FIQIH ZAKAT
Zakat Untuk Pemberdayaan
dan Zakat Profesi
Al-Qur'an dalam surat At-Taubah ayat 60
menerangkan bahwa zakat harus di berikan kepada asnaf delapan, yaitu faqir,
miskin, amil, muallaf, memerdekakan budak, orang yang punya hutang, ibnu sabil
dan sabilillah).
إِنَّمَا
الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا
وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ
اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf
yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana
Akan tetapi, perkembangan yang ada di
masyarakat sekarang ini memunculkan berbagai macam program pemberdayaan ekonomi
umat yang menggunkan dana zakat misalnya untuk memberi pinjaman kepada pedagang
kecil, penambahan modal usaha mikro dan lain sebagainya.
Hal ini seolah bertentangan dengan ketentuan Surat At-Taubah ayat 60 di atas, padahal tidak demikian. Karena pada dasarnya penggunaan dana zakat untuk pemberdayaan hanyalah merupakan pengembangan sistem distribusi dan perngoranisaian yang lebih efektif. Dalam pandangan fiqih hal ini boleh saja dilakukan asalkan sudah mendapat persetujuan dari mustahik. Sebagaimana diputuskan oleh Bahtsul Masail Diniyyah Nahdlatul Ulama pada Muktamar ke – 28 di Pondok Pesantren Al-Munawwir , Krapyak, Jogjakarta dengan dasar Al-Majmu' Syarh Muhadzdzab.
وَلاَ يَجُوْزُ لِلسَّاعِيْ وَلاَ لِلإِمَامِ أَنْ يَتَصَرَّفَ فِيْمَا يَحْصُلُ عِنْدَهُ مِنَ الْفَرَائِضِ حَتَّى يُوْصِلَهَا إِلَى أَهْلِهَا لِأَنَّ الْفُقَرَاءَ أَهْلُ رُشْدٍ لاَ يُوَالَى عَلَيْهِمْ فَلاَ يَجُوْزُ التَّصَرُّفُ فِيْ مَالِهِمْ بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ
Bagi petugas penarik zakat dan penguasa tidak boleh mengelola harta zakat yang mereka dapat, sehingga menyampaikannya kepada yang berhak. Sebab, para fakir adalah golongan orang-orang cakap yang tidak dikuasai orang lain. Maka tidak boleh mengelola harta mereka tanpa seizinnya.
sedangkan tentang zakat profesi, Sebagai pekerja kita wajib mengeluarkan zakat profesi kita kalau sudah mencapai nisab (kadar harta yang mewajibkan berzakat).Jadi, begitu dapat gaji atau penghasilan kita setiap bulan, maka harus langsung zakatnya dikeluarkan. Sedangkan usaha misalnya berdagang kalau sudah setahun dan sudah ada satu nisab dagang dan pegawai adalah 85 gram mas murni, maka wajib mengeluarkan zakatnya 2,5%.
Dasar hukum zakat profesi, para ulama berbeda pendapat tentang dasar hukum zakat profesi. Ada yang mengatakan bahwa dasar hukumnya adalah mal mustafad (pendapatan dari hasil kerja), dan ada pula yang mengatakan bahwa dasar hukumnya adalah qiyas (dianalogikan) kepada zakat pertanian dan buah-buahan.Tapi pendapat yang pertama adalah lebih tepat karena lebih sesuai dengan realita dengan dalil sebagai berikut:Firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah
sebagian yang baik-baik dari hasil usahamu dan hasil-hasil yang kami keluarkan
dari bumi” (QS. Al-Baqarah: 267).
Perlu dicatat, bahwa zakat itu tidak boleh diberikan kepada orang kaya (selain amil) dan orang yang kuat dan sehat sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:“Tidaklah shadaqoh (zakat) itu dihalalkan bagi orang kaya dan tidak pula bagi orang sehat dan kuat” (HR. Lima Imam Hadits dan Imam Turmudzi). Wallahu a’lam bishwab.
Sumber: Konsultasi Zakat LAZIZNU dalam Nucare
yang diasuh oleh KH. Syaifuddin Amsir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar