Cara Gus Dur Membaca Sepak Bola
Judul
: Gus Dur dan Sepak Bola
Editor
: Mustiko Dwipoyono, dkk.
Penerbit
: Imtiyaz,
Surabaya
Tahun
: Cetakan I, September 2014
Tebal
: viii + 183 hlm
ISBN
: 978-602-7661-17-2
Harga
: Rp. 40.000,-
Peresensi
: Fathoni, mengaji banyak
kolom Gus Dur
Sebelumnya, tidak ada yang menyangka
kepakaran Gus Dur di bidang sepak bola. Para koleganya bahkan tidak memungkiri
kepakaran Gus Dur dalam bidang agama karena dia Kiai, dalam bidang
sosial-politik karena dia politikus yang negarawan, ataupun dalam bidang budaya
karena dia adalah budayawan. Bahkan Gus Dur lebih kental kepakarannya dalam
semua bidang itu. Tetapi paham dan tajam dalam membaca sepak bola sekelas Piala
Dunia dan Piala Eropa, itulah yang membuat para pengamat sepak bola profesional
pun dibuat terperangah dengan cara Gus Dur membaca Sepak Bola.
Tentu kepakaran dalam membaca sepak bola
tidak didapat Gus Dur dengan cara ‘karbitan’. Gus Dur seperti yang kita tahu
bersama adalah seorang Guru Bangsa yang sangat mahir dalam membaca kehidupan
manusia. Di sinilah Gus Dur memandang bahwa sepak bola adalah bagian dari
kehidupan manusia. Maksudnya, filosofi dalam permainan terpopuler di dunia ini
adalah persis yang terjadi dalam dinamika kehidupan manusia, baik dalam
kehidupan sosial, budaya, agama dan politik. Jadi, sepak bola bukan hanya milik
para pemerhati sepak bola, tetapi juga milik semua orang yang concern
dalam membacanya.
Membaca di sini tidak hanya membaca permainan
sepak bola itu sendiri, tetapi juga bagaimana cara mengetahui karakter pemain,
pelatih maupun official dan memahami unsur-unsur psikologis semua pihak
terkait tersebut. Selain itu, bagaimana makna filosofis dari strategi permainan
yang diterapkan oleh sebuah Tim Nasional berdasarkan aspek-aspek dan
unsur-unsur di atas. Semua hal tersebut diperhatikan oleh Gus Dur secara detail
sehingga kepakarannya melebihi komentator atau pengamat sepak bola yang sudah familiar sekalipun.
Tak heran dengan karakter intelektualnya tersebut, Gus Dur justru mampu mengahsilkan
tulisan-tulisan yang sangat bergizi di dalam buku setebal 183 halaman ini.
Tercatat dalam buku terbitan Imtiyaz yang
bekerja sama dengan Pesantren Ciganjur dan Pojok Gus Dur ini
terdapat 21 kolom Gus Dur khusus yang mengulas sepak bola dunia yang ditulis
sejak tahun 1982, saat Piala Dunia di Spanyol hingga tahun 2000 ketika dirinya
menjabat orang nomor wahid di negeri ini. Ulasan sepak bola Gus Dur sangat
kompeten dan komprehensif karena terkontekstualisasikan dengan kehidupan agama,
sosial, budaya dan politik. Di sinilah yang penulis sebut kolom sepak bola Gus
Dur bukan hanya sebatas informasi ataupun ulasan pertandingan, tetapi tulisan
yang bergizi untuk memahami kehidupan yang kerap kali dianggap rumit serumit
permainan sepak bola itu sendiri.
Kepakaran Gus Dur juga dapat dilihat dari
prediksinya mengenai sebuah pertandingan dan masa depan Tim maupun negara
terkait. Hal ini ditunjukan oleh Gus Dur yang pada tahun 1994 telah memprediksi
bahwa era tahun 2000-an ke atas adalah era kebangkitan sepak bola Korea Selatan
dan membanjirnya para legiun Afrika di kancah persepakbolaan Eropa. Seperti
yang telah kita ketahui bersama, Korea Selatan mampu menembus babak semifinal
pada gelaran Piala Dunia tahun 2002 di Korea-Jepang dengan mengandaskan Tim favorit
juara, Italia di perempat final dengan skor 2-1 melalui gol emas Ahn Jung Hwan
di babak perpanjangan waktu. Meski akhirnya kalah 0-1 oleh Tim Panser Jerman di
semifinal dan kandas 2-3 oleh Turki di perebutan tempat ketiga, Tim Korsel
mampu menunjukan kebangkitan sepak bola Asia seperti yang telah diprediksikan
oleh Gus Dur.
Prediksi Gus Dur dengan membanjirnya legiun
Afrika di kancah persepakbolaan Eropa juga terbukti dengan kiprah menakjubkan
mereka di klub masing-masing. Bahkan, liga terbaik di eropa saat ini, English
Premier Ligue (EPL) banyak menggunakan jasa pemain-pemain Afrika maupun yang
berdarah Afrika. Puncaknya, ketika Samuel Eto’o, penyerang brilian asal Kamerun
direkrut oleh klub asal Rusia Anzhi Makhachkala dari Inter Milan tahun 2011 sebagai
pemain bergaji tertinggi di dunia, 20 juta euro per tahun, jauh melampaui
pemain terbaik dunia Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo.
Tentu ini bukan prediksi srampangan ala Gus
Dur. Dia melihat potensi kehebatan negara-negara Afrika ketika mengulas pertandingan
antara Nigeria melawan Italia di Piala Dunia 1994 di AS. Meski minim pengalaman
dan akhirnya tersingkir, Nigeria bermain sangat mengagumkan dalam pandangan Gus
Dur, baik dalam mengorganisasi permainan, bertahan dan menyerang (hal. 41).
Di dalam buku ini juga diapaparkan
kolom-kolom ‘konfrontasi’ sepak bola antara Gus Dur dan Romo Sindhunata yang
juga dikenal sebagai komentator sepak bola, wartawan sekaligus sastrawan dan
budayawan selain terdapat juga hasil wawancara dan humor-humor mencerdaskan terkait
sepak bola ala Gus Dur. Sindhunata mengkritik Presiden Gus Dur yang cenderung
menggunakan pola catenaccio (sistem grendel) yang kerap digunakan oleh
Timnas Italia sebagai strateginya menghadapi parlemen yang saat itu sangat
destruktif kala berseteru dengan pemerintah. Pola permainan ini bertahan,
cenderung tidak berkembang karena hanya menunggu kesempatan untuk menyerang
sehingga membuat permainan sepak bola sangat monoton.
Itulah yang dinilai Sindhunata pemerintahan
Gus Dur menjadi tidak berkembang dan tidak indah seperti kepakarannya dalam
membaca sepak bola. Kolom tentang ini oleh Sindhunata diberi judul ‘Catenaccio
Politik Gus Dur’ yang diterbitkan oleh harian terkemuka nasional pada tanggal
16 Desember 2000 hingga akhirnya mendapat perhatian Gus Dur di media yang sama.
Gus Dur menanggapinya dengan menulis kolom juga dua hari setelahnya dengan
tajuk ‘Catenaccio Hanyalah Alat Belaka’. Bagaimana tanggapan detail Gus Dur?
Serta bagaimana seru dan apik-nya kolom-kolom sepak bolanya? Selengkapnya
dalam buku ini. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar