Pasukan Jin dan Malaikat
Kalangan pesantren sangat akrab dengan
istilah jin, bahkan konon beberapa kiai memiliki santri yang terdiri dari para
jin bahkan mereka di antaranya menjadi khadam (pelayan) kiai. Banyak juga kiai
yang tidak mau berurusan dengan mahluk itu. Namun demikian semuanya mengenal
dengan baik, sekalipun bagi mereka yang belum pernah menyaksikan.
Alkisah ketika NU hendak melaksanakan Rapat
Akbar di Lapangan Timur senayan yang mahaluas itu dengan menghadirkan satu juta
warga membuat mesyarakat geger, terutama kalangan aparat keamanan dan menteri
dalam negeri. Menurut polisi, susah mengamankaan massa yang sedemikian besar.
Sementara menurut Mendagri yang bagian mengeluarkan perizinan, secara teknis
sulit bagaimana mengatur mereka, menyediakan makanaan dan menyediakan WC untuk
mereka.
Melihat kenyataan itu pemerintah menghendaki
agar PBNU NU mengurungkan niatnya. Pemerintah tidak berani melarang secara
terus terang karena tujuan rapat akbar itu merupakan doa bersama dan Apel
Kesetiaan Pada Pancasila. Padahal saat itu Pancasila sedang digunakan rezim
untuk memukul pihak lain yang dianggap berseberangan dengan pemerintah. Dengan
cara itu NU tidak bisa lagi dituduh tidak setia apalagi anti Pancaasila.
Persoalan itu ramai di kabar media masssa,
hal itu mendorong beberapa paranormal mendatangi panitia yang diketuai oleh Abu
Hasssan. Ditengah menghadapi terpaan halangan yang berbagai macam itu kelihatan
Abu Hasan terpengaruh oleh promosi paranormal yang mengaku bisa mendatangkan
pasukan jin untuk mengamankan Rapat Akbar tersebut. Lalu Abu Hasan menanyakan
hal itu pada Wakil Sekjen PBNU H Ahmad Bagdja. Wasekjen itu tidak menolak
tetapi menyanggupi untuk mencari jalan yang lebih bagus. Lalu diserahkan lah
urusan pasukan jin itu kepada Ahmad Bagdja.
Setelah bertemu pengurus PBNU, paranormal
tadi sempat berbincang dengan wartawan, sehingga isu akan hadirnya ribuan
pasukan jin itu juga menghiasi media masssa, yang bikin pemerintah dan
masyarakat makin kaget. Sejak saat itulah wacana tentang jin muncul dalam
perbincangan pilitik dan publik.
Dalam setiap rapat panitia, setelah
membicarakan soalal acara, konsumsi akomodasi dan keamanan yang ditangani oleh
belasan ribu banser itu, Abu Hassan masih menandaskan bahwa sesuangguhnya
banser haarus tetap berkordinasi dengan pasukan besar yang dipimpin Pak Bagdja.
Tentu saja peserta penasaran, pasukan besar mana yanag dibawa pak Baagdja,
sehingga semuanya merasa hormat pada Pak Bagdja, sementara yang bersangkutan
hanya tersenyum dalam hati. Tetapi setidaknya ia puas bisa meyakinkan pada panitia
menghadapi tekanan Orde Baru dari segala penjuru itu. Sehingga isu pasukan jin
juga bisa mengguatkan niat mereka dan termasuk membuat grogi aparat yang mau
menggnggu acara itu. Karena itu Bagjda dan Gusa Dur hanya tersenyum ketika
dikonfirmasi wartawan tentang adanya pasukan jin tersebut.
Ketika dana dirturunkan, Bagdja merasa geli
dengan pekerjaan barunya itu, sebab ia sama sekali tidak mengenal paranormal,
apalagi Jin. Lalu dibicarakanlah dengan beberapa tokoh NU, kemudian diambil
keputusan dana tersebut digunakan untuk melakukan doa memohon keselamatan
kepada Allah di berbagai masjid dan Surau yang ada di Jakarta. Dengan doa itu
para pengurus NU yakin Allah akan menurunkan pasukannya terdiri dari malaikat
unutk melindungi mereka. Maka dibelilah ribuan tasbih dan dicetak pula ribuan
eksemplar surat yasin dengan logo PBNU. Dengan demikian selama dua minggu
mereka melakukan riyadloh untuk kesuksesan dan keselamatan Rapat Akbar.
Karena sejak revolusi 1966 belum ada model
mobilisasi masa besar, sehingga membuat repot penyelenggara dan aparat keamanan
termasuk pemerintah. Maka dengan adanya doa itu ketua panitia menjadi makin
percaya diri. Dengan kesiapan panitia itu Gus Dur juga semakin tegar tidak mau
mundur dari niatnya walaupun tekanan dari Orde Baru cukup kuat, ditambah
komentar para pengamat yang meremehkan acara tersebut, hanya sebagai show of
force yang tidak berarti.
Baiklah acara dijalankan dan ternyata
berjalan lancar. Orang mengira, itu karena dijaga jin. Sementara kalangan NU
merasa mereka berada di bawah lindungan Allah, karena memang mereka selalu
memanjatkan doa adalam acara itu. Namun demikian Abdurrahman Wahid tetapi masih
kurang puas karena merasa beberapa peserta dari luar kota dihadang oleh aparat
keamanan sehingga mereka tidak bisa menghadiri Rapat Akbar. (MDZ)
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar