Mengawali Istighotsah
Pada dasarnya Istighotsah merupakan amalan
kaum tarekat yang dilaksanakan dengan prinsip tadloruan wa hufyah (ratapan dan
ketekutan), di ruangan tertutup dengan bimbingan seorang mursyid. Mengingat
saat itu Indonesia diperkirakan oleh para kiai memasuki bencana besar, maka
harus dibentuk kekuatan kolektif untuk menyanggah bangsa Indonesia. Maka pada
bulan November 1997 beberapa orang kiai sepuh yang alim datang pada Ketua NU
Wilayah Jawa Timur KH Hasyim Muzadi dengan mengatakan: “Kalau NU mau selamat
dan menyelamatkan bangsa Indonesia harus menyelenggarakan Istighotsah.” Mereka
menyarankan agar Istighotsah dilaksanakan di lapangan terbuka.
Usulan itu sangat aneh sebab selama ini
Istighotsah dilakukan di tempat tertutup tetapi saat ini harus dilaksanakan di
tempat terbuka. Di antara kiai memang ada yang keberatan, karena sulit
nmemperoleh ekhusukan di tempat terbuka dan dalam kerumunan massa. Tetapi
dengan adanya pertimbangan yang mendesak itu akhirnya disepakati untuk
melakukan Istighotsah di lapangan terbuka.
Persis tanggal 25 Desember 1997 Istighotsah
untuk pertama kalinya dilaksanakan secara terbuka di lapangan bola Tambak Sari,
Surabaya. Ternyata Istighotsah tersebut bisa terlaksana dengun khusu dan
syahdu, sehingga bisa membawa ketenangan jiwa. Setelah itu Istighotsah ditempat
terbuka terus menggulir seluruh indonesia sampai pabrik-pabrik dan
instansi-instansi.
Yang kedua di lapangan Kodam Surabaya yang
dihadiri tidak hanya di kalanagan NU tetapi kalangan pejabat, bahkan di
beberapa tempat Istighosah kemudian berkembang juga menjadi doa bersama, maka
saat itu juga banyak kelompok abangan dan tokoh agama lain yang hadir, terutama
selama menjelang dan selama masa krisis 1997-1998.
Istighotsah yang paling besar adalah yang
dilakukan di Lapangan Parkir Timur senayan Jakarta, ini merupakan Istighotsah
Kubro ketiga. Istighotsah itu disamping dihadiri oleh para kiai NU, tokoh umat
islam, para pimpinan partai, pejabat tinggi negara serta para petinggi Militer
termasuk Panglima Angkatan Bersenjata. Istighostah yang disselenggarakan PBNU
disamping sebagai bentuk doa bersama juga merupakan penegasan komitmen
kebangsaan yang dilakukan oleh seluruh elemen bangsa Indonesia saat Indonensia
terjadi krisis politik, ekonomi besar dan menghadapi bahaya disintegrasi
bangsa. Karena itu Istighotsah kali ini memiliki arti religisu dan politik
sekaligus.
Seterusnya, Ketika KH Hasyim Muzadi menjadi
Ketua Umum PBNU, Istighosah kemudian dilakukan secara terus menrus di gedung
PBNU, baik ketika masih mengintarak di jalan Agus Salam selama gedung PBNU
Kramat diperbaiki, maupun setelah gedungnya sendiri jadi. Setelah pembangunan
Gedung PBNU, maka pelaksanaan Istighotsah kembali dilaksanakan digedung PBNU
Jalan Kramat Raya setiap Hari Rabu akhir Bulan. Acara Istighotsah itu sekaligus
sebagai forum pengajian dan silaturrahmi warga NU. Para kiai NU baik dari Syuriah
maupun Tanfidziyah selalu hadir memberikan Taushiyah, selain itu menghadirkan
para sufi terkemuka, seperti Habib Luthfi Pekalongan, ketua Jamiyah Tarekat
Muktabarah Annahdliyah.
Acara yang semua dirintis kalangan NU itu
saat ini mulai juga dilaksanakan oleh kelompok Islam yang lain. Selanjutnya
juga tidak sedikit Istighotsah yang dilaksanakan untuk tujuan politik praktis.
Bahkan banyak pula mengkomersilkan Istighotsah, sehingga penyelenggara dan
Ustaz yang memimpinnnya menjadi kaya raya dan terus menyelenggarakan
Istighotsah di mana-mana.
Itu semua menurut KH Hasyim Muzadi merupakan
bentuk penyimpangan yang tidak sehat dari Istighotsah terbuka yang
dilaksanakan, Padahal tujuan awal Istighotsah adalah untuk keselamatan bangsa
Indonesia secara keseluruhan. Karena itu saat ini NU juga menganjurkan padaa
wilayah-dan cabang-cabang untuk terus melaksanakan Istighotsah yang sesuai
dengan tujuan semala.
Melihat situasi yang semakin parah seperti
ini sepertinya doa saja tidak cukup perlu ada riyadloh, puasa dan sebagainya.
Saat ini NU juga menyarankan pada warganya agar meninggalkan segala perbuatan
keji dan munkar, serta memperbanyak amalan soleh, untuk menyelamatkan bangsa
ini. Dengan cara itu PBNU berharap Allah memberikan keselamatan di tengah
bencana, seandainya bencana itu sudah menjadi masyiatullah yang ditimpahkan
kepada kita. []
(Abdul Munim DZ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar