Posisi Imam Memimpin Doa Bersama
Setelah Shalat
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr. Wb. Saya ingin
menanyakan soal posisi imam setelah shalat? Orang tua kita dulu bahkan
sampai saat ini jika setelah ngimami, tidak menghadap ke makmum. Tetapi
sambil memimpin dzikir jahar (suara keras), tetap mengahap kiblat. Posisi
ini sekarang dipermasalahkan oleh beberapa sebagian orang. Mohon
penjelasannya. []
Wiwik Suwito, Jl. Alamsyah RPN Km. 3
Kotabumi – Lampung Utara
Jawaban:
Penanya yang budiman, semoga dirahmati Allah
swt. Terkait dalil atau dasar hukum tentang dzikir doa bersama sudah dijelaskan
di rubrik bahtsul masail sebelumnya.
Adapun mengenai posisi imam setelah membaca
istighfar tiga kali lalu lalu membaca, “Allahumma antas salam wa minkas
salam…..” disunnahkan baginya untuk mengubah posisinya bergeser atau berputar
menghadap ke arah makmum. Di antara hikmahnya adalah untuk memberitahuan bahwa
imam telah selesai melakukan shalat atau tidak dianggap oleh yang lainnya
(orang yang baru datang) bahwa imam masih dalam kondisi shalat.
Karenanya, ada yang menyatakan bahwa jika
setelah imam selesai melakukan shalat kemudian istgihfar dan membaca:
“Allahumma antas salam wa minkas salam..”, dan setelah itu tetap menghadap
kiblat dihukumi makruh.
Namun perlu dicatat bahwa hukum makruh ini
berlaku jika tidak ada halangan, seperti adanya jamaah perempuan. Sedang jika
ada halangan seperti adanya jamaah perempuan yang kita jumpai di banyak masjid
maupun mushalla di kampung-kampung, maka tidak mengapa jika imam setelah shalat
tetap menghadap ke kiblat.
Silaka menyimak penjelasan berikut ini:
عَنْ
ثَوْبَانَ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذَا
انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ: اللهُمَّ أَنْتَ
السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ (رواه مسلم(
“Dari Tsauban ra ia berkata: Bahwa Rasulullah
saw ketika telah selesai shalat meminta ampun (istighfar) sebanyak tiga kali,
kemudian membaca: Allahumma anta as-salam wa minka as-salam…” (H.R. Muslim)
وَ) يُكْرَهُ (مُكْثُهُ) أَيْ: الْإِمَامِ (كَثِيرًا) بَعْدَ
الْمَكْتُوبَةِ (مُسْتَقْبِلَ
الْقِبْلَةِ وَلَيْسَ ثَمَّ) بِفَتْحِ الْمُثَلَّثَةِ، أَيْ: هُنَاكَ (نِسَاءٌ) لِحَدِيثِ عَائِشَةَ: كَانَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا سَلَّمَ لَمْ يَقْعُدْ إلَّا مِقْدَارَ
مَا يَقُولُ: اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ، وَمِنْك السَّلَامُ تَبَارَكَتْ يَا
ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ" (منصور بن يونس البهوتي ، شرح منتهى
الإرادات، بيررت-عالم الكتب، الطبعة الأولى، 1414 هـ/ 1993م، ج، 1، ص. 283
“Dan dimakruhkan tetapnya imam dalam waktu
yang lama menghadap kiblat sepanjang di situ tidak ada jamaah perempuan. Hal
ini didasarkan kepad hadits yang diriwayatkan A’isyah ra: Bahwa Nabi saw ketika
telah selesai mengucapkan salam beliau tidak tidak duduk kecuali sekedar beliau
membaca: Allahumma anta as-salam, wa minka as-salam tabarakta ya dzal jalali wa
al-ikram”. (Manshur bin Yunus al-Bahuti, Syarh Muntaha al-Iradat, Alam
al-Kutub, cet ke-1, 1414 H/1993 M, juz, 1, h. 283).
Demikian penjelasan yang dapat kami sampaikan
kepada penanya, semoga dengan penjelasan yang sederhana bisa membantu
menguraikan persoalan yang ada. []
Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar