Jumat, 05 Desember 2014

(Ngaji of the Day) Dasar Hukum Dzikir dan Do’a Bersama Setelah Shalat



Dasar Hukum Dzikir dan Do’a Bersama Setelah Shalat

Pertanyaan:

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Saya sejak dahulu kalau mengimami sholat pasti saya tutup dengan do’a bersama. Saya memang belum tahu hadits berkenaan dengan do’a bersama setelah sholat. Tetapi karena sedari dulu amaliyah orang NU ya..seperti itu, maka saya ikuti saja. Dan saya yakin itu " benar ." Belakangan amaliyah saya ini dipermasalahkan. Katanya Nabi SAW tak pernah melakukan do’a bersama setiap selesai sholat fardlu. Mohon penjelasannya.

Kedua, soal posisi imam setelah sholat. Orang tua kita  dulu bahkan sampai saat ini  jika setelah mengimami..tidak menghadap ke makmum. Tetapi sambil memimpin dzikir jahar...tetap menghadap kiblat. Posisi ini  juga dipermasalahkan. Mohon penjelasannya, agar kami punya senjata.

(Wiwik Suwito)

Jawaban:

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاتهت

Jawaban:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Mbak Wiwik yang saya hormati, waktu setelah sholat fardhu termasuk waktu yang istimewa untuk berdo’a di samping waktu sepertiga akhir di malam hari, waktu antara adzan dan iqomah dan lain-lain. Di waktu-waktu tersebut hendaknya kita memperbanyak do’a dan dzikir.

Mengenai pelaksanaan do’a dan dzikir setelah sholat pada dasarnya tidak ada perselisihan di antara ̒ulama. Masalah yang muncul di sekitar kita disebabkan do’a dan dzikir itu dilakukan bersama, sebagaimana yang dilakukan Nahdliyyin. Amaliyah Nahdliyyin ini dipermasalahkan karena menurut semenatara kelompok amaliyah tersebut tidak ada dasarnya dalam Al-Qur’an, Hadits Nabi Muhammad SAW dan tidak termasuk amalan Salafus Shalih. Pendapat ini tentu harus diluruskan. Dzikir dan do’a bersama memiliki beberapa dasar yang salah satunya Hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dan Al-Hakim sebagai berikut : 

عَنْ حَبِيْبِ بْنِ مَسْلَمَةَ الْفِهْرِيِّ وَكَانَ مُجَابَ الدَّعْوَةِ رضي الله عنه قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: لاَ يَجْتَمِعُ قَوْمٌ مُسْلِمُوْنَ يَدْعُوْ بَعْضُهُمْ وَيُؤَمِّنُ بَعْضُهُمْ إِلاَّ اسْتَجَابَ اللهُ دُعَاءَهُمْ. )رواه الطبراني في الكبير و الحاكم في المستدرك(

Artinya : Dari Habib bin Maslamah al-Fihri RA –beliau seorang yang dikabulkan do’anya-, berkata: “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Tidak lah berkumpul suatu kaum Muslimin, lalu sebagian mereka berdo’a, dan sebagian lainnya mengucapkan amin, kecuali Allah pasti mengabulkan do’a mereka.” (HR. al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir, dan al-Hakim dalam al-Mustadrak).

Mengenai posisi imam setelah salam, banyak pendapat tentang hal tersebut. Ada yang mengatakan imam menghadap makmum, ada yang mengatakan bagian kanan badan imam mengarah ke makmum sementara bagian kirinya mengarah ke arah kiblat(untuk di Indonesia, menghadap ke Utara). Ada juga yang mengatakan imam tetap menghadap kiblat. Nah, untuk yang terakhir ini dijelaskan oleh Sayyid Abdurrahman bin Hasan bin Husain Ba Alawi dalam kitab Ghayatu Talkhish Al Murad min Fatawi ibn Ziyad Hal. 89

واختار الحافظ ابن حجر في فتاويه أن الإمام إن كان ممن يذكر المأمومين أو يدرسهم أو يفتيهم فأولى أن يستقبلهم وإلا فيستقبل القبلة

Artinya : Imam Al-Hafidz Ibn Hajar dalam Fatawinya mengatakan : imam lebih utama menghadap makmum jika memang hendak memberikan nasehat, pelajaran atau fatwa kepada mereka. Jika tidak demikian, maka imam tetap menghadap kiblat. 

Dengan demikian, dzikir bersama setelah sholat dan posisi imam menghadap kiblat setelah salam memiliki dasar pijakannya sendiri yang diambil dari Kitab atau Sunnah dan pendapat ulama yang tentunya berdasarkan Kitab dan Sunnah. Perbedaan pandangan dalam hal tersebut dan hal-hal furu’iyah yang lain tidak perlu menjadi penyebab perpecahan antara sesama umat Islam. Perbedaan yang ada biarlah tetap menjadi rahmat, bukan menjadi penyebab laknat. Semoga kita selalu mendapat rahmat dan ni’mat dari Allah SWT. Aamiin…

والله أعلم بالصواب
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Mahfuhan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar