Jumat, 18 September 2020

Nasaruddin Umar: Al-Ta'lim al-Muta'allim (5) Antara Mursyid dan Guru

Al-Ta'lim al-Muta'allim (5)

Antara Mursyid dan Guru

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Dalam artikel terdahulu dibedakan antara murid dan pelajar. Murid padanannya ialah mursyid dan pelajar atau siswa padanannya ialah guru. Mursyid dalam literatur tasawuf berarti pembimbing spiritual bagi orang-orang yang menempuh jalan khusus mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Allah Swt.

 

Tugas dan fungsi mursyid ialah membimbing, mendidik, menempa, dan sekaligus idola para murid dalam memahami jalan-jalan spiritual menuju Allah Swt. Mursyid dengan tekun menuntun murid mulai proses pembersihan dan penyucian diri (tadzkiyah al-nafs) hingga di antara mereka mencapai pemahaman mendalam (ma'rifah). Tugas dan fungsi mursyid di hadapan para salik menyerupai Rasulullah Saw di depan para sahabatnya. Jika para sahabat dengan tekun dan penuh tawadlu' di hadapan Rasulullah, maka para salik juga melakukan hal yang sama di hadapan mursyidnya.


Tugas pertama mursyid ialah melakukan seleksi siapa yang bisa menjadi murid penuh atau semacam pra-murid. Banyak metode ditempuh mursyid dalam menyeleksi calon salik. Di Konya, Turki, calon murid yang akan bergabung dalam tarekat Jalaluddin Rumi dan selanjutnya menjalani latihan tarian sufi (Whirling Darwishes) diuji secara lisan di depan mursyid di maktab, dalam bentuk balai-balai yang berjejer di dalam suatu kompleks. Di antara cara penentuan diterima atau ditolaknya seorang calon murid ditandai dengan arah sandal. Jika sandal calon murid menghadap pintu balai-balai maka pertanda calon itu lulus. Sebaliknya jika sandal membelakangi pintu maka sang calon ditolak atau masih harus mempersiapkan diri.


Menjadi mursyid lebih berat daripada menjadi guru. Menjadi mursyid juga lebih berat ketimbang menjadi murid. Selain sifat-sifat standar sebagai seorang Ishalihin/shalihat, seperti 'alim, amanah, tawadhu', terpercaya, wara', sabar, teladan dalam pengamalan syari'ah, dan tentunya berakhlak mulia. Posisi dan kedudukan mursyid terkadang juga ditentukan oleh sistem dan organisasi setiap tarekat. Tarekat yang dikenal secara umum (mu'tabarah) biasanya memberikan kriteria mursyid dengan sangat ketat. Berbeda dengan tarekat yang tidak populer (gair mu'tabarah) biasanya lebih longgar.


Secara khusus seorang mursyid selalu berusaha membersihkan niat dan meluruskan tujuan hidup murid, mengetahui kemampuan murid, mendidik tanpa pamrih, menyesuaikan ucapan dan tindakan, menyayangi orang lemah, menyucikan ucapan, berbicara dengan bijaksana, selalu mengingat dan memuliakan Allah sewaktu berbicara, menjaga rahasia murid, memaafkan kesalahan murid, mengabaikan haknya sendiri, memberikan hak-hak murid, mampu membagi waktu untuk menyendiri (berkhalwat) dan beramal, selalu mengerjakan ibadah-ibadah mahdhah dan ibadah-ibadah social.


Sejatinya mursyid juga memiliki sifat-sifat lebih khusus seperti merasa faqir setelah kaya, merasa rendah setelah tinggi, merasa sepi setelah populer, memuliakan ilmu pengetahuan dan mengamalkannya, bersih jiwanya, dan lurus jalan pikirannya. Tentu saja sifat-sifat tersebut sudah menjadi sifat-sifat alamiah para musryid. Jika mursyid menyimpang jauh dari kriteria maka sudah barang tentu akan menimbulkan dampak luas di dalam masyarakat. []

 

DETIK, 24 Juni 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar