH Muhammad Shofi Al Mubarok.

[]

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar