Selasa, 20 Agustus 2013

Mengawali Istighotsah


Mengawali Istighotsah

 

Pada dasarnya Istighotsah merupakan amalan kaum tarekat yang dilaksanakan dengan prinsip tadloruan wa hufyah (ratapan dan ketekutan), di ruangan tertutup dengan bimbingan seorang mursyid. Mengingat saat itu Indonesia diperkirakan oleh para kiai memasuki bencana besar, maka harus dibentuk kekuatan kolektif untuk menyanggah bangsa Indonesia. Maka pada bulan November 1997 beberapa orang kiai sepuh yang alim datang pada Ketua NU Wilayah Jawa Timur KH Hasyim Muzadi dengan mengatakan: “Kalau NU mau selamat dan menyelamatkan bangsa Indonesia harus menyelenggarakan Istighotsah.” Mereka menyarankan agar Istighotsah dilaksanakan di lapangan terbuka.

 

Usulan itu sangat aneh sebab selama ini Istighotsah dilakukan di tempat tertutup tetapi saat ini harus dilaksanakan di tempat terbuka. Di antara kiai memang ada yang keberatan, karena sulit nmemperoleh ekhusukan di tempat terbuka dan dalam kerumunan massa. Tetapi dengan adanya pertimbangan yang mendesak itu akhirnya disepakati untuk melakukan Istighotsah di lapangan terbuka.

 

Persis tanggal 25 Desember 1997 Istighotsah untuk pertama kalinya dilaksanakan secara terbuka di lapangan bola Tambak Sari, Surabaya. Ternyata Istighotsah tersebut bisa terlaksana dengun khusu dan syahdu, sehingga bisa membawa ketenangan jiwa. Setelah itu Istighotsah ditempat terbuka terus menggulir seluruh indonesia sampai pabrik-pabrik dan instansi-instansi.

 

Yang kedua di lapangan Kodam Surabaya yang dihadiri tidak hanya di kalanagan NU tetapi kalangan pejabat, bahkan di beberapa tempat Istighosah kemudian berkembang juga menjadi doa bersama, maka saat itu juga banyak kelompok abangan dan tokoh agama lain yang hadir, terutama selama menjelang dan selama masa krisis 1997-1998.

 

Istighotsah yang paling besar adalah yang dilakukan di Lapangan Parkir Timur senayan Jakarta, ini merupakan Istighotsah Kubro ketiga. Istighotsah itu disamping dihadiri oleh para kiai NU, tokoh umat islam, para pimpinan partai, pejabat tinggi negara serta para petinggi Militer termasuk Panglima Angkatan Bersenjata. Istighostah yang disselenggarakan PBNU disamping sebagai bentuk doa bersama juga merupakan penegasan komitmen kebangsaan yang dilakukan oleh seluruh elemen bangsa Indonesia saat Indonensia terjadi krisis politik, ekonomi besar dan menghadapi bahaya disintegrasi bangsa. Karena itu Istighotsah kali ini memiliki arti religisu dan politik sekaligus.

 

Seterusnya, Ketika KH Hasyim Muzadi menjadi Ketua Umum PBNU, Istighosah kemudian dilakukan secara terus menrus di gedung PBNU, baik ketika masih mengintarak di jalan Agus Salam selama gedung PBNU Kramat diperbaiki, maupun setelah gedungnya sendiri jadi. Setelah pembangunan Gedung PBNU, maka pelaksanaan Istighotsah kembali dilaksanakan digedung PBNU Jalan Kramat Raya setiap Hari Rabu akhir Bulan. Acara Istighotsah itu sekaligus sebagai forum pengajian dan silaturrahmi warga NU. Para kiai NU baik dari Syuriah maupun Tanfidziyah selalu hadir memberikan Taushiyah, selain itu menghadirkan para sufi terkemuka, seperti Habib Luthfi Pekalongan, ketua Jamiyah Tarekat Muktabarah Annahdliyah.

 

Acara yang semua dirintis kalangan NU itu saat ini mulai juga dilaksanakan oleh kelompok Islam yang lain. Selanjutnya juga tidak sedikit Istighotsah yang dilaksanakan untuk tujuan politik praktis. Bahkan banyak pula mengkomersilkan Istighotsah, sehingga penyelenggara dan Ustaz yang memimpinnnya menjadi kaya raya dan terus menyelenggarakan Istighotsah di mana-mana.

 

Itu semua menurut KH Hasyim Muzadi merupakan bentuk penyimpangan yang tidak sehat dari Istighotsah terbuka yang dilaksanakan, Padahal tujuan awal Istighotsah adalah untuk keselamatan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Karena itu saat ini NU juga menganjurkan padaa wilayah-dan cabang-cabang untuk terus melaksanakan Istighotsah yang sesuai dengan tujuan semala.

 

Melihat situasi yang semakin parah seperti ini sepertinya doa saja tidak cukup perlu ada riyadloh, puasa dan sebagainya. Saat ini NU juga menyarankan pada warganya agar meninggalkan segala perbuatan keji dan munkar, serta memperbanyak amalan soleh, untuk menyelamatkan bangsa ini. Dengan cara itu PBNU berharap Allah memberikan keselamatan di tengah bencana, seandainya bencana itu sudah menjadi masyiatullah yang ditimpahkan kepada kita. []

 

(Abdul Munim DZ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar