Senin, 19 April 2021

(Ngaji of the Day) Lafal Niat Ramadhana dan Ramadhani dalam Beberapa Kitab

Tulisan berikut ini tidak bermaksud untuk mengoreksi lafal niat puasa yang ramai belakangan dengan perbedaan sebutan “Ramadhana” dan “Ramadhani.” Tulisan ini hanya akan mengutip pelafalan yang berbeda itu dari sejumlah kitab yang lazim dipakai di tengah masyarakat.

 

Kitab Qurratul Ain bi Muhimmatid Din karya Zainuddin Abdul Aziz Al-Malibari mencatat kata “Ramadhana”. Kitab ini memberikan harakat/syakl/baris sebagaimana akan dikutip seperti di bawah ini. (Al-Malibari, Qurratul Ain, pada Hamisy Nihayatuz Zain, [Bandung, Al-Maarif: tanpa tahun], halaman 186).

 

Kitab Perukunan Melayu Besar yang sebagiannya dikutip dari Kitab Sabilul Muhtadin karya Syekh Arsyad Banjar juga mencatat kata “Ramadhana” pada lafal niat puasa Ramadhan. (Perukunan Melayu Besar, [Jakarta, Al-Aidrus: tanpa tahun], halaman 14).

 

Kitab Perukunan ini juga memberikan harakat/syakl/baris pada lafal niat puasa Ramadhan sebagaimana akan dikutip seperti di bawah ini. Kitab Perukunan Melayu Besar ini melengkapi lafal niat tersebut dengan terjemahan beraksara Jawi atau Arab-Melayu.

 

Berikut ini adalah lafal niat puasa berdasarkan Kitab Qurratul Ain dan Kitab Perukunan Melayu Besar:

 

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى

 

Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāna hādzihis sanati lillāhi ta‘ālā.

 

Adapun lafal lainnya yang masyhur di kalangan ahli fiqih Mazhab As-Syafi’i adalah penyebutan kata “Ramadhani”. Untuk mengutip salah satunya, kami mencantumkan lafal niat puasa dari Kitab Fathul Mu’in karya Syekh Zainuddin bin Syekh Ahmad Al-Malibari.

 

Kitab Fathul Mu’in jelas menyebut kata “Ramadhani” dengan pembacaan jarr karena mengidhafahkan kata “Ramadhani” dengan kata selanjutnya, yaitu bil jarri li idhafatihi li ma ba’dahu. Ibnu Sayyid M Syatha dalam Hasyiyah I’anatut Thalibin jelas menyebut kasrah untuk kata “Ramadhani”. (Syatha, Ianatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz II, halaman 253).

 

Penyebutan yang sama juga tercantum dalam Kitab Irsyadul Anam fi Tarjamati Arkanil Islam karya Mufti Betawi Sayyid Utsman bin Yahya. Kitab Irsyadul Anam yang ditulis dengan aksara Jawi menyebut lafal niat “Ramadhani” yang kemudian dilengkapi dengan terjemahan berbahasa Arab-Melayu. (Utsman, Irsyadul Anam, [Jakarta, Maktabah Al-Madaniyyah: tanpa tahun], halaman 29).

 

Berikut ini adalah lafal niat puasa berdasarkan Kitab Fathul Mu’in dan Kitab Irsyadul Anam:

 

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى

 

Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāni hādzihis sanati lillāhi ta‘ālā.

 

Adapun berikut ini adalah penyebutan kata “Ramadhani” dengan “al” sebagaimana tertera dalam Kitab Ia’natut Thalibin yang dikutip dari Kitab An-Nihayah dan Kitab Nihayatuz Zain karya Syekh M NAwawi Banten.

 

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ هَذَا الرَمَضَانِ لِلهِ تَعَالَى

 

Nawaitu shauma ghadin ‘an hadzar Ramadhāni lillāhi ta‘ālā. (Syatha, 2005 M: II/253) dan (Nawawi, tanpa tahun: 186).

 

Sebagaimana disinggung di awal, tulisan ini tidak akan mengoreksi pelafalan niat puasa “Ramadhana”, “Ramadhani,” atau “Ar-Ramadhani” baik secara fiqih maupun kajian nahwu. Yang jelas, apapun bacaan lafalnya, niat puasa dalam hati harus memenuhi kaidah niat, yaitu qashad, ta'arrudh, dan ta'yin.

 

Tulisan ini hanya mengangkat ke permukaan cara pelafalan niat puasa Ramadhan yang tercantum dalam kitab-kitab umum yang menjadi pegangan masyarakat. Tulisan ini hanya ingin menunjukkan khazanah yang berkembang di masyarakat melalui kitab pegangan mereka. Wallahu a’lam. []

 

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar