Ibnu Hajar Al-Asqalani menulis karya seputar wabah thaun dari segi teologi, hadits, dan historis yang pernah terjadi di dunia Islam. Al-Asqalani juga menyinggung beberapa peristiwa wabah dengan beragam durasinya bertahan di masyarakat. (Al-Asqalani, Badzlul Ma‘un fi Fadhlit Tha‘un, [Riyadh, Darul Ashimah: tanpa tahun]).
Cerita Ibnu Katsir, kutip Al-Asqalani, menyebut suatu masa wabah bertahan sejak
Rabiul Awal hingga akhir tahun di Damaskus. Selama 9 bulan wabah memakan korban
hingga pernah mencapai 1000 jiwa per hari dari warga yang terhitung di dalam
gerbang Kota Damaskus. (Al-Asqalani: 329).
Wabah penyakit juga pernah terjadi selama tiga hari. Hal ini terjadi di zaman
Nabi Daud AS. (Al-Asqalani: 82). Allah memberikan tiga pilihan azab kepada Nabi
Daud AS atas kedurhakaan umatnya, yaitu kemarau panjang selama dua tahun,
penindasan musuh selama dua bulan, atau wabah penyakit selama tiga hari.
Pilihan itu disampaikan oleh Nabi Daud kepada umatnya.
“Kau adalah nabi kami. Pilihkan saja untuk kami,” kata umatnya.
Nabi Daud AS kemudian berpikir. Paceklik selama dua tahun jelas bala bencana.
Mereka tidak akan tahan kelaparan. Di bawah penindasan musuh, mereka jelas
tidak akan tersisa. Nabi Daud AS lalu memilih wabah penyakit selama tiga hari
sebagai azab umatnya.
Di hari pertama, wabah thaun menyerang. Sejak pagi hingga gelincir matahari
atau sekira waktu masuk Shalat Dzuhur, wabah telah menelan korban sebanyak
konon sebanyak 70.000 (bahkan ada yang mengatakan 100.000 jiwa). Nabi Daud AS
tidak tahan. Ia berdoa kepada Allah. Wabah pun diangkat dari umatnya.
“Allah telah menurunkan rahmat-Nya untuk kalian. Hendaklah kalian bersyukur
atas bala yang diturunkan kepada kalian,” demikian pidato Nabi Daud AS.
Allah memerintahkan mereka untuk membangun masjid yang penyempurnaannya
dilakukan di zaman Nabi Sulaiman AS. (Al-Asqalani: 82).
Wabah penyakit pernah terjadi di luar negeri Syam dan Mesir. Wabah itu
menyerang masyarakat dalam durasi cukup lama, sekira satu tahun tiga bulan.
Wabah mulai menjangkiti masyarakat pada Dzulqa‘dah 48 Hijriyah. Wabah kemudian
mereda pada Shafar 50 Hijriyah. (Al-Asqalani: 224).
Al-Asqalani dalam karyanya yang lain, Inba‘ul Ghamar bi Abna’il Umur fit
Tarikh, menyebut wabah di Damaskus pada 774 Hijriyah bertahan enam bulan.
Jumlah korban pernah dalam satu harinya mencapai 200 jiwa. Bertepatan pada
Rabiul Awalnya, sungai-sungai di Damaskus meluap yang memorak-porandakan tempat
penggilingan tepung dan kolam pemandian umum. (Al-Asqalani, Inba‘ul Ghamar bi
Abna’il Umur fit Tarikh, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1986 M/1406 H], juz
I, halaman 37).
Pada tahun 782, wabah menewaskan banyak orang di negeri Syam. Sebanyak 10-20
orang dimakamkan pada satu liang kubur tanpa dimandikan dan dishalatkan. Konon
wabah ini bertahan di tengah masyarakat selama kurang lebih tiga tahun. Tetapi
situasi pada tahun pertama adalah yang paling sulit. (Al-Asqalani, 1986 M/1406
H: I/155).
Wabah penyakit juga pernah menjangkiti masyarakat Baridah dan Sa’al. Wabah yang
mulai menyerang pada bulan Shafar hingga pertengah tahun 802 Hijriyah ini menewaskan
banyak orang. (Al-Asqalani, 1986 M/1406 H: IV/115).
Al-Maqrizi menceritakan wabah thaun yang terjadi di Mesir. Menurutnya,
kehebatan wabah ini belum pernah terjadi sebelum pada era umat Islam. Wabah
mulai turun menyerang pada akhir musim tanam. Wabah itu terjadi tepatnya pada
musim rontok pada pertengahan tahun 48 Hijriah.
Memasuki tahun 49 Hijriyah, wabah terus menyebar hingga seluruh pelosok
desa-desa di Mesir. Wabah itu memuncak di negeri Mesir pada bulan Sya’ban,
Ramadhan, dan Syawal. Wabah mereda pada pertengahan bulan Dzulqa‘dah 49
Hijriyah. Wabah penyakit ini menewaskan ribuan warga di sana. (Al-Maqrizi,
As-Suluk li Marifati Duwalil Muluk, juz II, halaman 152). []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar