Kamis, 28 Desember 2017

(Ngaji of the Day) Ini Wajah Kaum Awam di Muka Umum Menurut Ibnu Athaillah



Ini Wajah Kaum Awam di Muka Umum Menurut Ibnu Athaillah

Secara umum permintaan manusia terkait maksiat atau kekurangannya terbagi dua. Ada jenis permintaan manusia agar Allah melindunginya dari maksiat. Tetapi ada juga jenis permintaan manusia agar Allah menutupi perbuatan maksiat atau kekurangannya dari pandangan manusia lain. Hal ini disinggung oleh Syekh Ibnu Athaillah dalam hikmah berikut ini.

الستر على قسمين ستر عن المعصية وستر فيها فالعامة يطلبون من الله تعالى الستر فيها خشية سقوط مرتبتهم عند الخلق

Artinya, “Tirai itu terdiri atas dua jenis, satu tirai dari maksiat dan dua tirai di dalam maksiat. Orang awam meminta kepada Allah sebuah tirai di dalam maksiat karena takut jatuh wibawa mereka di mata umum.”

Hal ini bisa terjadi karena kaum awam memiliki kepentingan pribadi terhadap publik. Dengan demikian mereka harus menjaga nama baik, citra, wibawa, dan mempertahankan muka mereka di mata khalayak umum sebagaimana disinggung Syekh Syarqawi dalam syarah Al-Hikam-nya.

لعدم تحققهم بحقائق الإيمان يغلب عليهم شهود الخلق ويتوقعون منهم حصول المنافع ودفع المضار فيراءونهم ويتصنعون لهم ويتزينون ويطمعون فيهم ويتملقون بين أيديهم ويكرهون أن يطلعوا منهم على ما تسقط به منزلتهم من قلوبهم ولذا (يطلبون من الله تعالى الستر) لأن يستر عليهم (فيها) فى المعصية أى فى حال كونهم عاملين لها ومستخفين بها ومحبين لها

Artinya, “(Itu terjadi) karena mereka tidak menghayati benar hakikat keimanan di mana mereka lebih tertekan oleh pandangan manusia dan mengharapkan kedatangan manfaat serta penolakan mudharat dari kalangan umum sehingga mereka beramal dengan riya, melakukan sesuatu yang dibuat-buat dan mengada-ada. Mereka menaruh harapan kepada khalayak dan mengambil muka di hadapan umum. Mereka tidak senang kalau khalayak umum melihat kekurangan mereka yang dapat menjatuhkan martabat mereka di muka public. Karena itu mereka meminta kepada Allah agar menutupi maksiat mereka di mana mereka masih aktif, mengecilkan dan menyukai maksiat tersebut,” (Lihat Syekh Syarqawi, Syarhul Hikam, Indonesia, Daru Kutub Al-Arabiyah, juz I, halaman 99).

Gambaran kalangan awam di hadapan publik ini tampak jelas pada firman Allah berikut ini.

يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ

Artinya, “Mereka bersembunyi dari (pandangan) manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah padahal Dia bersama mereka,” (An-Nisa ayat 108).

Syekh Ibnu Ajibah membawa riwayat hadits qudsi yang menyatakan kecaman Allah atas perilaku kaum awam seperti ini.

وفي بعض الأخبار يقول الله تبارك وتعالى يا عبادي إن كنتم تعتقدون أني لا أراكم فالخلل في إيمانكم وإن كنتم تعتقدون أني أراكم فلم جعلتموني أهون الناظرين إليكم اهـ

Artinya, “Pada sebagian riwayat, Allah berfirman, ‘Hai hamba-Ku, bila kamu sekalian yakin bahwa Aku tak melihatmu, maka imanmu lemah. Tetapi jika kamu yakin bahwa Aku melihatmu, mengapa kamu sekalian menjadikan-Ku sebagai pihak paling lemah dan hina yang memandangmu?’” (Lihat Syekh Ibnu Ajibah, Iqazhul Himam fi Syarhil Hikam, Beirut, Darul Fikr, tanpa tahun, juz II, halaman 194).

Kalau harus menghindari maksiat, kalangan awam melakukannya semata karena melanggengkan citra mereka di muka umum agar mereka tidak kehilangan simpati. Hal ini yang diuraikan oleh Syekh Ahmad Zarruq berikut ini.

قلت: فهم لا يفرون منها أولا وابتداء ولا يرون الفضيحة آخرا وانتهاء ولذلك صح منهم الرياء والتصنع تسترا وتجملا وذلك من قصور همهم ونقص إيمانهم وإذا وجدوها دون فضيحة لم يرجعوا عنها، ثم إذا كان طلبهم للستر  فرارهم من ذلك شفقة على عباد الله من الوقيعة

Artinya, “Bagi saya, mereka sejak awal takkan menjauh dari maksiat. Sedangkan pada ujungnya mereka juga menganggap keburukan maksiatnya takkan terkuak. Karena itu wajar sekali mereka beramal dengan riya dan dibuat-buat sebagai upaya untuk menutup-tutupi dan memoles citra mereka. Hal ini terjadi karena kelemahan semangat dan kekurangan iman mereka. Bila mereka merasa kemaksiatan itu tidak terungkap publik, mereka tidak juga bertobat. Kalau pun mereka meminta kepada Allah agar terjaga dari maksiat, maka penjauhan mereka atas maksiat itu semata bertujuan untuk menarik simpati publik demi kepentingan-kepentingan pribadi mereka,” (Lihat Syekh Zarruq, Syarhul Hikam, As-Syirkatul Qaumiyyah, 2010 M/1431 H, halaman 118-119).

Semua uraian ini bukan alasan kita untuk berhenti ibadah. Uraian ini merupakan koreksi atas keseharian kita yang penuh kepura-puraan. Wallahu a‘lam. []

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar