Hukum Pinjam Uang ke Bank
untuk Membeli Rumah
Pertanyaan:
Assalamualaikum.
Saya mau tanya. Saya pinjam uang ke bank
untuk membeli rumah untuk anak dan istri saya. Jika tidak pinjam (kredit)
rasanya agak sulit saya memiliki rumah. Bagaimanakah hukumnya mengingat jika
kita pinjam ke bank pasti ada bunga yang harus dibayar? Terimakasih.
Hamba Allah
Jawaban:
Wa’alaikum salam.
Saudara penanya yang budiman. Semoga Allah
subhanahu wata’ala senantiasa mencurahkan rahmat-Nya kepada kita
sekalian!
Terkait dengan hukum bunga bank, NU lewat
keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Lampung
Tahun 1992 telah menghasilkan keputusan bahwa hukum bunga bank masih ikhtilaf.
Ada yang mempersamakan dengan riba, ada yang tidak mempersamakan keduanya, dan
ada yang menyatakan statusnya syubhat. Oleh karenanya, kemudian hasil keputusan
Munas tersebut memerinci bahwa apabila meminjam uang ke bank tersebut untuk
tujuan produktif maka diperbolehkan. Demikian sebaliknya, apabila meminjam uang
ke bank tersebut untuk tujuan konsumtif, maka tidak diperbolehkan.
Untuk pendapat yang membolehkan, ada catatan
bahwa bunga bank konvensional adalah sama maksudnya dengan istilah tarif
(‘ujrah) sehingga tidak bisa disebut riba. Hal ini mengingat bahwa riba adalah
cenderung kepada arah dhalim dan mendhalimi. Sementara itu, bunga bank tidak
dimaksudkan untuk dhalim dan mendhalimi melainkan ujrah (upah) kepada bank
selaku kafil (penjamin) dari makful 'anh (yang diberi jaminan), yakni
nasabah/peminjam.
Bunga bank ditetapkan berdasarkan prinsip
akad kafalah. Dengan akad kafalah, bunga disamakan dengan istilah tarif. Oleh
karena itu, maka disyaratkan agar bank menyampaikan besaran tarif tersebut
secara umum di awal dan hal ini sudah berlangsung hingga detik ini. Besaran
tarif yang sifatnya konstan (tetap) ini membedakannya dengan pengertian riba
yang bersifat أضعافا مضاعفة yaitu berlipat
ganda. Tarif ditentukan berdasarkan prinsip “keadilan.”
Dengan merujuk pada pendapat yang membolehkan
dalam keputusan Munas NU 1992 ini, maka keputusan saudara penanya untuk
meminjam ke bank disebabkan hajat memiliki sebuah rumah karena tingginya biaya
membangun sebuah rumah adalah diperbolehkan. Keputusan ini berdasarkan prinsip
maslahah mursalah, yang mana salah satunya adalah mensyaratkan peruntukannya
untuk maslahah dlaruriyah (memenuhi kebutuhan primer), maslahah hajiyah
(memenuhi hajat masyarakat banyak/berupa perumahan) dan maslahah tahsiniyah
(menuju kualitas hidup yang lebih baik). Usaha memenuhi kebutuhan primer merupakan
yang diperintahkan oleh syara’.
Demikian sekilas jawaban dari kami, semoga
dapat menjawab pertanyaan saudara. Jawaban ini tentu memiliki konsekuensi akan
adanya ikhtilaf. Sebagai jalan keluar, apabila ditemukan cara lain yang bisa
menggantikan posisi pinjam ke bank tersebut, maka wajib untuk mengambil sistem
tersebut karena lebih menyelamatkan. Wallahu a’lam bish shawab. []
Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih
Terapan dan Pengasuh Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri, P. Bawean, Gresik,
Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar