Hukum Menutupi Aib pada
Calon Suami
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr. wb. Ustad, saya dan
teman-teman sering memperbincangkan pergaulan anak remaja sekarang, dan suat
waktu keluar pertanyaan dari teman saya, apakah seorang perempuan yang sudah
tidak perawan tetapi tidak hamil nanti ketika akan menikah harus mengatakan
keadaan yang sebenarnya kepada calon suaminya, atau malah harus menutup-nutupi
aib tersebut? Terimakasih, wassalamu’alaikum wr. wb.
Niskha – Semarang
Jawaban:
Assalamu’alaikum wr. wb
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati
Allah swt. Aib itu adalah sesuatu yang memalukan, dan sudah semestinya
ditutupi. Dalam hadits Nabi saw yang sering kita dengar adalah, barang siapa
yang menutupi aib saudaranya sesama muslim maka akan Allah tutupi aibnya kelah
pada hari kiamat.
Namun bagaimana dengan aib sendiri, seperti
ketidakprawanan seorang perempuan yang disebabkan melakukan hubungan badan
dengan kekasihnya, kemudian putus hubungan dengannya. Lalu, ada laki-laki lain
yang mencintai si perempuan tersebut dan siap menikahinya. Apakah si perempuan
itu sebaiknya menceritakan aibnya apa tidak.
Dalam kitab I’anah ath-Thalibib terdapat
keterangan yang menyatakan bahwa orang yang zina dan orang yang melakukan
kemaksiatan disunnahkan untuk menutupi perbuatannya. Alasan yang dikemukakan
adalah terdapat hadits yang menyatakan bahwa barang siapa yang melakukan suatu
perbuatan yang keji maka hendaknya ia menutupinya dengan tutup Allah swt.
وَاعْلَمْ
أَنَّهُ يُسَنُّ لِلزَّانِي وَلِكُلِّ مَنِ ارْتَكَبَ مَعْصِيِّةً أَنْ يَسْتُرَ
عَلَى نَفْسِهِ لِخَبَرِ مَنْ أَتَى مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ
بِسِتْرِ اللهِ تَعَالَى
“Ketahuilah bahwa disunnahkan bagi pelaku
zina dan setiap orang melakukan kemaksiatan untuk menutupinya dirinya karena
ada hadits yang menyatakan, ‘Barang siapa yang melakukan satu perbuatan keji
maka hendaknya ia menutupi dengan tutup Allah swt”. (Abu Bakr Ibn as-Sayyid
Muhammad Syatha ad-Dimyathi, I’anah ath-Thalibin, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz,
4, h. 147)
Bahkan menurut penulis kitab at-Tamhid yaitu
Ibnu Abd al-Barr, salah seorang ulama kenamaan dari madzhab maliki menyatakan
bahwa ketika seorang muslim melakukan perbuatan keji (fahisyah) wajib baginya
menutupi dirinya, begitu juga wajib menutupi orang lain.
Dalam pandangan Ibnu Abd al-Barr perintah
untuk menutupi perbuatan keji dipahami sebagai perintah wajib, bukan sunnah
seperti pandangan penulis kitab I’anah ath-Thalibin. Demikian ini sebagaimana
dikemukakan Muhammad bin Yusuf bin Abi al-Qasim al-Abdari penulis kitab at-Taj
wa al-Iklil li Mukhtashar Khalil.
قَالَ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ أَصَابَ مِنْ مِثْلِ هَذِهِ
الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ قَالَ فِي
التَّمْهِيدِ : فِي هَذَا الْحَدِيثِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ السِّتْرَ وَاجِبٌ عَلَى
الْمُسْلِمِ فِي خَاصَّةِ نَفْسِهِ إذَا أَتَى فَاحِشَةً ، وَوَاجِبُ ذَلِكَ
أَيْضًا فِي غَيْرِهِ
“Rasulullah saw bersabda, ‘Barang siapa yang
melakukan sesuatu dari yang semisal perbuatan yang keji, maka hendaknya ia
menutupinya dengan tutup Allah. Dalam kitab at-Tamhid, Ibnu Abd al-Barr
berkata, bahwa dalam hadits ini terdapat petunjuk yang menunjukkan bahwa ketika
seorang muslim melakukan perbuatan yang keji wajib baginya menutupinya, dan
begitu juga menutupi orang lain” (Muhammad bin Yusuf bin Abi al-Qasim
al-Abdari, at-Taj wa al-Iklil li Mukhtashar Khalil, Bairut-Dar al-Fikr, 1398 H,
juz, 6, h. 166)
Dengan mengacu pada penjelasan di atas, maka
sebaiknya si perempuan tersebut tidak menceritakan aibnya sendiri kepada calon
suaminya. Bahkan menurut pendapat Ibnu Abd al-Barr menyatakan wajib
menutupinya.
Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga
bisa menjadi solusi yang baik atas persoalan yang ada. Setiap orang mempunyai
masa lalu. Berusahalah sebisa mungkin untuk menutupi aib kita dan orang lain,
segera bertaubat, dan perbanyak istighfar.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu’alaikum wr. wb
Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar