Kamis, 15 Agustus 2013

BamSoet: Lahir Batin Memaafkan Pemerintah

(Renungan/catatan singkat jelang lebaran)

Lahir Batin Memaafkan Pemerintah

Bambang Soesatyo
Anggota DPR RI/
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia

Mahalnya harga kebutuhan pokok sama sekali tidak mengurangi semangat melaksanakan ibadah Puasa Ramadhan tahun ini. Ritual Puasa Ramadhan, dari Sahur, berbuka hingga Tarawih, dilaksanakan dengan penuh sukacita sebulan penuh. Umat Islam, Muslimin dan Muslimat, di seluruh penjuru tanah air, tetap dan selalu khusyuk berdoa. Maka, pada momentum hari raya Idul Fitri tahun ini, mereka pastilah sudah legowo memaafkan pemerintah yang gagal membangun rasa nyaman selama bulan suci.
                                                 
Seperti tahun sebelumnya, menjelang waktu buka puasa, suasana menjadi ramai di luar rumah, terutama di jalan-jalan dekat dengan pemukiman. Masyarakat lebih memilih keluar rumah untuk membeli hidangan berbuka siap saji.  Pemandangan yang demikian begitu menonjol di perkotaan seperti Jakarta. Ketidakwajaran harga mendorong masyarakat berpikir efisien.

Kalau harus berbelanja bahan mentah dan memasak sendiri hidangan berbuka, biayanya menjadi jauh lebih mahal sebagai akibat dari harga aneka komoditi kebutuhan pokok yang demikian mahal Sejak Juni 2013 lalu. Dengan membeli hidangan berbuka siap saji, masyarakat bisa berhemat banyak. Setidaknya, bahan bakar gas di dapur tidak banyak terpakai.

Namun, ada yang terasa hilang. Suasana kas menjelang buka, seperti kesibukan ibu memasak dan semerbak aroma bumbu-bumbu yang tengah dimasak, tidak lagi dirasakan. Warga kebanyakan, khususnya para ibu, lebih memilih berdiam diri sambil menghitung nilai belanja untuk hidangan berbuka siap saji. Pada saat seperti itulah para ibu merasa prihatin.

Lazimnya, menjelang berbuka puasa, para ibu ingin menyediakan hidangan yang sedikit istimewa bagi keluarga setelah seharian menahan lapar dan dahaga. Menikmati hidangan masakan ibu pada saat berbuka di rumah menjadi momen spesial dan membahagiakan. Namun, harga suasana yang demikian menjadi sangat mahal untuk bulan Ramadhan tahun ini

Lonjakan harga aneka komoditi kebutuhan pokok yang mencapai puncaknya sejak awal bulan Suci Ramadhan  benar-benar mengecewakan masyarakat. Para ibu tak henti mengeluhkan harga kebutuhan pokok karena lonjakannya sudah mencapai level yang tak terjangkau warga kebanyakan. Harga benar-benar tidak wajar, dan para ibu kecewa karena pemerintah tak juga mampu mengatasi ketidakwajaran itu.

Situasi negatif yang berkembang di pasar komoditi kebutuhan pokok  tahun ini jelas-jelas disebabkan kesalahan pemerintah. Kesalahan demi kesalahan terus terakumulasi sehingga pada gilirannya memicu persoalan yang harus ditanggung rakyat. Keadaannya menjadi sangat memprihatinkan karena puluhan juta keluarga tengah menghadapi puncak beban sepanjang periode Juni - Agustus 2013. Dari beban sekolah anak, libur anak, meningkatnya kebutuhan selama bulan Ramadhan dan beban keluarga menyongsong perayaan Idul Fitri.

Tidak becus mengelola stok dan harga daging sapi menyebabkan harga komoditi yang satu ini menjadi sangat mahal selama berbulan-bulan. Segelintir oknum pemerintah seperti terperangkap dalam kepentingannya sendiri sehingga daging sapi menjadi persoalan pelik. Bahkan sebagai regulator sekalipun, pemerintah terkesan tidak tahu bagaimana mengatasi persoalan daging sapi.

Persoalan daging belum rampung, pemerintah kembali ‘menggoreng’ isu mengenai urgensi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Bertele-telenya finalisasi dan pemberlakuan harga baru BBM bersubsidi justru memberI ruang bagi para spekulan untuk beraksi. Maka, banyak daerah pun harus mengalami kelangkaan BBM bersubsidi.

Hanya fokus mengelola harga BBM dan persoalan daging, pemerintah lengah mengantisipasi ekses lainnya. Sebab, saat pemerintah dan DPR berdebat tentang harga baru BBM bersubsidi, harga aneka kebutuhan pokok pun mulai merangkak naik karena pemerintah sudah mengeluarkan angka tentang harga baru BBM bersubsidi.

Likuiditas pemerintah tampaknya mengalami persoalan sangat serius sehingga harga baru BBM harus diumumkan dan diberlakukan bulan Juni. Masalah beban puncak puluhan juta keluarga pada periode Juni – Agustus tidak lagi dipertimbangkan pemerintah. Maka, ketika harga baru BBM bersubsidi diberlakukan menjelang akhir Juni, rangkaian eksesnya terasa masif bagi puluhan juta keluarga.

Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono memang sempat menghardik para menteri ekonomi yang dinilainya tidak fokus mengurus dan melayani kepentingan rakyat. Namun, hardikan presiden itu sama sekali tidak menyelesaikan masalah. Sebab, hari-hari menjelang akhir Puasa Ramadhan tahun ini, harga aneka komoditi kebutuhan pokok tetap tinggi.

Memang, telah terjadi koreksi harga atas sejumlah komoditi kebutuhan pokok. Tetapi tingkat harga yang telah terkoreksi itu sama sekali belum mampu meringankan beban ekonomi puluhan juta keluarga Indonesia. Kalau harga daging masih di kisaran Rp 80.000 per kilogram menjelang lebaran, jelas masih sangat mahal bagi warga kebanyakan.

Gema keprihatinan terus terdengar di akar rumput. Warga kebanyakan sudah siap untuk prihatin jika pada Idul Fitri nanti tak bisa menyantap rendang atau ayam goreng. Pun, banyak keluarga tak mampu lagi melaksanakan wujud silahturahmi dengan saling berbagi makanan khas masakan lebaran, sebuah tradisi yang menandai  puncak kebahagiaan bersama di hari yang fitri.

Sulit dimengerti bahwa dalam konteks pengendalian harga, pemerintah tampak benar-benar tidak kapabel. Sangat jelas bahwa tim ekonomi di kabinet juga tidak efektif. Warga kebanyakan sering bertanya, digunakan untuk apa saja semua kewenangan yang melekat pada pemerintah sebagai regulator? Dalam kasus menaikkan harga BBM bersubsidi, pemerintah sebagai regulator mampu dan berani menghadapi segenap rakyat yang sudah barang tentu merasa dirugikan dengan kebijakan itu.

Pertanyaannya, mengapa pemerintah sebagai regulator tak mampu dan tidak berani menghadapi kartel daging, kartel bawang, kartel kedelai dan kartel lain yang jelas-jelas sangat merugikan rakyat?  Kalau regulator sudah tak mampu lagi menggunakan wewenangnya dengan efektif, berarti dia memang tidak kapabel sebagai regulator.

Regulator yang lemah dan hanya mengutamakan kepentingan kelompok atau golongan pada akhirnya hanya merugikan rakyat kebanyakan.  Karena terus dirugikan oleh regulator, tahun ini pun sebagian besar rakyat lagi-lagi harus merayakan Idul Fitri dengan apa adanya.

Namun, yakinlah bahwa rakyat  selalu membuka pintu maaf. Lahir batin rakyat Indonesia memberi maaf kepada pemerintah.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1434 H, Mohon Maaf Lahir Batin. []



Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar