Selasa, 10 Desember 2019

Zuhairi: Iran Gagalkan Skenario Amerika Serikat


Iran Gagalkan Skenario Amerika Serikat
Oleh: Zuhairi Misrawi

Iran berhasil menangkap 8 orang yang ditengarai mempunyai hubungan kuat dengan anggota badan intelijen Amerika Serikat (CIA). Delapan orang tersebut menyamar sebagai jurnalis warga (citezen journalist) yang terlibat dalam sejumlah aksi demonstrasi besar di beberapa kota propinsi Iran.

Demonstrasi yang paling mutakhir ini terjadi begitu cepat, terstruktur, dan masif. Bayangkan, sekitar 731 bank dirusak, 70 pom bensin dan gas dihancurkan, di samping 140 kantor pemerintahan menjadi sasaran amuk massa. Selain itu, sejumlah kantor kepolisian dan rumah sakit juga menjadi sasaran target para demonstran.

Sekitar 7.000 orang lebih ditangkap, dan belasan dikabarkan meninggal dunia. Sementara Amnesty International menyebutkan ada 143 orang yang tewas. Jumlah korban yang belum dikonfirmasi resmi oleh pemerintah Iran. Dari korban yang tewas tidak hanya warga, tetapi juga anggota Garda Revolusi yang bertugas mengamankan aksi demonstrasi.

Aksi demonstrasi bermula dari kebijakan Presiden Hasan Rouhani menaikkan harga bahan bakar minyak hingga 50%. Langkah tersebut didukung sepenuhnya oleh sejumlah lembaga tinggi negara, termasuk Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khamenei. Artinya, kebijakan tersebut diambil dalam rangka menghindari mudarat yang lebih besar dan krisis ekonomi yang lebih luas akibat sanksi ekonomi yang dikeluarkan oleh AS perihal nota kesepahaman nuklir. Sebagai kompensasi kenaikan harga BBM, Rouhani memberikan insentif langsung berupa bantuan langsung tunai untuk kalangan miskin.

Di Iran, sebuah kebijakan yang didukung sepenuhnya oleh Pemimpin Tertinggi biasanya secara otomatis akan mendapatkan dukungan penuh dari sebagian besar warga. Warga Iran mempunyai kepercayaan penuh terhadap Ayatullah Ali Khamenei sebagai rakhbar, karena setiap keputusan yang diambil mempunyai pertimbangan moral yang kuat. Kenaikan harga BBM menjadi opsi yang paling mungkin diambil karena hanya menyasar kelompok kelas menengah ke atas yang mempunyai kendaraan pribadi. Sementara kendaraan umum tidak dikenai kenaikan harga BBM.

Namun di luar dugaan, respons sebagian warga kelas menengah dan kelas bawah terhadap kebijakan tersebut sangat brutal. Mereka tidak hanya melakukan protes terhadap kebijakan tersebut, melainkan juga merusak tempat-tempat strategis, yang merupakan pusat-pusat pelayanan publik. Sebab itu, aksi demonstrasi tersebut banyak menimbulkan kecurigaan karena tidak mampu menghadirkan solusi alternatif jika seandainya kebijakan kenaikan harga BBM dibatalkan.

Muncul aksi demonstrasi yang konstruktif. Mereka meminta agar kenaikan harga BBM tidak disertai dengan kenaikan harga-harga sembako yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Sebab yang dikhawatirkan, kenaikan BBM biasanya berakibat pada kenaikan bahan-bahan pokok warga, sehingga menimbulkan gejolak ekonomi dan politik yang lebih besar.

Namun, yang sangat disayangkan, yang muncul ke permukaan justru aksi demonstrasi yang bernuansa destruktif, yang bernuansa ketidakpercayaan kepada lembaga tinggi negara, khususnya Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khamenei. Mereka sepertinya menggunakan momentum kebijakan harga BBM sebagai momentum untuk meruntuhkan simbol-simbol penting kenegaraan.

Ironisnya, aksi demonstrasi tidak terjadi di kota-kota besar, melainkan di kantong-kantong warga miskin, seperti di Islamshar, Shahriar dan Gohardasht. Di Teheran juga terjadi di beberapa wilayah kantong warga miskin, seperti di Pirouzi dan Tehranpars. Padahal kebijakan memberikan insentif bagi warga-warga miskin sudah langsung diberikan oleh Rouhani beberapa hari setelah kebijakan kenaikan harga BBM dikeluarkan.

Maka dari itu, Ayatullah Ali Khamenei menegaskan sejumlah aksi brutal yang muncul di beberapa kota hakikatnya bukan murni sebagai aksi yang bersifat spontan dan mempunyai komitmen untuk mencari solusi alternatif bagi krisis ekonomi yang dihadapi Iran akibat sanksi ekonomi yang dikeluarkan oleh AS.

Iran adalah negara kaya gas dan minyak. Tidak semestinya Iran menghadapi krisis ekonomi jika diberi kebebasan menjual sumber daya alamnya itu. Tapi AS dengan akal bulusnya selalu berusaha melarang Iran dengan dalih kepemilikan nuklir. AS ingin menghancurkan Iran dengan cara memiskinkan Iran.

Langkah tersebut dilakukan sejak revolusi Islam pada tahun 1979, saat Imam Khomeini berhasil menggulingkan boneka AS di Iran dan Timur-Tengah, Reza Pahlevi. Bahkan Kedutaan Besar AS di Iran menjadi sasaran warga Iran yang menghendaki kemerdekaan dari penjajahan dan intervensi AS di Iran dan Timur-Tengah.

Nah, hingga saat ini AS berusaha untuk menguasai, mendikte, bahkan menggagalkan revolusi Islam Iran yang sudah berusia empat dekade. Pada masa kepemimpinan Presiden Obama, Iran berhasil membangun kesepahaman dengan AS. Sebuah kebijakan yang sangat spektakuler karena kedua negara yang berseteru itu berhasil mencapai titik kesepakatan yang memberikan angin segar bagi perdamaian di Timur-Tengah. Walhasil, AS dan Iran berhasil menumbangkan ISIS yang menggurita di Irak dan Suriah.

Namun AS di bawah kepemimpinan Presiden Trump menjadi mimpi buruk. AS menampilkan wajah brutalnya dengan intensi jahat terhadap Iran. Sanksi ekonomi yang ditujukan kepada Iran akan membawa dampak ekonomi yang nyata bagi Iran. Walhasil, mau tidak mau, Presiden Rouhani harus mengambil kebijakan yang tidak populer dengan menaikkan harga BBM.

AS berharap langkah yang diambil Presiden Rouhani akan menyebabkan runtuhnya wibawa lembaga-lembaga tinggi negara, khususnya Pemimpin Tertinggi Iran. Rupanya harapan tersebut gagal total. Pemimpin Tertinggi Iran masih mendapat dukungan dari sebagian besar warga Iran.

Warga Iran menyadari bahwa sumber masalah ekonomi yang dihadapi Iran saat ini bukan sesuatu yang disebabkan oleh masalah internal. Mereka menyadari bahwa kenaikan harga BBM akibat dari sanksi ekonomi yang diambil AS. Mereka menyadari bahwa AS merupakan sumber segala masalah bagi Iran. Karenanya, dukungan terhadap Ayatullah Ali Khamenei semakin besar. Jutaan warga Iran turun ke jalan memberikan dukungan terhadap revolusi Islam.

Bahkan kelompok konservatif yang biasanya berseberangan secara politik dengan Presiden Rouhani justru sekarang bersatu padu untuk menentang narasi dan niat jahat AS di Iran. Karena itu, AS akan selalu menjadi kartu mati di Iran dan Timur-Tengah.

DETIK, 28 November 2019
Zuhairi Misrawi | Cendekiawan Nahdlatul Ulama, analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East Institute, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar