Senin, 08 Desember 2014

(Buku of the Day) Manajemen Konflik Keagamaan, Analisis Latar Belakang Konflik Keagamaan Aktual



Mengurai Konflik Keagamaan


Judul                : Manajemen Konflik Keagamaan, Analisis Latar Belakang Konflik Keagamaan Aktual
Penulis             : Abdul Jamil Wahab, M.Si
Penerbit            : PT Elex Media Komputindo Kompas Gramedia Jakarta
Tahun               : Cetakan I, 2014
Tebal                : xx + 244 hlm
Ukuran              : 14,8 X 21 cm
ISBN                 : 978-602-02-4553-9
Peresensi          : A Musthofa Asrori, penikmat buku, tinggal di Ciganjur Jakarta

Konflik keagamaan hadir di kehidupan kita searah tarikan nafas. Setiap jengkal langkah yang kita tempuh, acapkali —untuk tak menyebut sering— kita jumpai konflik berlatar agama. Padahal semua agama mengajarkan kebaikan dan kedamaian, bukan keburukan dan konflik berkepanjangan. Penyebabnya tentu banyak hal. Bisa jadi satu hal menjadi irisan bagi hal lain.

Sekedar menyebut sebuah konflik keagamaan, Perang Salib (1096-1271) adalah konflik antara Islam-Kristen terbesar sepanjang sejarah. Jika dikaji lebih jauh, konflik ini pun tidak semata-mata murni terkait agama. Di dalamnya juga terdapat unsur-unsur perebutan kekuasaan, aneka sumber daya, dan sumber sekuler lainnya.

Jika ditarik ke konteks Indonesia, konflik keagamaan yang pecah di sejumlah wilayah seperti Ambon, Poso, Maluku, disebut-sebut juga dipicu perebutan kekuasaan lokal dan sumber daya terbatas. Sayangnya, konflik itu seperti diarahkan agar menyeret isu agama serta melibatkan warga berdasar segregasi agama. (hlm. 11)

Abdul Jamil Wahab, sang penulis buku, hendak mengetengahkan satu hal yang menjadi penyebab sukar terurainya sebuah konflik keagamaan. Ia menyebut teori sosiologi konflik belum banyak digunakan oleh para praktisi keagamaan saat ini. Mereka umumnya justru banyak menggunakan pendekatan teologis, sehingga cenderung tidak bersikap netral dalam menangani konflik.

Menariknya, dalam buku ini penulis tidak hanya mengulas penyebab konflik, namun juga pelbagai dinamika yang mengiringinya sehingga buku ini sangat informatif. Buku ini penting dibaca karena menginformasikan konflik keagamaan yang terjadi belakangan yang melibatkan beberapa paham dan gerakan keagamaan. Sebut saja Ahmadiyah, Syiah, Islam radikal, Islam liberal, dan paham salafi dakwah, serta seputar pendirian rumah ibadah.

Ditilik dari optik akademik, buku ini kaya akan data lapangan yang didapat langsung penulisnya dari sumber primer (lokasi peristiwa). Meski demikian, informasi tersebut sengaja ditulis simpel demi menghindari tebalnya halaman buku. Untuk menepis keraguan dan memantapkan keyakinan, penulis membuka diri bila data-data primer maupun sekunder tersebut dipertanyakan oleh sidang pembaca.

Data lapangan tersebut diperoleh Jamil Wahab ketika bertugas sebagai peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. Tak heran jika ia menyebut bahwa buku ini lahir dari pengamatannya sebagai peneliti kehidupan keagamaan yang ditunjang laporan hasil penelitian beberapa rekan peneliti di instansi pemerintah tersebut. Diskusi, seminar, dan literatur lainnya kian memperkaya tulisan berbasis riset ini.

Bahkan, isu konflik keagamaan aktual itu menjadi bab khusus yang mengupas habis masing-masing ormas terkait mulai sejarah perkembangan dan kemunculannya, masuknya ke Indonesia, hingga konflik dan penyerangan terhadap mereka. Analisis kritis pun makin menggemukkan pembahasan pada bab III buku ini. Ya, sisik melik dan siku-liku ormas-ormas Islam tersebut dikupas habis berdasar riset lapangan yang ia lakukan.

Misalnya soal konflik Ahmadiyah di Tasikmalaya, Jamil Wahab menuding hanya tiga orang yang diajukan ke pengadilan. Padahal pengajuan terhadap para pelaku kekerasan ke ranah hukum penting dilakukan guna memberi peringatan kepada yang lain agar tidak melakukan hal serupa di kemudian hari. Melalui riset lapangan tersebut, ia mendapat informasi bahwa dalam kasus tersebut aparat kepolisian memiliki rekaman video yang berisi aksi kedatangan kelompok penyerang. Tak ayal, wajah para penyerang dan perusak itu dengan mudah dapat diidentifikasi. (hlm. 61)

Yang menarik, saat membahas tentang Islam radikal penulis buku ini juga menyinggung soal gerakan radikalisme Islam di Timur Tengah. Ia mulai dari sejarah singkat lahirnya radikalisme Islam yang sudah muncul pada akhir kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Ketika itu, kondisi politik tidak stabil lantaran pemberontakan Muawiyah bin Abi Sufyan. Singkat cerita, pertempuran sengit tiga hari yang terkenal dengan sebutan Perang Shiffin itu berujung terbunuhnya Ali bin Abi Thalib oleh kaum Khawarij yang kecewa lantaran menantu Rasulullah SAW itu menerima tahkim (arbitrase) yang diajukan kubu Muawiyah. (hlm. 94)

Beberapa peneliti menyatakan fenomena radikalisme dewasa ini merupakan kelanjutan episode Khawarij yang lahir dari Peristiwa Tahkim itu. Mereka menggunakan doktrin takfir demi melawan penguasa yang sah. Ada juga yang mengaitkan radikalisme dengan munculnya seruan purifikasi yang dimotori Muhammad bin Abdul Wahhab (1703-1792) di semenanjung Arabia. (hlm. 96)

Sayangnya, penulis buku ini hanya menyebut dua ormas yang muncul sebagai penggerak radikalisme di Timur Tengah: Ikhwanul Muslimin (IM) dan Jemaah Islamiyah (JI) yang notabene merupakan sempalan IM yang didirikan Umar Abdurrahman pada 1973. Al-Qaeda yang terkenal pascatragedi Nine Eleven (11 September 2001) dan Gerakan Taliban di Afghanistan bahkan tidak disinggung sama sekali. Jika peluncuran buku ini pada menit-menit terakhir menjelang kelahiran ISIS, cuplikan pembahasan tentang Negara Islam Irak-Suriah ini sudah tentu bakal menambah lezat buku ini.

Meski demikian, informasi penting terkait konflik keagamaan yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif di berbagai penjuru Tanah Air termuat dalam buku ini. Memang, publik membutuhkan informasi utuh tentang pelbagai paham, aliran, dan gerakan keagamaan yang ada di Indonesia, khususnya terkait konflik yang melibatkan mereka.

Faktanya, terkait konflik keagamaan aktual, masyarakat mengetahuinya hanya dari pemberitaan media massa yang sudah tentu kurang memadai. Mereka menerima informasi terjadinya konflik namun tidak paham siapa yang berkonflik dan mengapa mereka berkonflik. Dengan membaca utuh buku ini, diharapkan publik dapat melihat secara integral konflik yang terjadi, sehingga pemahaman mereka proporsional dan lebih objektif melihat konflik keagamaan yang mewabah. Selamat membaca! (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar