Haruskah Berwudhu Kembali
Setelah Mandi Jinabat?
Mandi besar atau mandi junub adalah aktivitas
membersihkan badan dari hadats besar. Biasanya mandi ini dilakukan setelah
berhubungan seks antara suami-istri ataupun setelah mimpi basah, yakni mimpi
yang ketika bangun didapati keluar mani.
Berbeda halnya dengan wudhu. Wudhu adalah
sarana untuk membersihkan hadats kecil, seperti kentut, buang air besar atau
kecil, menyentuh alat kelamin, dan lain sebagainya.
Namun bolehkan kita langsung melaksanakan
shalat tanpa berwudhu setelah mandi jinabat?
Siti Aisyah radliyallâhu
‘anhâ meriwayatkan sebuah hadits bahwa Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wasallam pernah melakukan shalat tanpa berwudhu setelah mandi junub.
عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ : كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَغْتَسِلُ
وَيُصَلِّي الرَّكْعَتَيْنِ وَصَلاَةَ الْغَدَاةِ ، وَلاَ أَرَاهُ يُحْدِثُ
وُضُوءًا بَعْدَ الْغُسْلِ.
Artinya: “Dari Aisyah radliyallâhu ‘anhâ
berkata: Rasulullah sering mandi kemudian melakukan shalat dua rakaat dan
shalat subuh. Dan aku tidak melihatnya memperbarui wudhunya setelah mandi.”
Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Daud,
Nasa’i dan Tirmidzi. Redaksi “kâna” yang disusul dengan fi‘il mudlâri‘
sebagaimana yang digunakan Siti Aisyah dalam riwayat di atas menunjukkan arti
kontinuitas atau sering Nabi melakukan hal tersebut.
Bahkan Aisyah menambahi bahwa dia tidak
pernah melihat Nabi berwudhu setelah mandi junub. Sehingga bisa disimpulkan
bahwa selama dalam pengamatan Aisyah, Nabi selalu melakukan shalat tanpa
berwudu setelah mandi junub.
Dalam redaksi hadits lain riwayat Ibnu Majah
juga disebutkan dengan kata yang jazim:
كَانَ
لَا يَتَوَضَّأُ بَعْدَ الْغُسْلِ
Artinya: “Nabi tidak pernah berwudhu setelah
mandi jinabat.”
Ibnu Umar pernah bercerita bahwa Nabi pernah
ditanya terkait wudhu setelah mandi junub.
قَالَ
لَمَّا سُئِلَ عَنِ الْوُضُوءِ بَعْدَ الْغُسْلِ وَأَيُّ وُضُوْءٍ أَعَمُّ مِنَ
الْغُسْلِ رَوَاهُ بْنُ أَبِي شَيْبَة
Artinya: “Ibnu Umar berkata: ketika
Rasulullah Saw. ditanya terkait wudhu setelah mandi, (beliau menjawab) adakah
wudhu yang lebih umum daripada mandi.” (HR Ibnu Abi Syaibah)
Dalam hadits riwayat Ibnu Umar tersebut
secara langsung menjelaskan bahwa kedudukan mandi lebih umum daripada wudhu.
Artinya, ketika seorang telah melakukan mandi junub, maka itu sekaligus
mencakup wudhu.
Hal ini juga diperkuat dengan pendapat
beberapa ulama’ seperti Abu Bakar bin Al-Araby yang dikutip oleh al-Mubarakfury
dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi-nya.
قال
أبو بكر بن العربي إنه لم يختلف العلماء أن الوضوء داخل تحت الغسل وأن نية طهارة
الجنابة تأتي على طهارة الحدث وتقضي عليها لأن موانع الجنابة أكثر من موانع الحدث
Artinya: “Abu Bakar bin al-Araby berkata
bahwa tidak ada ulama yang berbeda pendapat terkait permasalah wudhu yang telah
termasuk dalam mandi. Dan sesungguhnya niat mensucikan jinabat itu
menyempurnakan niat mensucikan hadats sekaligus menggugurkan mensucikan hadats
(wudhu). Karena hal-hal yang mencegah jinabat itu lebih banyak daripada hal-hal
yang mencegah hadats.”
Imam Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh Muhadzab
mengatakan bahwa boleh tidak berwudhu setelah mandi jinabat karena sudah
termasuk dalam mandi tersebut. Walaupun Imam Nawawi menyebutkan tiga pendapat
lain, namun beliau mengatakan bahwa pendapat ini yang paling sahih. Wallahu
A’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar