Jumat, 05 Juni 2020

Nasaruddin Umar: Kontemplasi Ramadhan (11): Jangan Mengibliskan Malaikat!

Kontemplasi Ramadhan (11)

Jangan Mengibliskan Malaikat!

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Ketika mata hati buta, kita sulit membedakan mana malaikat dan mana iblis. Kadang kita memalaikatkan iblis, apalagi jika iblis itu menggunakan jubah malaikat. Kadang juga kita mengibliskan malaikat, apalagi jika malaikat itu meminjam jubah iblis. Hal ini bisa terjadi ke semua orang, tidak terkecuali ulama, habib, atau kiai. Semakin tinggi derajat keimanan seseorang semakin tinggi pula kualitas godaan iblis.

 

Dalam suatu riwayat diceritakan ketika Nabi Musa di dalam mimpinya diminta Tuhan untuk mencari hamba kesayangannya yang meninggal dan mayatnya belum diurus. Ia juga diperlihatkan gambaran alamat kekasih Tuhan itu di dalam sebuah dusun yang agak jauh dari kota perkampungan. Keesokan harinya Nabi Musa mendatangi tempat itu untuk mencari mayat kekasih Tuhan yang belum terurus. Dari rumah ke rumah di dusun itu ditanya perihal mayat kekasih Tuhan tetapi tak seorang pun yang tahu. Dalam suasana putus asa Nabi Musa kembali ke kotanya. Di tengah perjalanan ia menjumpai seorang tetua di dusun itu. Nabi Musa kembali menanyakan perihal mayat kekasih Tuhan yang meninggal dan belum dikebumikan. Pak Tua juga tidak tahu kalau ada orang salih meninggal dan mengatakan aku adalah penduduk paling tua di dusun ini, pasti aku tahun kalau ada yang meninggal, apalagi orang baik seperti yang Anda ceritakan. Memang kemarin ada orang yang meninggal tetapi kebalikan sifat-sifat yang Anda ceritakan. Ia sumber keonaran dan suka mengambil barang-barang orang. Kini mayatnya masih terbaring di pinggir dusun sana. Tidak ada yang mengurusnya lantaran tercitrakan sebagai orang jahat.

 

Nabi Musa bersama Pak Tua datang ke tempat mayat itu. Ternyata mayat yang dianggap kekasih Tuhan itu ternyata si tukang onar, yang suka mengambil barang orang. Pak Tua dan Nabi Musa bingung, namun Nabi Musa memastikan wajah orang ini tidak salah. Persis yang diperlihatkan Tuhan do dalam mimpinya. Nabi Musa penasaran, setelah dimakamkan mayat itu ia berusaha mencari tahu siapa sesungguhnya orang yang dianggap sahabat Tuhan dalam mimpi itu.

 

Pada akhirnya ditemukan salah seorang yang mengenal dekat almarhum dan di situ ia membeberkan rahasia sahabatnya, bahwa sesungguhnya almarhum yang menjalankan misi rahasia itu adalah orang baik. Penguasa di dusun itu sangat zalim dan kejam. Masyarakat juga sangat egois, yang kaya semakin kaya dan miskin dibiarkan semakin miskin. Banyak sekali warga yang hidupnya terancam karena kehabisan makanan, kedinginan karena tidak punya selimut, kehujanan karena tidak punya tempat berteduh, dan dibiarkan sakit tanpa ada usaha memberinya obat-obatan. Almarhum selalu membantu untuk menyambung hidup mereka meskipun dengan cara mengambil sebagian harta orang-orang kaya yang pelit untuk disalurkan kepada mereka. Bertahun-tahun melakukan usaha itu meskipun resiko yang amat berbahaya dan mengancam jiwanya. Ia melihat salah satunya cara membantu mereka yang hidupnya terancam dengan cara memindahkan sebagian harta orang kaya kepada mereka yang betul-betul amat membutuhkannya. Almarhum mengambil barang-barang orang kaya samasekali bukan untuk kepentingan dirinya, tetapi untuk warga yang hidupnya terancam karena kemiskinannya.

 

Kisah ini mencontohkan adanya sebuah kenyataan Malaikat berjubah Iblis. Kebalikan dari artikel terdahulu ada juga orang yang seperti Iblis berjubah Malaikat. Pelajaran penting bagi kita, jangan kita terkecoh dengan penampilan fisik, atau jangan terlalu cepat memvonis orang lain itu iblis, siapa tahu di mata Tuhan itu malaikat. Kita juga diminta untuk menampilkan sejujurnya diri kita sebagai apa adanya. Kedua kisah nyata yang dicontohkan bukanlah yang paling ideal secara umum untuk kita lakukan. Agama kita menganjurkan untuk menampilkan diri sebagai manusia ideal, satunya kata dengan perbuatan, dan satunya penampilan dengan isi hati yang sebenarnya, sehingga orang lain tidak gampang terkecoh. Hidup dengan apa adanya akan menjanjikan ketenangan hidup daripada menampilkan kepura-puraan dan kemunafikan.


Pelajaran berharga dapat dipetik dari riwayat ini, jangan mengibliskan malaikat, seperti warga masyarakat tadi yang menganggap pemuda luhur itu sebagai iblis. Ternyata di balik perbuatannya yang penuh risiko, ada sebuah keluhuran niat dan tujuan yang secara konsisten dilakukan. Mari kita merawat penglihatan batin kita agar kita bisa selamat di dalam menjalani kehidupan ini. []

 

DETIK, 04 Mei 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar