KHUTBAH JUMAT
Ikhtiar
menjadi Muslim yang Beruntung
Khutbah I
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَهْدِيهِ وَنَشْكُرُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ
مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلَا
مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أنْ لَّا إلهِ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَلَا مَثِيْلَ
لَهُ، هُوَ الْإِلهُ الْعَفُوُّ الْغَفُوْرُ الْمُسْتَغْنِي عنْ كُلِّ مَا سِوَاهُ
وَالْمُفْتَقِرُ إِلَيْهِ كُلُّ مَا عَدَاهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، بَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَأَدَّى الْأَمَانَةَ وَنَصَحَ الأُمَّةَ،
صَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً يَقْضِي بِهَا حَاجَاتِنَا وَيُفَرِّجُ
بِهَا كُرُبَاتِنَا وَيَكْفِيْنَا بِهَا شَرَّ أَعْدَائِنَا وَسلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى
صَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ وَآلِهِ الْأَطْهَارِ وَمَنْ وَالَاهُ
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْقَدِيْرِ
الْقَائِلِ فِي مُحْكَمِ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَٱلْعَصْرِ (١) إِنَّ ٱلْإِنسَـٰنَ
لَفِى خُسْرٍ (٢) إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوْا۟
بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ (٣)
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Mengawali khutbah siang yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita
semua terutama kepada diri pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan
kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu Wa Taala. Di antara
cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan semua kewajiban dan
meninggalkan seluruh yang diharamkan.
Jamaah yang Berbahagia
Pada siang hari yang penuh kemuliaan ini, khatib akan menyampaikan penjelasan
surat Al-‘Ashr. Bahwa surat tersebut adalah kategori Makkiyyah sebagaimana
pandangan mayoritas ahli tafsir. Menurut sebagian yang lain disebut Madaniyyah
yang terdiri dari tiga ayat, empat belas kata dan enam puluh delapan huruf.
وَٱلْعَصْرِ
Artinya: Demi ashar.
Ayat ini diawali dengan sumpah. Allah bersumpah dengan ‘ashr. Sebagian
ulama menafsirkannya dengan makna shalat ashar. Allah bersumpah dengannya
karena keutamaan yang dimilikinya. Sebagian yang lain memaknainya dengan makna
masa. Allah Ta’ala bersumpah dengan masa karena dalam perjalanan masa
terdapat banyak pelajaran bagi orang-orang yang mau merenung.
إِنَّ ٱلْإِنسَـٰنَ لَفِى خُسْرٍ
Artinya: Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian.
إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟
ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ
Artinya: Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling
menasihati untuk kebenaran dan kesabaran.
Jamaah Rahimakumullah
Dalam ayat di atas ditegaskan bahwa seluruh manusia dalam kerugian kecuali
orang-orang yang melakukan empat hal. Pertama, memiliki iman. Karena tanpa
iman, seseorang tidak akan selamat di kehidupan akhirat.
Kedua, beramal salih, yaitu melakukan seluruh apa yang Allah wajibkan kepada
hamba-hamba-Nya. Ketiga, saling menasihati untuk kebenaran yakni saling
menasihati untuk melakukan kebaikan. Dan keempat, saling menasihati untuk
kesabaran. Maknanya saling menasihati untuk bersabar melakukan ketaatan,
bersabar meninggalkan kemaksiatan dan bersabar menghadapi musibah. Sebab jika
disebut kata sabar secara mutlak, artinya mencakup sabar melakukan ketaatan,
sabar menahan diri dari kemaksiatan dan sabar menghadapi musibah.
Jadi, seorang muslim minimal ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi
kekufuran. Adapun tambahan dari hal itu dengan melakukan perkara-perkara yang
disebutkan dalam surat ini, adalah sifat orang-orang shalih yang berbahagia dan
selamat dari segala siksa di akhirat.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Sungguh, Allah telah mengagungkan sikap saling menasihati dan saling berwasiat
untuk melakukan dan menetapi kebaikan. Allah Ta’ala berfirman
dalam hadits qudsi:
وَحَقَّتْ مَحَبَّتِيْ عَلَى الْمُتَنَاصِحِيْنَ
فِيَّ (رواه أحمد وابن حبان وغيرهما)
Artinya: Dan telah tetap cinta-Ku bagi orang-orang yang saling menasihati
karena Aku. (HR Ahmad, Ibnu Hibban dan lainnya)
Saling menasihati karena Allah adalah ciri orang-orang mukmin yang sempurna
imannya. Saling menasihati karena Allah artinya saling mengingatkan ketika ada
yang berbuat dosa. Bukan membiarkannya dalam dosa dengan dalih menjaga perasaan
atau dengan dalih menjaga hubungan pertemanan agar tidak terputus. Saling
menasihati karena Allah artinya bekerja sama dalam kebaikan dan meraih ridha
Allah. Bukan bekerja sama untuk meraih harta duniawi dengan mengesampingkan
ridha Allah Ta'ala.
Jamaah yang Dimuliakan Allah
Nasihat seyogianya disampaikan dengan lemah lembut sebagaimana disabdakan oleh
baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
إِنَّ اللهَ يُعْطِيْ عَلَى الرِّفْقِ
مَا لَا يُعْطِيْ عَلَى الْعُنْفِ (رواه ابن حبان وغيره)
Artinya: Sesungguhnya Allah memberikan pada sikap lembut
hasil yang tidak Ia berikan pada sikap keras. (HR Ibnu Hibban dan lainnya)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersabda:
إنَّ اللهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ
كُلِّهِ (رواه مسلم)
Artinya: Sesungguhnya Allah mencintai kelembutan pada perkara seluruhnya. (HR
Muslim)
Nasihat juga semestinya disampaikan sekira tidak membuka aib seseorang di
hadapan orang lain. Bahkan jika nasihat itu cukup dengan isyarat, maka kita
lakukan. Jadi seorang muslim yang melakukan dosa dan aib, maka sepatutnya kita
tutupi aibnya. Sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam:
مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ
فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ (رواه ابن ماجه)
Artinya: Barang siapa menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutup
aibnya di dunia dan akhirat. (HR Ibnu Majah)
Dalam hadits yang lain, Nabi bersabda:
مَنْ رَأَى عَوْرَةً فَسَتَرَهَا كَانَ
كَمَنْ أَحْيَا مَوْؤُوْدَةً (رواه أبو دود)
Artinya: Barang siapa yang mengetahui aib (pada saudaranya) lalu ia tutupi,
maka ia bagaikan menghidupkan anak perempuan yang dikubur hidup-hidup. (HR Abu
Dawud)
Kaum Muslimin yang Berbahagia
Karena itu, apabila kita melihat aib dari seorang muslim atau ia melakukan
suatu kesalahan, maka selayaknya kita tutupi dan rahasiakan serta tidak kita
buka kedoknya. Melainkan kita nasihati ia secara sembunyi sembunyi, tidak di
hadapan orang lain. Hal ini jika yang ia lakukan adalah aib atau dosa yang
tidak membahayakan orang lain. Sebaliknya, jika dosa itu membahayakan
masyarakat, baik membahayakan eksistensi agama mereka atau kehidupan dunia
mereka, maka kita diperintahkan untuk memperingatkan masyarakat secara
terang-terangan dari orang tersebut.
Kemudian penting untuk diketahui bahwa di antara kesalahan besar yang dilakukan
sebagian orang, jika mereka melihat seseorang salah dalam perkara agama seperti
melakukan shalat dengan tidak benar, orang itu tidak mereka tegur sembari
mereka mengatakan: “Yang penting niatnya”. Lalu mereka berdalih dengan
hadits:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
(رواه البخاري ومسلم)
Artinya: Sungguh amal-amal itu hanya akan sah dengan
niat. (HR Al-Bukhari Muslim)
Jamaah Jumat yang Berbahagia
Hadits tersebut konteksnya tidaklah seperti yang mereka pahami. Karena kita
dalam masalah ini diperintahkan untuk melakukan dua hal sekaligus: berniat
dengan benar dan melakukan perbuatan dengan benar sesuai tuntunan syariat.
Hadits tersebut artinya bahwa amal saleh jika tidak disertai niat (yang baik
dan benar), maka tidak diterima oleh Allah. Maksudnya bukan berarti seseorang
dibiarkan dalam kebodohannya, lalu yang diperhitungkan dari dia hanya niatnya.
Sedangkan perbuatannya sama sekali tidak diperhitungkan apakah sesuai dengan
tuntunan Rasulullah atau bertentangan dengannya.
Dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim diceritakan bahwa
suatu ketika Rasulullah berada di dalam masjid lalu ada seseorang yang masuk
masjid kemudian melakukan shalat. Setelah itu ia duduk di majelis
Rasulullah.Nabi kemudian bersabda kepadanya: Bangkit lalu shalatlah karena
sesungguhnya engkau belum shalat! Laki-laki itu lalu mengulangi shalatnya
kemudian duduk di majelis Rasulullah. Baginda Nabi lalu bersabda lagi
kepadanya: Bangkit dan shalatlah karena sesungguhnya engkau belum shalat!
Lalu laki-laki itu mengulang shalatnya kemudian duduk di majelis Rasulullah.
Lagi-lagi Rasulullah memerintahnya untuk mengulangi shalat dan bersabda:
Bangkit dan shalatlah karena sesungguhnya engkau belum shalat!
Orang itu kemudian berkata: Wahai Rasulullah, aku tidak bisa melakukan shalat
kecuali yang telah aku lakukan. Kemudian Rasulullah mengajarkan kepadanya
tata cara shalat sesuai tuntunan syariat. Rasulullah tidak membiarkannya lalu
mengatakan: Yang penting niatnya.
Begitu pula yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahih Ibnu
Hibban bahwa ada seorang laki-laki yang salah dalam membaca Al-Qur’an,
lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
أَرْشِدُوْا أَخَاكُمْ
Artinya: Wahai para sahabatku, ajarilah ia bagaimana cara membaca Al-Qur’an
yang benar. (HR Ibnu Hibban)
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Hendaklah kita ketahui bersama bahwa ada sebuah cerita dusta yang dinisbatkan
kepada Nabi Khadhir ‘Alaihis Salam. Diceritakan secara dusta bahwa suatu
ketika Nabi Khadhir bertemu dengan seorang penggembala yang tidak mengetahui
tata cara shalat, lalu Khadhir mengajarinya tata cara shalat yang benar.
Kemudian Khadhir pergi meninggalkan penggembala itu dan berjalan di atas air.
Ketika sang penggembala bangkit untuk melakukan shalat, ia lupa mengenai tata
cara shalat yang diajarkan oleh Khadhir. Lalu ia menyusul Khadhir dan
memintanya berhenti untuk mengajarinya kembali tata cara shalat. Khadhir
menoleh dan mendapati penggembala itu mengikutinya dari belakang dan berjalan
di atas air seperti dia.
Lalu Khadhir berkata kepadanya: Shalatlah seperti yang engkau
mau. Orang-orang yang menceritakan kisah ini mengatakan bahwa sang
penggembala, disebabkan kejernihan hati dan kesucian niatnya, ia dapat berjalan
di atas air. Kisah ini jelas tidak benar dan tidak berdasar. Kisah semacam ini
hanya mendorong orang untuk tetap dalam kebodohan serta melemahkan semangat
orang yang ingin belajar ilmu agama. Orang bodoh yang sama sekali tidak
mengetahui tata cara shalat yang benar sesuai dengan tuntunan syariat dan tidak
mengetahui ilmu agama yang fardhu 'ain, tidak akan diangkat oleh Allah
menjadi wali-Nya. Sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Imam As-Syafi’i dan
banyak ulama yang lain.
Hadlratus Syaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari menegaskan dalam
kitab Tamzizul Haqq minal Bathil:
مَا اتَّخَذَ اللهُ مِنْ وَلِيٍّ جَاهِلٍ
وَلَوِ اتَّخَذَهُ وَلِيًّا لَعَلَّمَهُ
Artinya: Allah tidak mengangkat seorang wali yang bodoh. Seandainya Allah
mengangkatnya menjadi wali, niscaya Ia memudahkan jalan baginya untuk memahami
ilmu agama.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Disebutkan dalam sebuah atsar bahwa jika seorang sahabat
Nabi bertemu dengan sahabat Nabi yang lain, keduanya tidak berpisah sebelum
yang satu membaca surat Al-‘Ashr kepada yang lain.
Imam as-Syafi’i mengatakan:
لَوْ تَدَبَّرَ النَّاسُ هذِهِ السُّوْرَةَ
لَكَفَتْهُمْ، وَذلِكَ لِمَا فِيْهَا مِنَ الْمَرَاتِبِ الَّتِي بِاسْتِكْمَالِهَا
يَحْصُلُ لِلشَّخْصِ غَايَةُ كَمَالِهِ إِحْدَاهَا: مَعْرِفَةُ الْحَقِّ، وَالثَّانِيَةُ:
عَمَلُهُ بِهِ، وَالثَّالِثَةُ: تَعْلِيْمُهُ مَنْ لَا يُحْسِنُهُ، وَالرَّابِعَةُ:
صَبْرُهُ عَلَى تَعَلُّمِهِ وَالْعَمَلِ بِهِ وَتَعْلِيْمِهِ. اهـ
Artinya: Seandainya seluruh manusia merenungkan surat ini, niscaya ia cukup
menjadi pedoman bagi mereka. Hal itu dikarenakan surat ini mengandung beberapa
hal yang jika dilakukan seseorang maka ia telah mencapai kesempurnaan iman.
Yaitu (1) Mengetahui kebenaran, (2) Melakukan kebenaran, (3) Mengajarkan
kebenaran itu kepada orang lain yang tidak melakukannya dan (4) Bersabar untuk
mempelajari kebenaran, mengamalkannya dan mengajarkannya.
Jamaah Muslimin Rahimakumullah
Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga
bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ
اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ
وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ
وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ
بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ
فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا
صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ
وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ
وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا
خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى
ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ.
فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
Ustadz Nur Rohmad, S.Ag., M.Pd.I, Anggota Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur
dan Katib Syuriyah MWCNU Kec. Dawarblandong, Kab. Mojokerto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar