Para Perempuan Teladan
Judul
: Kuntum-Kuntum Surga: Tumbuh di Bumi, Mekar di Langit
Penulis
: Ririn Astutiningrum
Penerbit
: Mizania
Cetakan
: I, 2016
Tebal
: 274 halaman
ISBN
: 978-602-418-035-5
Peresensi
: Moh. Tamimi, mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Arab Institut Ilmu Keislaman
Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep.
Patron dalam kehidupan semestinya ada setiap
manusia di bumi ini karena dengan adanya patron tersebut,kehidupan seseorang
menjadi semakin terarah kemana ia harus melangkah lebih jauh. Di setiap
peradaban, agama, lapisan masyarakat, mempunyai tokohnya masing-masing,
demikian juga dalam Islam.
Teladan utama dan terutama dalam Islam
tentunya adalah Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi, perempuan-perempuan teladan
dalam Islam, setidaknya ada empat: Asiyah isteri Fir'aun, Maryam binti Imran,
Khadijah binti Khawalid, dan Fatimah Az-Zahro putri Nabi Muhammad SAW.
Asiyah binti Muzahim adalah isteri Fir'aun,
seorang raja yang bengis di Mesir kuno. Asiyah memegang agama tauhid
(monotheis). Saat itu, meskipun menjadi isteri Fir'aun yang karena
kekadabburannya mengaku dirinya sebagai tuhan.
Menjadi isteri Fir'aun bukan berarti nyaman
melaksanakan aktifitas sehari-hari dan beribadah. Meskipun Fir'aun mencintai
Asiyah, namun untuk urusan ketuhanan, ia tetap keras kepala, sampai-sampai
Asiyah harus menahan beratnya hantaman batu di bawah terik matahari atas
interuksi Fir'aun kepada anak buahnya. Hal itu, membuat Asiyah meninggal dengan
membawa kekuatan imannya, ia mati tersenyum. Akan tetapi, Fir'aun menganggapnya
gila karena saat disiksa malah tersenyum. (hlm. 62-68)
Maryam binti Imran adalah wanita suci
kelahiran Jerussalem, yang saat itu dikuasai kekaisaran Romawi. Maryam binti
Imran adalah wanita teladan yang diabadikan kisahnya dalam Al-Qur'an. Dialah
Ibunda Nabi Isa As. Wanita mulia yang tidak mempunyai suami tetapi memiliki
anak. Dia dihamilkan langsung oleh Allah melalui perantara malaikat Jibril.
Memiliki anak tanpa suami bukanlah perkara mudah
jika dihadapkan ke tengah-tengah masyarakat. Ia dituduh berbuat mesum dengan
laki-laki, untung saja, Allah memberikan Irhas terhadap bayi mungil Nabi Isa
As. Perpisahannya dengan Nabi Isa saat Nabi Isa diangkat oleh Allah ke langit
membuat pilu hatinya, sebagai seorang ibu. Ujian terhadap Nabi Isa juga
merupakan ujian terhadap bunda Maryam. (hlm. 259)
Khadijah binti Khawalid, istri pertama
Rasulullah. Khadijah adalah orang pertama kali yang masuk Islam dan selalu
mendukung Nabi Muhammad. dalam berdakwah. Wanita yang pernah dijuluki ratu
mekkah karena keberhasilannya dalam berdagang itu menyerahkan seluruh
kekayaannya terhadap sang Suami. Dia jugalah yang menenangkan kegelisahan Nabi
saat awal-awal menerima wahyu.
Mendukung terhadap Nabi Muhammad SAW adalah
pilihan dan keyakinan. Dikarenakan pilihannya itu, ia dijauh
sahabat-sahabatnya. Saat melahirkan pun, tidak ada sahabatnya di sampingnya
kecuali seorang pelayannya yang selalu setia terhadapnya. Akan tetapi, saat
beliau hendak melahirkan Siti Fatimah, datang dari Surga perempuan-perempuan
suci sebagai bidannya: Asiyah, Maryam, Sarah istri Nabi Ibrahim, dan Shafura
istri Nabi Musa. (hlm. 157)
Menjelang hayatnya, Khadijah dalam kedaan
kurus karena pemboikotan yang dilakukan oleh Kaum Quraish Mekkah. Akan tetapi,
ia tetap tersenyum, terlebih di depan suami terkasihnya. Saya sangat terharu
ketika membaca cerita menjelang kematian Siti Khadijah. Waktu itu, menjelang
kematian Siti Khodijah, Rasulullah memasuki kamar Khadijah. Perlahan-lahan
kepala Khatijah diangkat kepangkuan beliau. Air mata beliau, Rasulullah.
mengalir, lalu Nabi bersabda, "Wahai Khadijah! Jibril datang menemuiku dan
menyampaikan salam Allah kepadamu. Khadijah menjawab, "Allâhussalam
waminhum salam wa 'alaikassalam wa ilaihi ya'udussalam wa 'ala jibril salam.
Dalam balutan air mata, Khatijah tersenyum. Wanita hebat itu meninggal dunia.
(hlm. 194)
Fatimah Az-Zahro, putri kesayangan Rasulullah
dari hasil pernikahannya dengan Siti Khodijah. Dialah pelipur lara Rasulullah.
Rasulullah pernah bersabda, "Fatimah adalah darah dagingku, apa yang
menyusahkannya juga menyusahkanku dan apa yang mengganggunya juga menggangguku.
(hlm. 116)
Demikian juga Fatimah, ia juga sangat
mencintai ayahnya. Kematian adalah kebahagiaan baginya asalkan ia bisa bersanding
dengan ayahnya di Surga. Semenjak kepergian ayahnya, Fatimah selalu bersedih,
kecantikannya memudar dan wajahnya selalu diliputi mendung. (hlm. 118)
Kisah empat perempuan teladan itu, dikisahkan
dengan sangat apik oleh Ririn Astutiningrum. Daya tuang kepenulisan yang
mengalir dan mengharukan bagi pembaca, alur ceritanya. Sangat menarik untuk
dibaca. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar