Pertanyaan:
Assalamu 'alaikum wr. wb.
Redaksi NU Online, pemerintah membatasi usia minimal calon mempelai laki-laki dan perempuan. pemerintah melarang perkawinan anak. Dari usia 16 tahun, usia minimal calon pengantin perempuan dinaikkan menjadi 19 tahun. Bagaimana hal demikian dalam pandangan Islam? Atas jawabannya, terima kasih.
(Hamba Allah/Tangerang).
Jawaban:
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Islam pada dasarnya tidak memberikan batasan minimal usia menikah. Hal ini didukung oleh sejumlah hadits yang menyebutkan usia menikah sejumlah sahabat Rasul.
Para kiai melalui forum Muktamar NU di Asrama Haji, Sudiang, Makasar, pada
22-27 Maret 2010, mengangkat masalah ini. Mereka membahas sejumlah persoalan
terkait perkawinan, yaitu batasan usia minimal menikah, kawin gantung, tajdidun
nikah, dan soal ta’liq talak.
Forum Muktamar Ke-32 NU di Makasar itu memutuskan bahwa menurut jumhur ulama
tidak ada batasan usia pernikahan dalam Islam. Akan tetapi, para kiai di forum
itu menyarankan sebaiknya pernikahan dilakukan setelah usia baligh (yang cukup
umur dengan asumsi kemaslahatan).
وَكَذلِكَ
اشْتَرَطَ الشَّافِعِيَّةُ فِي تَزْوِيجِ الصَّغِيرِ وَجُودَ الْمَصْلَحَةِ
Artinya, “Begitu pula dalam menikahkan gadis kecil ulama Syafi’iyah menyaratkan
terdapat kemaslahatan,” (Syekh Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa
Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: tanpa tahun], juz IX, halaman 174).
Adapun peraturan terbaru dalam Undang-undang Nomor 16 Nomor Tahun 2019
menyebutkan bahwa batas usia minimal perempuan menikah berusia 19 tahun.
Undang-undang ini merupakan aturan pengganti dari aturan yang tertuang dalam UU
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan usia minimal perempuan
untuk menikah adalah 16 tahun.
Kami menyarankan masyarakat untuk mengikuti aturan pemerintah dalam usia
menikah karena undang-undang terbaru terkait usia minimal perkawinan merupakan
peraturan pemerintah yang mengikat berdasarkan kajian dan riset terkait
kemaslahatan perkawinan. Pasalnya, perkawinan tidak hanya selesai pada akad,
tetapi memiliki implikasi secara biologis, sosiologis, dan juga psikologis.
Demikian jawaban singkat kami, semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu
terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
[]
(Alhafiz Kurniawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar