Selasa, 19 Desember 2017

Kang Komar: Kemenangan Ide dan Kemenangan Kelompok



Kemenangan Ide dan Kemenangan Kelompok
Oleh: Komaruddin Hidayat

AKHIR-akhir ini saya membaca beberapa artikel dan juga mengikuti diskusi seputar persoalan: apakah agama cukup efektif membentuk moral masyarakat? Secara normatif-teoritis berbagai argumen dikemukakan bahwa agama diturunkan untuk memperbaiki moral masyarakat. Dalam kitab suci juga bertaburan statement bahwa agama mengajarkan kebajikan sosial dan siapa yang melanggarnya akan dijatuhi hukuman di akhirat nanti.

Kemudian berbagai penjelasan deduktif-normatif agama itu diperhadapkan pada realitas sosial, banyak negara dan masyarakat yang tidak peduli agama, tapi etika sosialnya lebih baik. Tingkat korupsi rendah. Mereka bahkan hidup damai, saling menghargai hak-hak orang lain. Negara terasa hadir melindungi warganya jika memperoleh ancaman dari siapa pun orangnya.

Sementara di berbagai negara dan masyarakat yang meneriakkan slogan dan ajaran agama, masyarakatnya ribut terus, bahkan saling mengancam. Tingkat korupsi tinggi. Demikian juga pelanggaran atas hak-hak asasi seseorang juga tinggi.

Jadi, masing-masing pihak memiliki sudut pandang dan argumen berbeda mengenai relevansi dan urgensi agama dalam pembentukan moral masyarakat. Ada sekelompok orang yang lebih mementingkan kehidupan akhirat dan tidak serius mengurus dunia.

Sebaliknya terdapat sekelompok orang lebih peduli membangun kehidupan dunia agar kehidupan dunia enak, aman, dan indah ditempati, tidak begitu peduli soal akhirat.

Ada lagi masyarakat dan negara yang menempatkan agama sebagai urusan pribadi. Adapun masalah sosial kenegaraan diatur dengan hukum positif. Secara retorik tentu ada yang ingin membuat keseimbangan dunia dan akhirat.

Namun, jika ditimbang secara empiris, beberapa masyarakat sekuler memang lebih fokus mengatur dan membangun dunia dengan berbagai teknologi dan instrumen hukum positif sehingga siapa yang melanggar sanksinya tidak perlu menunggu di akhirat. Langsung dijatuhi hukum di dunia, seperti Pemerintah China yang tak segan-segan menjatuhkan hukum mati terhadap para koruptor.

Secara psikologis, mungkin sanksi hukum di depan mata lebih menakutkan ketimbang ancaman neraka yang pelaksanaannya setelah mati dan secara empiris siksa neraka itu merupakan keyakinan teologis yang sulit dibuktikan di dunia saat ini.

Persaingan dan perdebatan seputar peran agama bagi pembentukan moral masyarakat kadang muncul dalam format kontestasi antara kemenangan ide dan kemenangan kelompok. Mengingat nilai dan pesan agama itu universal, maka asumsinya siapa pun yang mengapresiasi dan menerapkan nilai-nilai agama akan memperoleh kebaikan dalam kehidupan sosialnya, sekalipun mereka tidak menyatakan beragama dan tidak bertuhan.

Sebaliknya, sekalipun sebuah masyarakat mengaku beragama dan bertuhan, jika tidak menerapkan nilai-nilai agama dalam konteks moral-sosial, maka mereka semakin jauh dari spirit agama. Jadi, perlu dibedakan antara kemenangan ide dan kemenangan kelompok.

Ada kelompok yang mengaku dan menggunakan slogan serta simbol agama dalam memperjuangkan kepentingan kelompoknya, misalnya dalam kontestasi politik dan ekonomi, tetapi meninggalkan nilai-nilai serta etika agama dalam perilaku sosial dan politiknya.

Sementara masyarakat yang diposisikan sekuler, bahkan secara teologis kadang dicap kafir, tetapi moral sosialnya justru lebih dekat dengan pesan-pesan agama. Etika sosial lebih baik. Pemberantasan korupsi lebih berhasil. Perhatian pada fakir miskin lebih baik. Penghargaan pada ilmu pengetahuan lebih tinggi.

Akhirul kalam, mengingat agama diturunkan tidak saja menjanjikan keselamatan di akhirat, melainkan juga membangun peradaban di muka bumi (fiddunya khasanah), maka sebuah agama akan mudah tersebar dan diterima masyarakat selama ajarannya juga telah terbukti atau disertai bukti, prestasi dalam membangun peradaban di muka bumi. Misalnya agama Islam yang sering dibanggakan dan dianggap abad keemasan adalah ditandai dengan prestasinya di bidang ilmu pengetahuan mengalahkan prestasi komunitas agama lain.

Aspek ritual dan teologi, pijakannya sangat kuat dan berdirinya kokoh sampai hari ini. Tetapi dalam aspek sosial, ekonomi, dan politik, justru gambarannya suram dan seram. Maka ada yang kemudian berpendapat, kemenangan Islam itu mestinya ditekankan pada kemenangan ide, nilai, dan tidak selalu berarti kemenangan kelompok. []

KORAN SINDO, 8 Desember 2017
Komaruddin Hidayat | Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar