Puasa Dawud merupakan puasa yang dilakukan dengan waktu selang-seling, yaitu satu hari puasa dan satu hari tidak. Menurut Dr. Wahbah az-Zuhaili (w. 2015 M), ulama sepakat bahwa hukum puasa Dawud adalah sunnah. Artinya, jika dilakukan mendapat pahala, dan jika meninggalkannya tidak mendapat dosa (Az-Zuhaili, Fiqhul Islami wa Adillatuhu, juz 3, hal. 1640).
Keutamaan Puasa Dawud
1. Puasa sunnah yang paling disukai oleh Allah ta’ala
Puasa Dawud merupakan puasa sunnah yang palling disukasi oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Rasulullah ﷺ bersabda,
إِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ إِلَى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ وَأَحَبَّ الصَّلاَةِ إِلَى اللهِ صَلاَةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ وَكَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا
Artinya: “Puasa yang paling disukai di sisi Allah adalah puasa Dawud, dan shalat yang paling disukai Allah adalah shalat Nabi Dawud. Beliau biasa tidur di pertengahan malam dan bangun pada sepertiga malam terakhir dan beliau tidur lagi pada seperenam malam terakhir. Sedangkan beliau biasa berpuasa sehari dan berbuka sehari berikutnya” (HR al-Bukhari dan Muslim).
2. Wujud kasih sayang Islam pada umatnya
Para sahabat Nabi terkenal sebagai orang yang memiliki semangat ibadah sangat tinggi. Namun, terkadang semangat tersebut kebablasan dan mengabaikan hak-hak manusiawi pada umumnya, sehingga ibadah terkesan membebani. Islam sebagai agama rahmah (kasih sayang), tidak ingin pemeluknya terbebani dengan ibadah-ibadah yang dilakukan umatnya.
Suatu ketika seorang seorang sahabat bernama ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu dipergoki oleh Nabi berpuasa setiap hari, dan malam-malamnya ia gunakan hanya untuk shalat. Nabi pun menginterogasinya, “Wahai 'Abdullah, apakah benar berita bahwa kamu puasa seharian penuh lalu kamu shalat malam sepanjang malam?"
“Benar wahai Rasulullah,” aku ‘Abdullah.
“Janganlah kamu lakukan itu, tetapi berpuasalah dan berbukalah, shalat malamlah dan tidurlah, karena untuk jasadmu ada hak atasmu, matamu punya hak atasmu, istrimu punya hak atasmu, dan tamumu punya hak atasmu. Dan cukuplah bagimu bila kamu berpuasa selama tiga hari dalam setiap bulan karena bagimu setiap kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang serupa dan itu berarti kamu sudah melaksanakan puasa sepanjang tahun seluruhnya,” tegur Nabi.
‘Abdullah meminta tambahan, ia merasa lebih kuat dari sekadar berpuasa tiga hari dalam setiap satu bulan. Lantas, Nabi menyuruhnya melakukan puasa Dawud, dengan satu hari berpuasa dan satu hari tidak.
3. Puasa sunnah yang paling utama
Jika dibandingkan dengan puasa sunnah lainnya, puasa Dawud lebiih utama dibanding puasa-puasa sunnah lainnya. Rasulullah bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ صِيَامُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا
Artinya: “Puasa yang paling utama adalah puasanya Nabi Dawud ‘alaihissalam, ia berpuasa sehari dan berbuka (tidak berpuasa) sehari” (HR an-Nasa`i).
Alasan mengapa puasa Dawud merupakan puasa yang paling utama adalah karena seorang yang melakukan puasa Dawud akan melakukan apa yang disenanginya satu hari dan berpisah pada satu hari berikutnya. Syekh ‘Abdurra’uf al-Munawi (w. 1621) dalam kitab Faidhul Qadir menjelaskan,
لِكَوْنِهِ أَشَقَّ عَلَى النَّفْسِ بِمُصَادَفَةِ مَأْلُوفِهَا يَوْمًا وَمُفَارَقَتِهِ يَوْمًا
Artinya: “Karena puasa Dawud itu memberatkan jiwa dengan mendapati apa yang disenangi jiwa sehari, lalu sehari kemudian meninggalkannya” (lihat Al-Munawi, Faidhul Qadir Syarah Jami’ ash-Shaghir, juz 1, hal. 171).
Dengan kata lain, saat orang melakukan puasa Dawud, satu hari ia akan melakukan hal-hal yang disenanginya seperti makan-minum dan menggauli istri. Tetapi di hari berikutnya ia akan berpuasa yang artinya tidak diperbolehkan makan-minum dan menggauli istri sebagaimana ketika keadaan tidak berpuasa.
Bahkan, jika seandainya puasa Dawud dibandingkan dengan puasa setiap hari, maka puasa Dawud lebih utama. Alasannya, sebagaimana dijelaskan oleh Imam al-Ghazali, orang yang berpuasa setiap hari tidak akan merasakan begitu berat karena sudah terbiasa di tiap harinya. Sementara puasa Dawud yang dilakukan selang-seling, akan mengalami naik turun syahwat dan kondisi tubuh yang tidak stabil karena satu hari puasa dan satu hari tidak (Al-Munawi, Faidhul Qadir Syarah Jami’ ash-Shaghir, juz 1, hal. 171).
Waktu Puasa Dawud
Durasi puasa Dawud sama seperti puasa pada umumnya, yaitu dari mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Selama durasi tersebut ia mesti mencegah dari hal-hal yang membatalkan puasa sebagaimana puasa-puasa lain.
Waktu pelaksanaan puasa Dawud bisa kapan saja, kecuali pada hari-hari diharamkan puasa. Ada beberapa hari yang diharamkan untuk berpuasa, yaitu pada hari raya Idul Fitri (1 Syawwal), hari raya Idul Adha (10 Dzulhijjah), hari tasyriq (11, 12, dan 13 Dzulhijjah), separuh terakhir dari bulan Sya’ban, dan hari yang diragukan (30 Sya’ban, saat orang telah membicarakan ru’yatul hilal atau ada kesaksian orang melihat hilal yang tidak bisa diterima, seperti kesaksian seorang anak kecil).
Lafal Niat Puasa Dawud
Sebagaimana puasa pada umumnya, waktu niat puasa Dawud adalah pada malam hari, yakni sejak terbenamnya matahari sampai terbit fajar. Berikut adalah lafal niatnya,
نَوَيْتُ صَوْمَ دَاوُدَ سَنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma dâwuda lillahi ta’âlâ
Artinya: “Saya berniat puasa Dawud, sunnah karena Allah ta’ala.”
Namun, karena puasa Dawud merupakan puasa sunnah, maka bagi orang yang lupa niat pada malam hari, boleh niat siang harinya, yakni dari pagi hari sampai sebelum tergelincinya matahari (waktu zuhur), selagi ia belum melakukan hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Berikut adalah lafal niat ketika siang hari,
نَوَيْتُ صَوْمَ هٰذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ دَاوُدَ لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnati dâwuda lillâhi ta‘âlâ.
Artinya: “Aku berniat puasa sunnah Dawud hari ini karena Allah ta’ala.”
Wallahu a’lam. []
Ustadz Muhamad Abror, Pengasuh Madrasah Baca Kitab, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon, Mahasantri Ma’had Aly Sa’idusshiddiqiyah Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar