Do’a Melawan Mitos dan
Tahayul
Tashdiqun bil qalbi wa iqrarun billisani wa
amalun bil arkani, demikian keterangan tentang iman. Yang artinya hati
meyakini, lisan mengatakan, dan raga bekerja. Ketiganya merupakan satu
kesatuan yang tak terpisahkan. Iman menuntut adanya perpaduan dan kesesuaian
antara ranah hati, lisan dan raga.
Dengan kata lain, seorang yang beriman
tidaklah cukup dengan mengatakannya di lisan saja, tetapi juga harus dibuktikan
dengan tindakan dan gerak badan. Dan yang paling penting adalah keyakinan yang
tertanam di dalam hati. Akan tetapi dalam kenyataannya memadukan ketiganya
bukanlah hal yang mudah. Perlu latihan-latihan dan percobaan. Jangankan
menyatukan hati, lisan dan badan, menyatukan lisan dan badan saja terkadang
terasa berat. Kalaupun kesesuaian lisan dan badan telah tercapai terkadang hati
masih sangsi. Karena itulah muncul istilah al-imanu yazid wa yanqush, bahwa
iman itu terkadang penuh terkadang kurang. Terkadang mantap terkadang ragu,
terkadang yakin terkadang bimbang.
Semua orang mu’min percaya bahwa Allah swt
adalah Tuhan Maha Kuasa dan Perkasa. Tidak ada satu kejadian pun di dunia ini
yang luput dari kekuasaa-Nya. Namun keimanan semacam ini seringkali goyah jika
berhadapan dengan takhayul dan kepercayaan yang telah lama berakar di
tengah-tengah masyarakat. Misalnya seringkali seorang muslim tiba-tiba menjadi
ragu melanjutkan perjalanannya karena secara tidak sengaja kendaraan yang
ditumpanginya melindas seekor kucing hingga mati. Keraguan itu muncul dari
mitos yang meyakini adanya musibah diperjalanan bagi mereka yang menabrak
kucing. Atau juga seringkali seseorang terpikirkan hal buruk akan menimpa
keluarga hanya karena dirinya secara kebetulan kejatuhan tahi cicak, dan
demikian seterusnya.
Meskipun mempercayai firasat semacam itu
tidaklah termasuk musyrik, tetapi baiknya perasaan demikian segera dibuang.
Karena jika dibiarkan akan merusak iman. Dalam hal ini Rasulullah saw
sebagaimana dalam kitab Marasil nya Imam Abu Daud pernah bersabda bahwa
“seorang hamba tidak jarang terlintas dalam hatinya merasa sial karena suatu
kejadian, apabila merasakan hal itu maka ucapkanlah:
أَناَ
عَبْدُ اللهِ مَاشَاءَ اللهُ لاَقُوَّةَ الاّ باللهِ لَايَأْتِى بِالْحَسَنَاتِ
الاّ اللهُ وَلَا يُذْهِبُ السَّيِّئَاتِ اِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ أَنَّ اللهَ عَلىَ
كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ"
Artinya:
Aku hamba Allah, segala sesuatu atas kehendak
Allah, tiada kekuatan melainkan dari Allah, tidak ada yang mendatangkan
kebaikan kecuali Allah, dan tidak ada yang menghilangkan keburukan kecuali
Allah. Aku bersaksi bahwasannya Allah Maha Mampu atas segala sesuatu”.
Demikianlah cara Rasulullah saw memberikan
solusi kepada masyarakat Arab di lingkungannya sehubungan dengan kuatnya
tradisi takhayul pada masyarakat arab (misalnya burung hantu yang membawa sial,
syaitan ghaul yang menyesatkan perjalanan, ataupun bulan safar yang dianggap
sial dan seterusnya). Artinya firasat buruk yang muncul dalam hati karena
adanya satu kejadian alami semacam ini sangatlah manusiawi belaka. Tidak lantas
mereka yang merasakan semacam itu dianggap musyrik, tetapi hanya posisi imannya
yang berkurang. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar