Rabu, 13 Desember 2017

Zuhairi: Testimoni Imam Masjid Rawdhah



Testimoni Imam Masjid Rawdhah
Oleh: Zuhairi Misrawi

Harian terkemuka Mesir Al-Ahram menurunkan wawancara dengan Syaikh Muhammad Abdul Fattah Rizieq, imam dan khatib masjid yang selamat dalam aksi berdarah di Masjid Rawdhah, Bir el-Abd, Sinai Utara. Penuturannya menjadi testimoni yang bisa menggambarkan sejauh mana kebiadaban serangan yang dilakukan oleh kelompok ekstremis wilayah Sinai, salah satu kelompok yang berafiliasi dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS)

Menurut Fattah, serangan berlangsung saat ia menyampaikan khotbah. Lalu terdengar ledakan dari luar masjid. Tidak lama setelah itu, beberapa orang masuk ke masjid menembak secara membabi-buta terhadap para jemaah yang sedang mendengarkan khotbah. Akibatnya, para jemaah berhamburan keluar dari jendela, dan sebagian lagi mencari perlindungan di balik mimbar.

Ia melihat dengan kasat mata, para penyerang menembak siapapun yang masih hidup, dan bahkan terus memberondong dengan tembakan berkali-kali hingga jemaah tidak bernyawa. "Saya melihat wajah dan jasad para jemaah berlumuran darah. Yang teringat dari pandangan saya adalah Muhammad Salim, Hamdan, dan orang tua renta yang duduk di kursi," ujarnya.

Fattah bisa selamat dari kekejian para teroris setelah aparat kepolisian dan tentara berhasil mengendalikan masjid, para teroris tunggang-langgang meninggalkan masjid. Ia berada di tumpukan paling bawah para jasad yang sudah dibombardir dengan peluru yang amat mematikan. Tidak lama setelah itu para warga berdatangan memberikan pertolongan terhadap korban, baik yang sudah tewas maupun luka-luka.

Peristiwa keji ini secara cepat menjadi viral di dunia. Semua terperangah tidak percaya. Ada orang-orang yang mengaku beragama, tetapi justru membunuh orang-orang yang beragama. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi?

Selain itu, Fattah juga menegaskan bahwa Masjid Rawdhah adalah masjid yang sama dengan masjid yang lainnya, hanya digunakan sebagai tempat salat dan pengajian keagamaan. Tidak benar jika Masjid Rawdhah merupakan masjid untuk tarekat sufi. Untuk kegiatan para sufi, ada tempat khusus yang digunakan untuk kegiatan dzikir dan hadrah. Masjid hanya digunakan untuk tempat salat dan kajian keagamaan untuk warga di sekitar.

Yang menarik dari penuturan Fattah selanjutnya, ia meminta kepada Menteri Urusan Wakaf yang bertanggung jawab penuh atas masjid-masjid di seantero Mesir agar dirinya diizinkan kembali aktif untuk menjadi imam dan khatib di Masjid Rawdhah. Ia menyatakan, sebagai orang yang beriman, ia tidak pernah takut pada ancaman para teroris. Toh, ajal sudah dicatat Tuhan. Bahkan, ia ingin sekali menjadi mati syahid, mengikuti jejak 305 warga yang wafat dalam aksi kejam para teroris itu.

Sekali lagi, testimoni imam dan khatib Masjid Rawdhah di atas semakin menegaskan betapa biadabnya para teroris yang dengan sengaja melakukan pembunuhan terhadap orang-orang yang sedang beribadah, melaksanakan Salat Jumat. Yaitu salat di hari yang mulia, hari hajinya orang-orang fakir-miskin.

Maka dari itu, tragedi berdarah tersebut telah melukai Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi manusia dan kemanusiaan. Apalagi tragedi Masjid Rawdhah ini merupakan tragedi berdarah dengan korban yang paling besar dalam sekian aksi terorisme di Mesir.

Kapasitas masjid sekitar 400 jemaah. Ada 305 jemaah yang tewas, artinya para teroris memang mempunyai intensi untuk membunuh para jemaah. Pertanyaannya, kenapa mereka begitu tega untuk membunuh orang-orang yang ingin melaksanakan Salat Jumat?

Peristiwa berdarah di Masjid Rawdhah ini semakin membuktikan bahwa para teroris sebenarnya jauh dari nilai-nilai luhur agama. Mereka salah dalam memahami agama. Bahkan mereka telah memperburuk citra Islam yang mengajarkan kasih sayang, kedamaian, keseteraan, dan keadilan.

Menurut Najih Ibrahim (2017), kita semakin tahu bahwa ISIS dan para pendukungnya tidak ada kaitannya dengan agama, akhlak, dan kasih sayang. Mereka hanyalah komplotan kaum penjahat yang berhati keras. Mereka hanya mengkafirkan orang-orang yang dianggap berbeda pandangan dengan mereka. Dan, tentu mereka jauh dari esensi ajaran Islam.

Oleh karena itu, dalam lanskap yang lebih luas, sebenarnya kita tidak boleh lengah, bahwa ISIS masih eksis. Mereka terpuruk di Irak dan Suriah akibat gempuran dari negara-negara adidaya, tetapi jaringan mereka terus bergeliat. Peristiwa mematikan di Sinai Utara ini semakin mengukuhkan bahwa ISIS masih menjadi ancaman serius bagi keamanan global.

Terkait tidak adanya pengakuan secara resmi dari ISIS, banyak pihak yang memandang bahwa di lingkaran internal ISIS Wilayah Sinai telah terjadi perpecahan dan perbedaan pendapat. Di antara mereka ada yang tidak setuju dengan serangan ke Masjid Rawdhah. Sebagai orang yang pernah belajar di Mesir, saya mengetahui betul bahwa solidaritas sesama warga Mesir sangat besar, apalagi sesama Muslim. Tidak ada alasan apapun, dari al-Quran dan Hadis, bahkan hati nurani yang membolehkan pembunuhan.

Namun, ideologi ekstrem telah menjadikan ISIS Wilayah Sinai kehilangan hati nurani untuk sekadar mengendalikan diri dari segala niat dan tindakan kejahatan, seperti membunuh orang-orang yang sedang beribadah. Semua warga Mesir marah besar karena para pelaku penyerangan sama sekali tidak membuktikan diri sebagai warga Mesir yang beragama, beradab, dan berakal budi.

Meskipun demikian, yang mengagumkan adalah testimoni Imam Masjid yang ingin segera kembali ke Masjid Rawdhah di atas begitu inspiratif. Ia menolak untuk takut pada ancaman kaum ekstremis. Ia ingin segera kembali ke masjid untuk menunaikan tugas sebagai imam dan khatib.

Setiap teroris bertujuan untuk menciptakan ketakutan, teror. Tapi imam dan khatib yang menjadi saksi dalam aksi barbar tersebut sama sekali tidak takut pada ulah teroris.

Secara implisit ia mengajak para warga yang berada di sekitar Masjid Rawdhah untuk terus memakmurkan masjid sebagai wahana pencerahan umat. Dan, tentu semua harus mengambil pelajaran yang sangat berharga bahwa ketika agama tidak dipahami dengan benar, maka akan berubah menjadi justifikasi untuk tindakan kejahatan dan kekerasan yang bisa merenggut nyawa orang-orang yang tidak berdosa. []

DETIK, 30 November 2017
Zuhairi Misrawi | Intelektual muda Nahdlatul Ulama, analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East Institute, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar