Kontemplasi Ramadhan (9)
Menancapkan Jangkar Kehidupan
Oleh: Nasaruddin Umar
Dalam sebuah hadis shahih dikisahkan, Abi Hurairah yang dipercaya sebagai penjaga Baitul Mal, diminta oleh Nabi berjaga-jaga karena sebentar malam kemungkinan ada maling yang akan mencuri hara di Baitul Mal. Seusai tengah malam, Abu Hurairah memergoki seorang pemuda tanggung mengendap-endap ingin mencuri harta kekayaan di Baitul Mal. Akhirnya Abu Hurairah menangkap basah sang maling itu. Sebelum diserahkan kepada Nabi, pencuri itu membujuk Abu Hurairah dengan mengiba-iba. Ia betul-betul terpaksa melakukan usaha pencurian itu karena kepepet. Ia kehabisan akal setelah perbekalan hidup keluarganya betul-betul habis. Ia meyakinkan Abu Hurairah bahwa yang ia akan ambil ialah gandung yang bisa menghidupi keluarganya hari itu. Akhirnya Abu Hurairah melepaskannya dengan catatan ia tidak akan pernah mengulangi perbuatan buruk itu. Setelah shalat subuh, Nabi menanyakan kepada Abu Hurairah perihal pencuri di Baitul Mal. Ia menceritakan bahwa pencuri itu memang ada tetapi dilepaskan karena pencuri itu melakukan perbuatannya dengan betul-betul terpaksa. Nabi menyayangkan Abu Hurairah kenapa melepaskan pencuri itu, kemudian Nabi mengingatkan sebentar malam akan ada lagi pencuri yang akan beroperasi Baitul Mal.
Setelah malam semakin larut, ternyata ditangkap basah lagi seorang pemuda yang ternyata pemuda yang juga datang kemarin malam. Kali ini si pemuda itu mengiba-iba untuk dilepaskan karena anak keluarganya sudah tidak bisa makan lagi hari ini. Kalau ia ditangkap lalu ditahan maka keluarganya akan mengalami masalah. Akhirnya pencuri itu dilepas dengan janji yang sama tidak akan mengulangi perbuatannya. Seusai Shalat subuh Nabi menanyai Abu Hurairah perihal pencuri semalam. Ia menjawab pencuri itu memang datang lagi dengan sangat terpaksa dilepas karena pertimbangan keluarga yang sedang darurat. Nabi berpesan nanti malam berjaga-jaga karena akan ada lagi maling yang akan datang.
Lepas tengah malam betul-betul ada lagi maling. Abu Hurairah kembali menangkap basah pencuri itu dan alangkah kagetnya, ternyata pencuri itu, itu juga yang datang malam lalu. Abu Hurairah kali ini tidak memberi ampun pencuri itu. Kedua tangannya diborgol untuk diserahkan kepada Nabi untuk diadili. Sebelum diserahkan kepada Nabi, pencuri itu berpesan kepada Abu Hurairah. Hai Abu Hurairah saya memohon maaf aku telah merepotkan engkau karena keadaanku. Kali ini saya pasrah diadili oleh Nabi. Namun sebelumnya izinkan saya menyampaikan sesuatu kepadamu sebagai ungkapan terima kasih saya atas segala kebaikanmu telah melepaskan saya dua malam berturut-turut. Saya akan mengajarimu suatu amalan. Jika engkau mengamalkan amalan ini pasti engkau tidak akan diganggu oleh Iblis atau setan. Bahkan jika engkau membacanya Iblis akan lari terbirit-birit sampai ke ujung langit ketakutan dan tentu tidak akan mengganggu engkau lagi. Abi Hurairah penasaran dan bertanya apa amalan itu. Pencuri itu mengajarinya dengan membaca ayat Kursi (Q.S. al Baqarah/2:255) sampai terakhir.
Abu Hurairah seolah-olah sadar kalau pencuri ini bukan pencuri biasa. Mungkin ini malaikat yang menyamar sebagai fakir miskin. Apalagi ia menyampaikan keinginannya untuk mencuri hanya sebatas yang akan dimakan satu hari bersama keluarganya dan dibuktikan kecilnya kantong yang dibawa. Abu Hurairah sesungguhnya bisa memberikan sedikit gandum dari Baitul Mal tetapi saying ia tidak mendapat mandate untuk membagi gandum itu. Ia hanya berhak sebagai penjaga dan pemegang kunci Baitul Mal tetapi tidak berhak mengambilnya, walau untuk dirinya sekalipun.
Seusai shalat subuh, Nabi kembali menanyai Abu
Hurairah perihal pencuri di Baitul Mal. Abu Hurairah membenarkan bahwa semalam
memang ada pencuri tetapi tetap si pemuda itu. Ditanya oleh Nabi mana orangnya.
Ia menjawab, mohon maaf Rasulullah saya kembali melepasnya karena ternyata
bukan maling biasa. Ia bahkan menasehati dan memberi aku wirid
Ayat Kursi, yang katanya kalau dibaca, Iblis akan ketakutan dan lari
terbirit-birit sampai ke ujung langit. Akhirnya Nabi menjelaskan, hai Abu
Hurairah pencuri yang datang dan engkau telah tangkap basah, itu adalah Iblis
yang menjelma menjadi manusia. Dari situ Abu Hurairah sangat menyesal, mengapa
sosok yang paling ia benci sudah ditangkap lalu dilepas lagi.
Pelajaran berharga yang dapat diambil dari kisah ini
ialah kita perlu memegang amanah itu sekuat-kuatnya dan tidak boleh luluh
dengan bujuk rayu dan tunduk dengan tekanan apapun dan dari siapapun, demi
memegang teguh amanah yang dibebankan di atas pundak kita. Semakin besar amanah
yang diemban semakin besar pula godaannya. Kita perlu berhati-hati sebagai
pemegang amanah, karena terkadang di sekitar kita ada Iblis berjubah malaikat
dan ada malaikat yang berjubah Iblis, yang kedua-duanya ingin mengukur tingkat
kedalaman iman kita. Abu Hurairah menampilkan contoh yang baik. Ia tidak
bergeming untuk mengambil harta Baitul Mal, baik untuk dirinya maupun untuk
orang lain. Namun sebagai manusia biasa ia juga tidak luput dari kelemahan, karena
terpengaruh bujuk rayu Iblis yang menyamar sebagai pencuri. Pasti ini ada
hikmahnya sebagai proses pembelajaran dan kematangan spiritual kita di dalam
menjalani perjalanan hidup kita. Inilah pelajaran di dalam menancapkan jangkar
kehidupan. []
DETIK, 02 Mei 2020
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar