Lebaran dan Ketupat
Ada beberapa tradisi penting yang tidak
tampak dalam kebudayaan masyarakat Arab, seperti tradisi lebaran dan ketupat.
Jika ada yang mengatakan ini bid’ah atau hal baru, memang benar namun bid’ah
hasanah, hal baru yang baik dan merupakan manifestasi dari nilai-nilai Islam.
Pertama, istilah lebaran berasal dari bahasa
Jawa "lebar" yang artinya bebas, selesai, atau rampung. Istilah ini
merupakan pengalihbahasaan yang baik dan substansial dari istilah bahasa arab
"idul fitri". Para ulama terdahulu sangat jitu dalam mengajarkan
ajaran-ajaran inti Islam. Lebih dari sekedar alih bahasa, bahkan para ulama
penyebar Islam memakai istilah lebaran untuk menerjemahkan "idul
fitri" ke dalam tradisi setempat yang baik bahkan sesuai dengan ajaran
inti Islam.
Setelah umat Islam menjalankan ibadah puasa
selama sebulan penuh lalu ditambah zakat fitrah maka akan mendapatkan
"idul fitri" atau biasa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang
lebih umum "kembali kepada kesucian".
Dijelaskan, bagi umat Islam yang telah
menjalankan puasa dengan baik dan benar akan diampuni dosanya yang telah lalu
bahkan dosa yang akan datang jika ia konsisten memelihara ibadah yang telah dijalaninya
di bulan Ramadhan. Lalu zakat fitrah berupa 3,5 liter atau 2,5 kg beras atau
berupa uang yang diperuntukkan bagi mereka yang mendapati malam lebaran dan
mempunyai bersediaan makanan untuk esok hari adalah prasyarat agar umat Islam
yang telah lebur dosanya itu agar kembali kepada kesucian, fitrah atai fitri,
sebagaimana bayi yang baru lahir.
Nah, dosa-dosa yang diampuni barusan hanyalah
dosa hamba dengan Tuhannya, tidak dengan sesama manusia. Dalam Islam, jika dosa
yang telah dilakukan oleh manusia itu berkaitan dengan manusia lain, ada
kewajiban untuk meminta maaf dan ampunan kepada sesama manusia dan merampungan
persoalan keperdataan jika ada.
Di sinilah posisi lebaran. Para ulama
penyebar Islam menambahkan, agar benar-benar idul fitri, lebaran, terbebas dari
dosa-dosa, umat Islam harus mengujungi saudaranya untuk saling bermaaf-maafan
dan menyelesaikan semua sengketa. Inilah yang menyebabkan tradisi lebaran
begitu hidupnya di Indonesia. Selain memang, tradisi saling kunjung, saling
merasa bersalah, basa basi, tukar menukar makanan, dan seterusnya telah akrab
dijalani oleh bangsa Indonesia. Di Timur Tengah dan di beberapa negara yang
dihuni umat Islam hari raya Idul Fitri tidak dipertingati dengan hal serupa,
dengan kata lain tidak ada tradisi lebaran di sana.
Kedua, tradisi ketupat. Ketupat adalah
sejenis lontong, yakni beras dalam balutan anyaman daun kelapa, lontar atau
blarak yang direbus menjadi nasi liwet yang kempal. Orang Jawa dulu biasa
membuat ketupat untuk keperluan mapag sri atau pesta panen padi. Ketupat
sebagai bagian dari persembahan untuk dewi Sri yang empunya padi. Di beberapa
tempat di dataran tinggi Jawa, ketupat ada dalam upacara kematian anak
tersayang. Ketupat diberi bumbu secukupnya dan dibagikan kepada tetangga
terdekat. Nah, para ulama pendahulu melestarikan tradisi ketupat ini dengan
memasukkan ajaran inti Islam.
Pesta ketupat diadakan seminggu setelah
lebaran. Dijelaskan, umat Islam yang menjalankan puasa sunat selama enam hari
terhitung satu hari setelah lebaran maka ia akan mendapatkan pahala puasa
selama satu tahun lamanya. Orang yang melaksanakan puasa enam hari ini
tergolong mulia dan istimewa. Di saat umat Islam yang lain bersenang-senang dan
melampiaskan dendamnya dengan memakan apa saja karena di siang hari bulan Ramadhan
semua makanan dilarang, ia malah berpuasa. Nah sebagai penghargaan terhadap
hamba mulia ini, pada hari kedelapan lebaran para ulama pendahulu menganjurkan
umat Islam yang lain membuat ketupat dan membagi-bagikannya kepada tetangga
terdekat dan menjadilah ketupat sebagai bagian dari tradisi lebaran.
Kenapa ketupat dan bukan lontong yang
nikmatnya tidak jauh berbeda? Ketupat mempunyai keistimewaan yakni lebih tahan
lama sehingga bisa dibagi-bagikan kepada tetangga dan sanak kerabat jauh
sekalipun. Ketupat biasa mempunyai pasangan bernama lepet, yakni makanan dari
ketan yang dibumbuhi kemudian dibalut dengan lontar dalam bentuk prisma segi
tiga lonjong. Lepet berasal dari bahasa Jawa "lepat" yang artinya
kesalahan. Membagi ketupat dan lepet adalah simbul salaing memaafkan segala
kesalahan.
Demikianlah. Ada banyak usaha yang ditempuh
oleh para ulama terdahulu untuk memasukkan ajaran-ajaran inti Islam -yang
sesungguhnya tidak banyak berbeda dengan agama-agama lain- ke dalam tradisi
yang telah berlaku, sembari secara perlahan memasukkan nilai-nilai Islam ke
dalamnya. Bisa dilihat dalam tradisi selamatan, tingkeban, babaran, pasaran,
pitonan, dan seterusnya.
Kita bersyukur, berbagai tradisi itu masih
lestari dan menjadi bagian dari masyarakat sampai sekarang. []
(A. Khoirul Anam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar