Senin, 22 Desember 2014

(Buku of the Day) Gus Dur dan Sepak Bola



Cara Gus Dur Membaca Sepak Bola

Judul                : Gus Dur dan Sepak Bola
Editor               : Mustiko Dwipoyono, dkk.
Penerbit            : Imtiyaz, Surabaya
Tahun               : Cetakan I, September 2014
Tebal                : viii + 183 hlm
ISBN                 : 978-602-7661-17-2
Harga               : Rp. 40.000,-
Peresensi          : Fathoni, mengaji banyak kolom Gus Dur

Sebelumnya, tidak ada yang menyangka kepakaran Gus Dur di bidang sepak bola. Para koleganya bahkan tidak memungkiri kepakaran Gus Dur dalam bidang agama karena dia Kiai, dalam bidang sosial-politik karena dia politikus yang negarawan, ataupun dalam bidang budaya karena dia adalah budayawan. Bahkan Gus Dur lebih kental kepakarannya dalam semua bidang itu. Tetapi paham dan tajam dalam membaca sepak bola sekelas Piala Dunia dan Piala Eropa, itulah yang membuat para pengamat sepak bola profesional pun dibuat terperangah dengan cara Gus Dur membaca Sepak Bola.

Tentu kepakaran dalam membaca sepak bola tidak didapat Gus Dur dengan cara ‘karbitan’. Gus Dur seperti yang kita tahu bersama adalah seorang Guru Bangsa yang sangat mahir dalam membaca kehidupan manusia. Di sinilah Gus Dur memandang bahwa sepak bola adalah bagian dari kehidupan manusia. Maksudnya, filosofi dalam permainan terpopuler di dunia ini adalah persis yang terjadi dalam dinamika kehidupan manusia, baik dalam kehidupan sosial, budaya, agama dan politik. Jadi, sepak bola bukan hanya milik para pemerhati sepak bola, tetapi juga milik semua orang yang concern dalam membacanya.

Membaca di sini tidak hanya membaca permainan sepak bola itu sendiri, tetapi juga bagaimana cara mengetahui karakter pemain, pelatih maupun official dan memahami unsur-unsur psikologis semua pihak terkait tersebut. Selain itu, bagaimana makna filosofis dari strategi permainan yang diterapkan oleh sebuah Tim Nasional berdasarkan aspek-aspek dan unsur-unsur di atas. Semua hal tersebut diperhatikan oleh Gus Dur secara detail sehingga kepakarannya melebihi komentator atau pengamat sepak bola yang sudah familiar sekalipun. Tak heran dengan karakter intelektualnya tersebut, Gus Dur justru mampu mengahsilkan tulisan-tulisan yang sangat bergizi di dalam buku setebal 183 halaman ini.

Tercatat dalam buku terbitan Imtiyaz yang bekerja sama dengan Pesantren Ciganjur dan Pojok Gus Dur ini terdapat 21 kolom Gus Dur khusus yang mengulas sepak bola dunia yang ditulis sejak tahun 1982, saat Piala Dunia di Spanyol hingga tahun 2000 ketika dirinya menjabat orang nomor wahid di negeri ini. Ulasan sepak bola Gus Dur sangat kompeten dan komprehensif karena terkontekstualisasikan dengan kehidupan agama, sosial, budaya dan politik. Di sinilah yang penulis sebut kolom sepak bola Gus Dur bukan hanya sebatas informasi ataupun ulasan pertandingan, tetapi tulisan yang bergizi untuk memahami kehidupan yang kerap kali dianggap rumit serumit permainan sepak bola itu sendiri.

Kepakaran Gus Dur juga dapat dilihat dari prediksinya mengenai sebuah pertandingan dan masa depan Tim maupun negara terkait. Hal ini ditunjukan oleh Gus Dur yang pada tahun 1994 telah memprediksi bahwa era tahun 2000-an ke atas adalah era kebangkitan sepak bola Korea Selatan dan membanjirnya para legiun Afrika di kancah persepakbolaan Eropa. Seperti yang telah kita ketahui bersama, Korea Selatan mampu menembus babak semifinal pada gelaran Piala Dunia tahun 2002 di Korea-Jepang dengan mengandaskan Tim favorit juara, Italia di perempat final dengan skor 2-1 melalui gol emas Ahn Jung Hwan di babak perpanjangan waktu. Meski akhirnya kalah 0-1 oleh Tim Panser Jerman di semifinal dan kandas 2-3 oleh Turki di perebutan tempat ketiga, Tim Korsel mampu menunjukan kebangkitan sepak bola Asia seperti yang telah diprediksikan oleh Gus Dur.

Prediksi Gus Dur dengan membanjirnya legiun Afrika di kancah persepakbolaan Eropa juga terbukti dengan kiprah menakjubkan mereka di klub masing-masing. Bahkan, liga terbaik di eropa saat ini, English Premier Ligue (EPL) banyak menggunakan jasa pemain-pemain Afrika maupun yang berdarah Afrika. Puncaknya, ketika Samuel Eto’o, penyerang brilian asal Kamerun direkrut oleh klub asal Rusia Anzhi Makhachkala dari Inter Milan tahun 2011 sebagai pemain bergaji tertinggi di dunia, 20 juta euro per tahun, jauh melampaui pemain terbaik dunia Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo.

Tentu ini bukan prediksi srampangan ala Gus Dur. Dia melihat potensi kehebatan negara-negara Afrika ketika mengulas pertandingan antara Nigeria melawan Italia di Piala Dunia 1994 di AS. Meski minim pengalaman dan akhirnya tersingkir, Nigeria bermain sangat mengagumkan dalam pandangan Gus Dur, baik dalam mengorganisasi permainan, bertahan dan menyerang (hal. 41).

Di dalam buku ini juga diapaparkan kolom-kolom ‘konfrontasi’ sepak bola antara Gus Dur dan Romo Sindhunata yang juga dikenal sebagai komentator sepak bola, wartawan sekaligus sastrawan dan budayawan selain terdapat juga hasil wawancara dan humor-humor mencerdaskan terkait sepak bola ala Gus Dur. Sindhunata mengkritik Presiden Gus Dur yang cenderung menggunakan pola catenaccio (sistem grendel) yang kerap digunakan oleh Timnas Italia sebagai strateginya menghadapi parlemen yang saat itu sangat destruktif kala berseteru dengan pemerintah. Pola permainan ini bertahan, cenderung tidak berkembang karena hanya menunggu kesempatan untuk menyerang sehingga membuat permainan sepak bola sangat monoton.

Itulah yang dinilai Sindhunata pemerintahan Gus Dur menjadi tidak berkembang dan tidak indah seperti kepakarannya dalam membaca sepak bola. Kolom tentang ini oleh Sindhunata diberi judul ‘Catenaccio Politik Gus Dur’ yang diterbitkan oleh harian terkemuka nasional pada tanggal 16 Desember 2000 hingga akhirnya mendapat perhatian Gus Dur di media yang sama. Gus Dur menanggapinya dengan menulis kolom juga dua hari setelahnya dengan tajuk ‘Catenaccio Hanyalah Alat Belaka’. Bagaimana tanggapan detail Gus Dur? Serta bagaimana seru dan apik-nya kolom-kolom sepak bolanya? Selengkapnya dalam buku ini. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar