Kamis, 03 Februari 2022

(Ngaji of the Day) Doa Bulan Rajab: ‘Fi Rajaba’ ataukah ‘Fi Rajabin’?

Menjelang dan selama bulan Rajab, ada sebuah doa populer dan banyak dipanjatkan umat Islam sebagaimana diajarkan Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam berdasarkan hadits beliau yang diriwayatkan dari Anas ibn Malik radhiallahu ‘anhuma. Lafal doa dimaksud adalah sebagai berikut:

 

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ، وَبَلِّغنَا رَمَضَانَ

 

(Allâhumma bâriklanâ fî rajaba wa sya’bâna wa ballighnâ ramadhâna)

 

Artinya: “Ya Allah, anugerahkanlah keberkahan kepada kami di bulan Rajab dan Sya'ban, dan sampaikanlah umur kami pada bulan Ramadhan.”

 

Permasalahannya adalah kata رجب pada lafal doa tersebut seharusnya dibaca atau diucapkan bagaimana, apakah رَجَبَ (rajaba) ataukah رَجَبٍ (rajabin)?

 

Permasalahan tersebut mucul sebab di masyarakat memang berkembang dua versi. Ada yang mengucapkan رَجَبَ (rajaba) sebagaimana lafal doa di atas, ada pula yang mengucapkan رَجَبٍ (rajabin) sebagaimana lafal doa di bawah ini:

 

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

 

(Allâhumma bâriklanâ fî rajabin wa sya’bâna wa ballighnâ ramadhâna)

 

Artinya: “Ya Allah, anugerahkanlah keberkahan kepada kami di bulan Rajab dan Sya'ban, dan sampaikanlah umur kami pada bulan Ramadhan.”

 

Berkembangnya dua versi yang berbeda tersebut di masyarakat wajar sebab apa yang tertulis di buku-buku atau kitab-kitab dan apa yang terekam dalam bentuk audio atau audio-visual seperti di YouTube, juga menyajikan kedua versi tersebut.

 

Pertanyaannya adalah versi manakah di antara keduanya yang lebih baik menurut aturan nahwu atau tata bahasa Arab? Jawabnya, kedua versi tersebut masing-masing memiliki argumentasinya sendiri sebagai berikut:

 

1. Versi رَجَبَ (rajaba)

 

Mereka yang berpendapat yang benar adalah رَجَبَ (rajaba) mendasarkan alasan bahwa kata رجب harus dibaca fathah (a) رَجَبَ sebab kata benda atau isim tersebut termasuk isim ghairu munsharif (yakni suatu isim yang tidak boleh ditanwin dan dikasrah). Kata tersebut menolak tanwin dan kasrah karena termasuk isim ‘alamiah dan mengikuti wazan fi’il فَعَلَ (fa’ala). Oleh karena kedudukannya sebagai majrur karena didahului oleh huruf jar في, maka kata tersebut harus dibaca رَجَبَ (rajaba).

 

2. Versi رَجَبٍ (rajabin)

 

Mereka yang berpendapat yang benar adalah رَجَبٍ (rajabin) mendasarkan alasan bahwa kata رجب harus dibaca kasrah tawin رَجَبٍ (rajabin) sebab kata benda atau isim tersebut termasuk isim munsharif (yakni suatu isim yang boleh ditanwin dan dikasrah). Oleh karena kedudukannya sebagai majrur karena didahului oleh huruf jar في, maka kata tersebut harus dibaca رَجَبٍ (rajabin).

 

Perbedaan pendapat tersebut dapat dipertemukan dengan merujuk pada kitab karangan Muhammad bin Musthafa al-Khudhari as-Syafi’i sebagai berikut:

 

أن رجب وصفر من الشهور إذا أريد بهما معين يمنع صرفهما للعلمية، والعدل عن الرجب والصفر.... وفي المصباح أن رجب الشهر مصروف وإن أريد به معين. اهـ

 

Artinya: “Bahwa Rajab dan Shafar adalah bulan-bulan yang jika dimaksudkan sebagai bulan Rajab dan Shafar tertentu (misalnya tahun ini-pen.), maka keduanya merupakan isim ghairu munsharif. Yang menjadi mani’ sharif-nya adalah alamiyah; dan ‘udul-nya disebabkan masing-masing berasal dari kata ar-Rajab (الرجب), dan as-Shafarالصفر) ). Dalam kitab al-Mishbah dikatakan bahwa Rajab adalah nama bulan yang termasuk isim munsharif meski yang dimaksud adalah bulan Rajab tertentu.” (Muhammad bin Musthafa al-Khudhari as-Syafi’i, Hasyiyah Al-Khudhari, [Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2017), juz 2, hal. 246).

 

Kesimpulannya, baik رَجَبَ (rajaba) maupun رَجَبٍ (rajabin) bisa sama-sama benar dengan catatan رَجَبَ (rajaba) digunakan untuk merujuk bulan Rajab yang sudah tertentu, misalnya tahun ini atau tahun depan saja. Jika yang dimaksud bulan Rajab adalah Rajab secara umum, maka menurut Imam al-Khudhari, sebaiknya menggunakan رَجَبٍ (rajabin). Tetapi menurut kitab al-Misbah, sebagaimana dikutip Imam al-Khudhari, pengucapan yang benar adalah رَجَبٍ (rajabin). Alasannnya kata رجب adalah isim munsharif. []

 

Muhammad Ishom, dosen Fakukltas Agama Islam Univerits Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar